Inevitable Fate [Indonesia]

Serangan Pikiran Untuk Runa



Serangan Pikiran Untuk Runa

0Something's comin' over, mmm mmm .. Something's comin' over me .. My baby's got a secret     
0

((sesuatu datang, mmm mmm ... sesuatu datang menimpaku .. sayankku memiliki rahasia))     

- Secret by Madonna -     

==========     

Hanya karena provokasi dari ibunya, bahwa perempuan harus mengetahui dengan jelas semua rahasia dari pasangannya, maka Runa pun menggunakan waktu luangnya usai dia pergi ke dapur di tengah malam di rumah Zuko, untuk memeriksa kardus-kardus yang teronggok di sebuah kamar kosong.     

Ketiga kardus yang ada di sana aman semua dan hanya berisi hal-hal yang tidak mencurigakan. Namun, ketika kakinya secara tidak sengaja menyenggol tutup dari kardus keempat yang dia abaikan karena merasa Zuko aman-aman saja sebagai lelaki, Runa pun tergelitik akan kardus keempat tersebut.     

Tangan Runa membuka penutup kardus keempat lebih lebar untuk melihat apa isi dari kardus yang berukuran paling kecil diantara kardus lainnya yang sudah dia periksa.     

Betapa kagetnya Runa saat matanya melihat isi dari kardus keempat. Ia ingin tidak percaya pada pengelihatannya. Ia berharap ia hanya sedang berhalusinasi saja. Ia harap, dia tidak teracuni ucapan ibunya.     

Majalah pria dewasa.     

Kaset porno.     

Gambar gadis-gadis telanjang.     

ASTAGA! Tangan Runa sampai gemetar ketika dia mengambil satu demi satu barang di sana. Matanya berkedut, khawatir ini adalah khayalannya saja, tipuan pandangan saja.     

Tapi ... setelah dia amati dengan teliti, semuanya asli! Semua bukan fatamorgana! Bukan halusinasi otaknya!     

Setelah menghirup dalam-dalam napas dan membuangnya perlahan-lahan, Runa pun mulai memeriksa semua yang ada di dalam kardus keempat.     

Majalah yang ada di tangannya saat ini adalah majalah terkenal dari Amerika dengan logo kelinci. Ada beberapa. Dan majalah lainnya dari Jepang itu sendiri, dan isinya gambar-gambar wanita berbikini dan ada yang setengah telanjang, dan ada pula yang telanjang bulat. Mungkin ini yang dinamakan majalah gravure.     

Semua gambar di majalah gravure itu menunjukkan wanita-wanita Jepang cantik dengan dada dari cukup besar hingga benar-benar besar dengan pose mengundang.     

Untuk gambar di majalah Amerika tadi, tidak perlu dipertanyakan lagi, semuanya tentu saja wanita berdada melon yang lebih menantang posenya.     

Sementara itu, kaset-kaset CD di kardus itu, gambar depannya sama saja dengan gambar yang di majalah. Ada yang bule dan juga Asia.     

Gambar-gambar sebesar lembaran setengah poster itu pun semuanya adalah wanita Jepang berdada penuh.     

Total benda-benda laknat itu memang tidak banyak, makanya menempati kardus terkecil, namun tetap berhasil membuat Runa syok bukan main.     

Tidak, dia tidak menghakimi bahwa Zuko adalah maniak s3ks atau apa. Bukan pula dia menyalahkan Zuko jika pria itu mengoleksi hal-hal demikian, karena biasanya lelaki banyak yang memiliki apa yang ada di kardus empat ini.     

Tapi ... yang menjadi gangguan di pikiran Runa dengan segera adalah .....     

Mata Runa lekas saja melirik ke bawah, ke dadanya sendiri. Ia menunduk sambil kedua tangannya pun mulai meraba dadanya. Cukup kempis. Tidak semengundang gadis-gadis di majalah gravure tadi.     

Ketika Zuko sedang meremas payudaranya, apa yang ada di pikiran lelaki itu? Apakah Zuko membandingkan dadanya dengan dada wanita di majalah itu? Atau mungkin yang ada di kaset porno?     

Apakah saat Zuko menghisap-hisap puncak dadanya, Zuko menyesal karena dada Runa tidak menggembung sebesar yang di tonton Zuko secara diam-diam selama ini?     

Sambil memikirkan itu terus dan terus, tangan Runa mulai menaruh kembali barang-barang tadi ke dalam kardus. Ingin membakar semuanya, namun dia pastinya tidak berhak. Itu bukan miliknya, dia tak memiliki wewenang akan itu.     

Namun, jika begini saja, ada perasaan cemburu merayap di hatinya.     

