Inevitable Fate [Indonesia]

Kenapa Dia Menyebutku Bibi Baru?



Kenapa Dia Menyebutku Bibi Baru?

0Reiji dan Aimee melihat betapa Nathan Ryuu mudah dekat dan akrab dengan anak-anak kecil. Terbukti dengan gampangnya Alleta serta Elroy, anak mereka, dekat dengan Nathan Ryuu.     
0

Oleh karena itu, mereka bertanya kenapa sang adik tidak segera mempunyai anak sendiri saja, apalagi usia keduanya sudah tepat memiliki anak.     

Ditambah, Nathan Ryuu sudah memasuki usia 40 dan Reiko pun berada dalam usia subur.     

Didesak oleh pertanyaan Reiji dan Aimee mengenai kenapa Nathan Ryuu dan Reiko masih menunda memiliki anak, akhirnya Reiko pun berbicara jujur, "Aku masih terikat kontrak dengan agensi." Reiko tak bisa menyembunyikan ini lebih lama.     

"Kontrak?"     

"Agensi?"     

Reiji dan Aimee sama-sama mengulang kata dari Reiko menggunakan nada tanya.     

"Rei sedang menjalani karirnya sebagai idol di Jepang, dan di dalam kontraknya tidak diperbolehkan memiliki pasangan dan anak." Karena sang istri sudah bersedia membuka sendiri mengenai itu, maka Nathan Ryuu bertugas menjelaskan kepada kakaknya.     

"Idol! Astaga!" Aimee memekik tanpa bisa menahan diri.     

"Ahh, rupanya begitu." Reiji manggut-manggut.     

"Kenapa kamu susah payah jadi idol, Rei? Bukankah suamimu sudah memiliki segalanya? Kau bisa saja memiliki perusahaan dan mengelolanya ketimbang menjadi idol!" Aimee benar-benar tidak menahan diri mengungkapkan yang ada di kepalanya. Dia tak habis pikir kenapa istri seorang pemilik raksasa perusahaan di Jepang, harus bersusah-payah meniti karir di dunia hiburan menjadi penghibur.     

"Ini sudah menjadi passion untuk Rei, Kak Ai. Rei suka bernyanyi dan menari, maka dia ingin mencoba meniti karir menjadi idol." Nathan Ryuu memberikan pembelaan pada keputusan istrinya.     

"Yah, kalau itu memang sudah menjadi passion dia, mau bagaimana lagi." Aimee akhirnya mengalah dan menerima.     

"Benar, jika memang Rei ingin menjalani itu, selama dia serius dan mendedikasikan dirinya pada bidang itu, maka … teruslah berjuang untuk itu." Reiji menimpali dengan bijak.     

"Terima kasih, Kak Reiji, Kak Aimee." Reiko berojigi selagi duduk.     

"Kami pasti mendukung apapun keputusan kalian, asalkan kalian bahagia." Reiji menambahkan.     

Aimee mengangguk setuju. "Meski aku masih bingung dengan pilihanmu, Rei, tapi selama itu memang yang kamu inginkan, maka aku dan Reiji pasti mendukung. Maaf kalau tadi ucapanku agak tak enak didengar, yah!" Ia meremas pelan telapak tangan Reiko di depannya.     

"Iya, Kak Aimee, aku tahu kalian semua sayang pada Ryuu dan aku, makanya kalian terkejut dengan keputusan karirku tadi, he he …." Reiko menepuk lembut tangan Aimee yang meremas tangannya sambil tersenyum manis ke dua kakaknya itu.     

"Oke, setelah ini, ayo kita jemput El." Nathan Ryuu memutuskan demikian setelah mereka selesai mengobrol berat mengenai anak. "El sebentar lagi pulang sekolah, pastinya kan?"     

"Ya, ini mendekati jam pulang dia." Aimee mengangguk.     

"Ayo, kita habiskan dulu makan siang ini. Atau lebih baik kita menunggu El di sini, biarkan sopir menjemput dan membawa dia ke sini?" usul Nathan Ryuu.     

"Ahh, ide bagus!" Aimee setuju.     

Maka, diputuskan mereka akan tetap berdiam di restoran, sementara itu sopir keluarga Reiji akan menjemput Elroy dari sekolahnya dan nantinya langsung membawa bocah lelaki itu ke restoran.     

Menunggu hampir satu jam lamanya, Elroy pun datang diantar sopir. "Paman Ryuu!" seru bocah lelaki itu ketika melihat adanya sosok orang yang dia sukai. Ia berlari ke Nathan Ryuu dan Onodera bungsu pun mencoba mengangkat bocah itu meski agak susah payah.     

