Inevitable Fate [Indonesia]

Bujukan Untuk Operasi Pembesaran Dada



Bujukan Untuk Operasi Pembesaran Dada

0Mata Bu Sayuki menatap putrinya yang hanya memakai kamisol dan celana jins ketat. "Sayank, apakah kau tidak merasa dadamu itu kecil?"     
0

Mata Runa membola seketika mendengar kalimat ibunya. "Ibu! Kau ini apa-apaan, sih? Kenapa bicara seperti itu!" Secara refleks, Runa menyilangkan kedua lengannya di depan dada agar sang ibu tidak melihat ke dadanya.     

"Ya ampun, ini pasti gara-gara kau menuruni gen dari keluarga ayahmu yang berdada rata! Coba kalau kau menuruni gen ibumu ini, pasti dadamu besar!" Bu Sayuki memegangi payudaranya sendiri yang memang tergolong besar dan montok.     

"Ibu! Jangan berkata seperti itu! Apalagi membawa-bawa keluarga ayah!" Runa tidak suka ayahnya yang sudah meninggal dibawa dalam obrolan semacam ini.     

"Sayank, Ibu tidak bermaksud merendahkan keluarga ayahmu, hanya... mengatakan fakta! Nyatanya, keluarga ayahmu itu para wanitanya memang banyak yang berdada rata, kan?" Bu Sayuki berkilah.     

"Ibu, apa maksudmu dengan mengomentari dadaku?" tanya Runa dengan pandangan curiga ke ibunya.     

"Nak, Runa sayankku, apa kau tidak terpikirkan untuk melakukan operasi payudara agar payudaramu bisa lebih montok dari yang ini?" Bu Sayuki berbisik ke putrinya sambil dia mendekati Runa.     

"Ibu!" Mata Runa melotot kaget, tidak menyangka sang ibu bisa menyatakan ide semacam itu padanya.     

"Ya ampun, sayankku, jaman sekarang bukankah sudah sangat banyak para perempuan yang mengoperasi payudaranya menjadi lebih besar?"     

"Tapi, aku... aku tidak ingin hal demikian, Bu. Jika mereka ingin begitu, silahkan saja, tapi aku tidak berminat untuk hal semacam itu!"     

"Kau ini sungguh tidak tertolong lugunya!"     

"Hee?"     

"Kau lihat saja temanmu yang kurang ajar itu! Dadanya menggembung besar, pasti dia operasi payudara!"     

Mendengar kata-kata ibunya, Runa paham bahwa sang ibu sedang membicarakan mengenai Reiko. Ia segera menyahut, "Ya, Rei-chan memang operasi payudara beberapa bulan lalu."     

"Nah, kan!" Wajah Bu Sayuki menyiratkan kepuasan akan kebenaran ucapannya.     

"Tapi tidak untuk memperbesar payudaranya, Bu, melainkan mengecilkan!" sergah Runa dengan kening berkerut karena tidak suka ibunya hendak menfitnah sahabatnya.     

Bu Sayuki terkejut hingga matanya membola. "Apa?! Dia malah mengoperasi payudaranya untuk dikecilkan?"     

"Ya, Bu. Justru untuk dikecilkan agar tidak lagi menerima perlakuan pelecehan seperti yang pernah dilakukan kakak sialanku itu!" Runa sudah mengetahui mengenai operasi pengecilan payudara Reiko dan tentu juga alasan yang mendasari tindakan sang sahabat.     

"Cih! Sombong sekali! Di saat banyak perempuan di dunia berlomba ingin memperbesar payudaranya, dia malah sok mengecilkan hanya demi alasan pelecehan." Wajah Bu Sayuki menjadi masam ketika membicarakan tentang Reiko.     

Sampai kapanpun, luka hati Bu Sayuki pada Reiko tidak bisa usai, tidak bisa didamaikan. Reiko telah membuat putranya masuk penjara dan kesepuluh jari putranya juga menjadi cacat permanen. Semua itu gara-gara Reiko!     

Bu Sayuki menyesal tidak bisa membunuh Reiko saat itu. Sekarang, dia tak bisa seenaknya mendekati Reiko lagi dikarenakan perintah pengadilan. Jika dia tak ingin masuk penjara, maka dia harus menjaga jarak dari Reiko, musuh bebuyutannya.     

Meski, Reiko sendiri tidak pernah menganggap Bu Sayuki sebagai musuh.     

"Sudah, Ibu tak perlu membicarakan hal buruk tentang Rei-chan. Pokoknya aku tidak memiliki niat mengubah payudaraku." Runa bersikeras.     

"Sayankku, kau yakin? Kau tak takut jika Zuko akan melirik ke dada perempuan lain nanti?" Bu Sayuki berusaha mempengaruhi putrinya.     

