Inevitable Fate [Indonesia]

Tidak Pernah Menyerah Padamu



Tidak Pernah Menyerah Padamu

0"Tsk! Sepertinya aku sengaja dibuat kenyang dan penuh agar nanti bisa kau habisi lagi, Ryuu." Reiko memutar matanya.     
0

"Ha ha ha! Karena aku hanya memiliki istriku ini saja yang bisa aku habisi, ya kan?" ucap Nathan Ryuu sambil kedipkan satu mata ke Reiko.     

"Ouhh, benarkah itu?" Reiko menusuk satu potong daging sebelum dia masukkan ke dalam mulut untuk dikunyah pelan.     

"Hm, sepertinya ada yang meragukan aku … apakah aku harus memberikan hukuman selanjutnya usai ini?" Nathan Ryuu mengerling nakal ke Reiko.     

"Ryuu, stop mengaburkan asumsiku dengan hal-hal … semacam itu." Reiko masih saja merasa malu untuk mengatakan sesuatu yang vulgar.     

"Hee? Asumsi seperti apa yang sudah kau bangun di kepalamu, sayank?"     

"Mengenai berita itu."     

"Bukankah sudah aku katakan seperti sebelum ini, bahwa berita itu hanya omong kosong rekaan dari perempuan itu. Bagian mana lagi yang perlu kau ragukan?"     

"Hghh … entahlah." Reiko menyerah dan memilih untuk fokus pada makanannya saja.     

Onodera muda merasa bahwa dia belum 100 persen meyakinkan istrinya. Oleh karena itu, dia pun memanggil jet butler yang masih muda itu dan menyuruh datang ke hadapan Reiko.     

"Ya, Tuan?" Jet butler membungkuk sopan bertanya pada majikannya.     

"Coba ceritakan dengan jujur, bagaimana yang terjadi di pesawat petang itu." Nathan Ryuu sambil mengiris steak-nya.     

"Itu … apakah itu penerbangan dari Jeju ke Tokyo, Tuan?" tanya jet butler.     

"Tepat. Coba ceritakan ke nyonyamu ini." Nathan Ryuu mengangguk dan meneruskan makannya.     

"Baik." Lalu, jet butler pun beralih menghadap ke Reiko. "Nyonya, salam sejahtera untuk Anda. Saya adalah butler di sini, nama saya Ichimaku Seba." Ia tadi belum sempat menyapa dan memperkenalkan diri pada Reiko, dan kini adalah saat yang tepat.     

"Tunggu dulu!" Reiko menjeda sebelum Seba mengucapkan apapun. "Apakah maksudnya … perempuan itu juga pernah menaiki pesawat ini?" Ia memicing pada suaminya dengan pandangan curiga.     

"Aku terpaksa membawa dia ke sini, tapi itu tidak seperti khayalan liarmu, sayank, tenang saja dan dengarkan saja Seba." Nathan Ryuu bisa menebak kira-kira imajinasi semacam apa yang dimiliki otak Reiko saat mengetahui perempuan yang dirumorkan dengan dirinya satu pesawat di sini beberapa hari lalu.     

Menahan emosi yang ingin meluap, Reiko pun terdiam sambil menunggu Seba bicara.     

"Nyonya, petang itu, Tuan memang datang ke pesawat karena hendak bertolak dari Jeju ke Tokyo. Saat itu, Tuan datang sendiri saja, bersama dengan Zuko-san, tentu saja."     

"Ohh, ada Zuko-san juga rupanya."     

"Benar, Nyonya. Dan Tuan langsung pergi ke kabin belakang, ke tempat bawahan dan anak buah Tuan biasa berada, dan Tuan tidur di kamar Zuko-san."     

"Ohh! Dia malah tidur di kamar Zuko-san? Kenapa tidak di kamarnya sendiri? Bukankah dia punya kamar pribadi di pesawat ini?"     

"Benar. Tuan memang memiliki kamar pribadi di pesawat ini, namun Tuan memiliki tujuan yang membuat Tuan terpaksa tidur di kamar Zuko-san."     

"Apa itu, Seba-san?"     

"Karena Tuan sedang ingin menghindari perempuan yang datang tak berapa lama setelah Tuan tidur di kamar Zuko-san. Dia adalah putri dari salah satu kolega bisnis Tuan."     

"Ehh? Putri koleganya Ryuu?" Reiko menoleh ke suaminya yang masih asyik mengunyah.     

