Inevitable Fate [Indonesia]

Pembicaraan Mengenai Anak



Pembicaraan Mengenai Anak

0Tidak disangka-sangka, anak bungsu Reiji dan Aimee ternyata begitu lugas ketika berbicara. Yah, tidak bisa disalahkan juga mengenai itu. Reiji membebaskan semua anak-anaknya untuk mampu mengungkapkan apa yang mereka pikirkan atau rasakan.     
0

Sebagai orang Jepang asli, Reiji sangat paham berbagai dogma yang berkaitan dengan adat, sehingga dia sejak kecil banyak dibatasi oleh berbagai macam peraturan adat yang 'memberangus' dia dalam bertutur dan bersikap.     

Sedangkan istrinya, orang kulit putih, lebih banyak memiliki kebebasan dalam menyampaikan pendapat dan sikap tanpa perlu banyak terbatasi oleh adat budaya.     

Melihat kebebasan dari kaum barat, Reiji pun setuju untuk mengadaptasikannya dalam mendidik anak-anaknya agar tidak seperti dia pada waktu kecil.     

Mungkin ini yang membuat Reiji memutuskan pindah ke Eropa, agar dia bisa lebih leluasa mengeluarkan semua potensi dirinya dan leluasa mengekspresikan diri pula.     

Sepertinya ini pula yang menyebabkan Rinami, adik kandung Reiji, juga memutuskan hal serupa sehingga keduanya secara praktis tidak lagi tinggal di Jepang.     

Bagi Reiji dan Rinami, Nathan Ryuu cukup bodoh kembali ke Jepang. Namun, mereka tetap menghormati keputusan sang adik kala itu dan mendukung adik mereka untuk apapun yang terjadi.     

Kini, didikan kebebasan itu seakan menjadi boomerang bagi Nathan Ryuu. Namun, tentu saja mereka tidak akan menegur Alleta hanya karena bocah cilik itu berkata lugas sesuai pemikirannya.     

Justru dengan kejujuran Alleta ini, orang dewasa dituntut untuk bersikap jujur pula dan menjaga sikap mereka sendiri.     

Ini tentu sebuah tohokan secara halus untuk Nathan Ryuu yang hingga sampai sekarang belum juga menceritakan pada Reiko mengenai mantan istrinya.     

Karena tadi Alleta menanyakan mengenai bibi lama apakah sudah meninggal, Nathan Ryuu lah yang berkewajiban untuk menjawabnya. Lelaki itu memegang pundak Alleta dan berkata dalam bahasa Perancis, "Al manis, bibi lama memang sudah meninggal. Makanya, sekarang ada bibi baru."     

"Ohh, jadi begitu, Paman." Alleta pun mengangguk paham. Lalu, dia menoleh ke ayahnya, bertanya, "Papa, kalau nanti Mama mati, berarti akan ada Mama baru?"     

"Hekh!" Reiji sampai nyaris tersedak liurnya sendiri demi mendengar pertanyaan si anak bungsu.     

Tak mau menunggu jawaban ayahnya, Alleta berkata lagi, "Aku tak mau ada Mama baru, aku tak mau …." Kemudian, gadis cilik itu mulai menangis lirih sambil memeluk ibunya.     

Reiji dan Aimee pun memandang tak berdaya ke putri mereka. Kenapa ini malah berkembang ke arah yang semacam ini?     

"Sayank, tidak perlu berpikir seperti itu, yah! Papa dan Mama akan terus bersama." Aimee terpaksa mengatakan hal demikian demi bisa menenangkan sang anak.     

"Hiks! Papa, berjanjilah tidak akan ada Mama baru, hiks! Aku suka Mama yang ini saja, yah!" Si lugu Alleta memohon sambil terisak ke ayahnya.     

"I-iya, sayank, Papa janji, tidak ada Mama baru, karena Papa juga suka Mama yang ini saja, oke!" Reiji ikut memeluk anaknya.     

Alleta mulai tenang. Namun gadis cilik itu belum ingin berhenti dan bertanya lagi, "Kalau aku sudah mati, jangan mencari Alleta baru, yah Pa, Ma."     

"Astaga, Al! Jangan berbicara hal-hal tak menyenangkan seperti itu!" Reiji dan Aimee makin erat memeluk buah hati mereka.     

Tinggallah Reiko yang bengong luar biasa melihat adegan itu. Sejak gadis kecil itu menangis sedih, hingga malah ada adegan drama keluarga … dia tak paham sama sekali apa yang sebenarnya terjadi.     