"Aku percaya Zu-nii. Dia pasti setia padaku." Runa meyakini itu.     

"Runa sayankku, jangan percaya mentah-mentah pada seorang lelaki. Mereka semua brengsek."     

"Lalu, apakah Ibu ingin mengatakan bahwa ayah juga brengsek?" Kening berkerut Runa menunjukkan bahwa dia kesal.     

"Ya! Aku tegaskan padamu bahwa ayahmu memang brengsek!"     

"Ibu!"     

"Aku yang lebih tahu sepak terjang ayahmu dibandingkan kau, Runa!"     

Mendengar itu, Runa pun terdiam. Apakah ini artinya sang ayah dulunya pernah berselingkuh dari ibunya?     

"Hghh... Ibu tidak ingin membicarakan lelaki sialan itu lagi, Runa. Lagipula dia sudah mati. Biarlah semua dosa dia padaku terkubur bersama dirinya." Bu Sayuki menghela napas.     

"Aku tidak percaya ayah pernah berdosa pada Ibu." Runa menggeleng. Di ingatannya, figur ayahnya begitu baik dan selalu mengalah pada ibunya. Bagi Runa, justru ibunya yang memiliki banyak dosa pada ayahnya. Ibunya kerap marah-marah pada ayahnya dan lelaki itu hanya menanggapi dengan lemah lembut dan sabar.     

"Hghh... terserah kau saja mengenai itu. Yang penting saat ini, kau perlu mengamankan posisimu, sayank. Agar Zuko tidak bisa melirik perempuan mana pun! Kalau perlu, buat dia buta!"     

"Ibu, kau gila!"     

"Jangan menangis ke ibu jika nanti ucapan Ibu menjadi kenyataan! Pokoknya, kau harus terus waspada dan kalau perlu... ulik ponsel atau komputernya. Apakah ada foto perempuan seksi berdada besar."     

"Astaga, Ibu, kau mulai ngaco!" Tak tahan dengan ucapan sembarangan ibunya, Runa pun bergegas keluar kamar.     

"Sayank, kau sudah mandi." Zuko mendongakkan kepala ke Runa saat kekasihnya keluar dari kamar. "Apakah Ibu sudah selesai?" tanyanya.     

"Mungkin sebentar lagi." Runa menjawab, tepat ketika ibunya keluar dari kamar Zuko.     

"Zuko, kau bisa mandi. Maaf kalau Ibu agak lama di dalam." Bu Sayuki menebar senyuman. "Kami berdua pakai baju yang kamu belikan, loh! Bagaimana menurutmu?"     

"Ahh, ya... Bagus, Bu! Bagus dan cocok!" Zuko mengacungkan jempolnya sambil tersenyum lebar.     

"Apakah menurutmu Runa cantik?" tanya Bu Sayuki lagi.     

"Bu!" Runa sampai risih mendengar pertanyaan ibunya. Apa-apaan menanyakan hal semacam itu ke Zuko?     

"Ohh, tentu saja Runa cantik, Bu." Zuko menjawab lugas.     

"Apa dia terlihat cantik dengan baju itu?" Bu Sayuki belum usai bertanya.     

Zuko menatap cepat ke Runa dari atas sampai bawah. Kamisol hitam dengan hiasan kristal swarovski bertali spageti dan ditimpa cardigan pendek warna biru, sewarna dengan jins ketat panjang yang membungkus kaki ramping Runa. "Cantik. Runa sangat cantik memakai pakaian ini."     

Di benak Zuko, dia agak terkejut juga melihat jenis pakaian yang dikenakan sang pacar. Tidak biasanya Runa tampil seksi dan trendi seperti sekarang ini. Tadinya, gadis itu lebih suka memakai kemeja dan rok panjang atau jins longgar.     

Tapi, karena itu adalah Runa, maka Zuko pun menyukai semua yang dikenakan oleh si gadis. Cinta memang sudah menguasai Zuko.     

Petang itu, Zuko dan Runa pun mengantarkan Bu Sayuki kembali ke Kamakura. Mereka sempat mampir ke supermarket, membeli oleh-oleh untuk Tomoda.     

Runa tidak ingin berlama-lama di rumah ibunya dengan alasan dia harus berangkat kerja esok hari dan tak ingin bangun terlambat.     

"Apakah kau tak bisa sesukanya datang ke lokasi syuting?" tanya Bu Sayuki pada putrinya.     

Runa mengernyit heran. "Lokasi syuting? Apa maksudmu, Bu? Kenapa menyebut mengenai lokasi syuting?" Ia heran bukan kepalang ketika ibunya malah menyebut lokasi syuting.     

"Loh! Bukankah kau... artis...."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.