Nathan Ryuu mengangguk saja dan berkata, "Dia putrinya Hanji, pemilik Hanji Electronic. Waktu itu, Hanji meminta ditemani bermain tenis di Pulau Jeju, dan ternyata di sana dia mengajak putrinya. Sepertinya dia ingin mendekatkan putrinya padaku. Bahkan saat aku hendak pulang ke Jepang, Hanji meminta agar aku membawa pula putrinya ke Jepang. Aku tak punya pilihan lain agar tetap menjaga hubungan baikku dengan Hanji."     

"Maka dari itu, Nyonya, Tuan lekas masuk ke kamar Zuko-san karena mengira pasti putri Tuan Hanji akan mencari dia di kabin utama."     

Reiko mulai paham alurnya. "Lalu … mereka sama sekali tidak bertemu di pesawat ini?" Ia sambil melirik ke suaminya yang sibuk mengunyah.     

"Benar, Nyonya. Tuan terus menghindari putri Tuan Hanji, bahkan meminta aku mengatakan pada putri itu agar pergi lebih dulu karena Tuan belum bangun."     

"Rei sayank, kalau kau masih belum yakin akan cerita dari Seba, aku bisa menyambungkanmu dengan Zuko dari sini, dan dia akan lebih memberikan detil ceritanya mengenai usaha Hanji-san mendekatkan anaknya padaku." Nathan Ryuu memutar garpu di tangan kirinya di udara sembari dia berbicara ke Reiko.     

"Hm, tidak usah. Tidak perlu merepotkan Zuko-san larut malam begini." Reiko mendadak saja teringat bahwa beberapa jam lalu dia memergoki adanya Zuko di apato Runa. Telanjang pula!     

"Saya permisi dulu, Tuan, Nyonya. Silahkan panggil saya jika membutuhkan sesuatu." Seba yang sopan dan tanpa ekspresi, sungguh tipikal seorang butler berdedikasi, segera pamit mundur dari ruang itu setelah melihat majikannya mengangguk.     

Sepeninggal Seba, Nathan Ryuu menatap sang istri dan bertanya, "Nah, sekarang apakah kau sudah yakin dengan apa yang kau dengar?"     

Reiko mengulum bibirnya sebelum bicara, "Hm, kuharap pelayanmu tadi bisa dipercaya sepenuhnya, Ryuu."     

"Jadi … kau lebih mempercayai pelayanku ketimbang aku?" Wajah Nathan Ryuu berubah kelam dengan sikap merajuk. Ia lunglai di kursinya dan berkata, "Sayank, aku harus bagaimana lagi? Ohh! Aku bisa menangkap perempuan itu untuk kau interogasi saja, bagaimana?"     

Sadar bahwa terkadang suaminya bisa bertindak ekstrim jika menindak seseorang, Reiko pun lekas menyahut, "Jangan! Tidak perlu! Tidak perlu, Ryuu! Baiklah, baiklah, aku percaya. Aku mencoba memercayaimu. Dan aku harap ini tidak sia-sia, Ryuu." Reiko menatap tajam suaminya.     

"Tentu saja kau tidak akan rugi secuilpun jika memercayaiku, sayank." Nathan Ryuu pun bangkit dari kursinya dan duduk di sebelah Reiko. "Kau makan begitu lambat, apakah kau masih memikirkan diet?"     

"Tidak, aku tidak sedang diet, Ryuu. Tubuhku jarang bisa menimbun lemak meski makan banyak." Reiko mengamati tingkah suaminya yang menusuk daging untuk disodorkan di depan mulutnya.     

"Bagus. Nah, sekarang, makanlah ini." Tangan Nathan Ryuu menggerakkan daging di garpu yang dia acungkan di depan mulut istrinya. Reiko menatap daging itu dengan wajah bingung. Karenanya, maka Nathan Ryuu pun menggigit daging tersebut di gigi depannya dan meraih kepala Reiko agar bisa menyodorkan daging itu menggunakan mulutnya.     

Mata Reiko terbelalak melihat kelakuan suaminya. Namun dia tetap juga membuka mulut dan menerima daging di gigi depan Nathan Ryuu.     

"Perfect! Rupanya kau hanya mau makan dengan cara ini, hm?" Seringai muncul di wajah sang Onodera.     

"Tidak! Bukan begitu …." Reiko menggeleng agar suaminya tidak salah paham. Namun, dia lagi-lagi terpaksa membuka mulutnya untuk menerima daging dari suaminya.     

Mulut ke mulut, itulah cara Nathan Ryuu menyuapi sang istri.     

"Ryuu … sudah, sudah, jangan begini lagi, aku bisa makan sendiri." Reiko mencoba menolak daging yang disodorkan mulut suaminya.     

"Aku sedang membuktikan seberapa besar aku memujamu, sayank." Nathan Ryuu menarik dagu istrinya agar mulut mereka saling mendekat. Lelaki ini memang tidak pernah menyerah pada Reiko.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.