Reiko menoleh ke suaminya dan bertanya, "Ryuu, sebenarnya apa yang dibicarakan Alleta dan kalian dari tadi?"     

Nathan Ryuu membalas tatapan sang istri. Karena mereka sedang dalam masa berbulan madu, dia tentu saja tidak ingin membuat suasana menjadi suram. Mungkin belum saatnya dia berterus terang mengenai Ruby. "Ohh, tadi Al menceritakan mengenai teman sekolahnya yang kehilangan orang tua, dan dia takut mengalami hal yang sama."     

Ya, Nathan Ryuu belum siap memberikan 'bom' itu ke Reiko. Ini adalah bulan madu, sudah sepatutnya hanya diisi dengan hal-hal manis nan romantis saja. 'Rei, maaf, aku belum bisa jujur mengenai itu. Sabar, yah!' batinnya.     

Reiji mendengar penuturan adiknya ke Reiko dan hanya bisa mengeluh pelan. Ternyata si adik memang belum ingin mengungkapkan pada istri barunya mengenai si mantan. Tapi, bila itu memang sudah menjadi keputusan sang adik, dia sebagai kakak hanya bisa mendukung dan mendoakan semuanya lancar saja.     

Setelah Alleta berhasil ditenangkan, gadis cilik itu pun diajak jalan-jalan bersama Nathan Ryuu dan Reiko. Tentu Reiji dan Aimee juga menemani mereka.     

Alleta sangat senang dalam acara jalan-jalan itu meski hanya ke sebuah taman bermain yang terkenal di Paris, dia sudah cukup senang. Dia terus menempel pada pamannya bagaikan Nathan Ryuu adalah orang favoritnya.     

Nathan Ryuu memang memiliki aura menyenangkan bagi banyak anak kecil. Pembawaannya yang santai dan ramah juga sangat menenangkan anak-anak kecil.     

Seperti dulu pula ketika dia awal mula mendekati Ruby, dia dengan mudah dekat ke anak Ruby, River, sehingga bocah itu langsung lengket padanya.     

Aimee melihat keakraban Alleta dengan Nathan Ryuu dan juga Reiko. Dia berkata pada suaminya, "Lihat, Al justru seperti anaknya adikmu saja, ha ha ha!"     

"Yah, Al kan memang dekat sekali dengan Ryuu. Wajar kalau Ryuu datang, kita pasti diabaikan Al, he he …," timpal Reiji.     

Ketika mereka berlima duduk di sebuah restoran keluarga, Aimee berkata, "Kau ini memang magnet bagi Al dan El, Ryuu," ujarnya dalam bahasa Inggris agar Reiko juga paham.     

"Ha ha, tentu saja! Karena aku ini orang baik sehingga anak-anak pun nyaman bersamaku." Nathan Ryuu berlagak narsis.     

"Kenapa kalian tidak lekas membuat untuk kalian sendiri saja, hm?" timpal Reiji.     

Nathan Ryuu paham kakaknya sedang memaksudkan mengenai anak. Ia menoleh ke istrinya, dan Reiko hanya tersenyum. Onodera bungsu ini pun berkata, "Kami … sedang menunda untuk itu."     

"Menunda? Kenapa? Bukankah ini waktu yang tepat bagi kalian untuk memiliki anak?" tanya Aimee disertai wajah herannya.     

"Rei belum bisa." Nathan Ryuu menggelengkan kepala.     

"Maksudnya? Rei mandul?" tanya Aimee. Meski pertanyaan seperti itu adalah hal yang cukup sensitif ditanyakan di kalangan orang Asia, namun sebagai orang barat, Aimee bersikap apa adanya.     

"Tidak, dia tidak mandul. Dia malah mengonsumsi obat kontrasepsi." Nathan Ryuu memberikan jawaban.     

"Berapa usiamu, Rei?" tanya Reiji ke adik iparnya.     

"Saat ini, hampir 23 tahun, Kak." Reiko menjawab. Dia sedikit tak nyaman akan pembahasan ini, tapi tak bisa mengelak.     

"Nah, bukankah itu usia yang tepat bagi wanita untuk memiliki anak? Atau … kau sedang kuliah dan tidak ingin terganggu dulu dengan urusan anak?" Reiji berspekulasi.     

"Bukan juga mengenai itu, Kak." Nathan Ryuu menjawab.     

"Lalu apa?" Reiji dan Aimee sama-sama heran akan tindakan pencegahan kehamilan yang dilakukan Reiko.     

Nathan Ryuu bimbang, apakah dia perlu mengungkapkan alasan sebenarnya pada sang kakak? Tapi bukankah itu artinya dia membuka rahasia Reiko?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.