"Ugh! Kau sekarang berat sekali! Kenapa dalam setahun aku tidak melihatmu, kau bisa setinggi ini, hm?" Nathan Ryuu lekas menurunkan bocah belia yang tertawa senang.     

"Ha ha ha, tentu saja aku ini cepat tinggi, Paman! Aku kan sudah 13 tahun! Sudah sekolah menengah! Apa Paman lupa?" Elroy yang berkepribadian ceria, mudah tersenyum gembira saat bicara, terutama dengan orang yang ia sukai.     

"Ha ha, ya ya ya, Pamanmu ini sepertinya terlalu banyak urusan sehingga mudah lupa." Nathan Ryuu mengalah. "Oh ya, kenalkan, ini …." Nathan Ryuu menoleh ke Reiko.     

"Pacar baru lagi, Paman?" Elroy segera saja memotong ucapan Onodera bungsu.     

Ingin sekali Nathan Ryuu menepuk kening Elroy atas ucapan sembarangannya. "Hei, pamanmu ini bukan orang yang mudah bergonta-ganti pacar, oke! Yang benar kalau bicara, nanti akan kuminta peri gigi untuk mengambil gigi depanmu," goda Nathan Ryuu.     

"Ha ha! Ancamanmu yang seperti itu sudah tidak berefek apapun padaku, Paman! Paling-paling hanya Al saja yang akan ketakutan dengan kalimatmu yang begitu, Paman! Ha ha ha!"     

"Tidak, ya! Aku tidak takut pada ancaman peri giginya Paman, kok!" Alleta menyahut dengan wajah cemberut ke kakaknya.     

"Iya, kok!"     

"Tidak! Aku tidak takut peri gigi!"     

"Bohong …."     

"Aku tidak bohong!"     

"Hei, hei, hei, jangan bertengkar. Kenapa kalian malah meributkan hal itu, astaga." Nathan Ryuu lekas menengahi kedua bocah yang mulai ribut. "Kalian ini saudara, tidak boleh bertengkar, oke! Lihat, Paman dan ayah kalian saja tidak pernah bertengkar dari kecil hingga sebesar ini, loh!"     

"Pfftt! Kita mana bisa bertengkar saat kecil, Ryuu, kalau semua hal diatur oleh tetua dan ayah kita." Reiji terkekeh geli.     

Sebagai keluarga Jepang yang masih memegang adat budaya leluhur, ditambah pengaruh kental tradisionalitas hirarki senioritas di keluarga besar Onodera, anak-anak di keluarga itu harus patuh absolut pada apapun perkataan tetua dan orang tua.     

"Ya, kita memang tak pernah bertengkar, yah Kak! Bukankah itu sebenarnya sisi baik dari kita sering diatur dan dibatasi kala itu?" Nathan Ryuu mengingat masa kecil dia dulu sebelum ikut ibunya ke Perancis.     

"Benar, semua hal memang ada baik dan buruknya. Tapi, seingatku, kamu adalah orang yang paling sering kena marah kakek dan ayah, ha ha ha! Kau dulu pemberontak kecil!" Reiji mengingat itu.     

"He he he … bertengkar dengan kakek dan ayah lebih menyenangkan dan menantang dibanding bertengkar denganmu atau Kak Rin." Nathan Ryuu terkekeh teringat pula masa kecilnya dulu sebelum dia pindah ke Perancis untuk beberapa tahun.     

"El, itu bibimu, istri dari pamanmu. Beri salam yang baik padanya." Aimee menimpali dengan berbicara pada sulungnya.     

"Hee? Ini istri paman? Kenapa beda de—"     

"Bibi lama sudah mati!" potong Alleta sebelum kakaknya tuntas berkata.     

Aimee tersenyum dan berkata lagi pada sulungnya, "Ayo, beri salam pada bibi Reiko."     

"Halo, Bibi Reiko. Apakah kau bisa bahasa Perancis?" tanya Elroy.     

"Dia tak bisa bahasa Perancis, El. Jepang atau Inggris saja bila bicara dengannya." Reiji menjawab putranya.     

"Ohh, baiklah, kebetulan bahasa Inggrisku tidak begitu buruk." Elroy pun berdehem sebelum menyapa Reiko dalam bahasa Inggris. "Halo, Bibi baru. Salam kenal, aku Elroy, keponakan Paman Ryuu yang paling tampan."     

Mendengar salam perkenalan dari Elroy, Reiko tertawa kecil dan membalas, "Halo, Elroy yang tampan, aku Reiko. Salam kenal."     

Mereka pun mulai makan dan berbincang. Namun ada yang sedikit mengganjal di hati Reiko. Ia menanyakannya pada Nathan Ryuu, "Kenapa Elroy menyebutku bibi baru, yah?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.