Keluar dari kamar itu, Runa kembali ke dapur untuk duduk di sana sambil menggenggam gelas berisi minuman dingin.     

Satu tangannya menopang kening, helaan napasnya terus keluar tanpa bisa dia cegah. Runa merasa cemburu. Pikirannya sibuk melayang ke dugaan dan asumsi apapun yang dia bisa pikirkan.     

Mungkin dia tidak akan cemburu andaikan dia memiliki apa yang dimiliki gadis-gadis di majalah tadi. Tapi nyatanya, hal yang paling menyakitkan adalah ... dia tidak memiliki yang dimiliki gadis tadi.     

Dia tidak memiliki dada seperti mereka.     

Nyaris saja dia menangis jika tidak ingat bahwa dia harus kuat mengenai ini. Bahkan ... dia harus menerima takdir bahwa dia hanya perempuan berdada tipis. Dia lahir dengan tubuh begini, genetik seperti ini.     

Tunggu dulu! Runa mendadak saja memiliki asumsi gila terselip di otaknya saat ini. Jangan-jangan ... Shingo dulu tidak juga mencintainya atau menyukainya ... karena dia berdada tipis? Apakah karena itu, Shingo tidak terpikat olehnya?     

Mengingat bahwa dada Reiko memang menggembung, Runa segera melambungkan asumsi dia bahwa dia kalah hanya karena masalah dada, oleh sebab itu Shingo tidak tertarik padanya dan minta putus!     

Yah, sepertinya di dunia ini lebih banyak lelaki yang menyukai perempuan berdada besar ketimbang sebaliknya.     

Rupanya hal ini yang membuat dia kalah dari Reiko saat memperjuangkan Shingo. Dan kini, kini Zuko pun mengoleksi gambar perempuan berdada besar.     

Apa yang harus dia lakukan?     

"Kau tidak takut jika nanti pasanganmu melirik perempuan berdada penuh di belakangmu, huh?" Mendadak, ucapan ibunya ini terngiang lagi di benak Runa.     

Ya ampun, kenapa omongan wanita itu justru mulai terus berputar seperti kaset rusak di kepalanya?     

-0-0--00--0-0-     

Selama beberapa hari ini, Runa lebih banyak diam namun otaknya terus memikirkan mengenai dadanya dan temuan dia di kardus Zuko.     

Dia jadi lebih memerhatikan rekan-rekannya di kantor. Sebagian besar dari mereka memang berdada biasa, tidak besar dan tidak pula tipis. Namun, tetap saja ada beberapa yang memiliki dada menjulang, dan biasanya para pegawai pria akan melirik diam-diam ke arah dada perempuan itu.     

Runa kini jadi lebih menaruh perhatian pada lirikan para pria di sekitarnya pada wanita-wanita yang berdada besar.     

Terlebih, rekan satu ruangannya sendiri, Akeno. Tidak ada siapapun di kantor ini yang berani mengatakan Akeno tidak memikat.     

Akeno sungguh memikat di usianya yang di ambang 40 tahun, wanita itu masih merawat dirinya dengan baik dan tubuh seksinya sering menjadi obrolan nakal pegawai lelaki. Meski Akeno tidak memakai rok mini, namun penampilannya dengan setelan ketat membuat mata pegawai lelaki selalu melirik ke dua arah, dada dan bokongnya.     

Yah, Akeno memang menjadi simbol wanita dewasa yang sensual dan mengundang gairah siapapun meski berpakaian lengkap. Tapi, yang membuat Runa heran, sepertinya mata atasannya, Itachi, tidak pernah diam-diam melirik ke 2 aset mengundang Akeno tadi. Apakah Itachi homo?     

-0-0--00--0-0-     

"Zu-nii, menurutmu, Akeno-san seksi atau tidak?" tanya Runa suatu hari ketika dijemput Zuko sepulang kerja.     

"Akeno? Kenapa bertanya seperti itu, sayank? Dia seksi atau pun tidak, itu bukan urusanku." Zuko agak heran dengan pertanyaan kekasihnya.     

"Ya, tapi jawab dulu, dia seksi atau tidak, ayolah Zu-nii, jawab saja apa adanya," rengek Runa.     

"Baiklah, aku akan jawab, tapi jangan salah paham, yah!"     

"Iya, aku janji tidak salah paham."     

"Akeno memang seksi, itu aku akui."     

Runa terdiam mendengar jawaban Zuko.     

"Ru-Runa sayank! Bukan berarti aku tertarik pada-"     

"Zu-nii, bagaimana kalau aku operasi pembesaran payudara?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.