Inevitable Fate [Indonesia]

Mobil yang Membara



Mobil yang Membara

0Sleeping in my car, I will undress you .. Sleeping in my car, I will caress you .. Staying in the backseat of my car making love, oh yeah     
0

((tidurlah di mobilku, aku akan menelanjangimu .. tidurlah di mobilku, aku akan membelaimu .. tetaplah di jok belakang mobilku, bercinta oh yeah))     

- Sleeping in My Car by Roxette -     

========     

Ketika Reiko sedang dimanjakan di Eropa sana, Runa sedang pusing tujuh keliling gara-gara ibunya menghubungi dia lagi dan meminta uang dengan alasan tak punya baju layak untuk pergi ke tempat pertemuan ibu-ibu.     

Ingin mengabaikan, namun Runa terus ditelepon Bu Sayuki, bahkan saat dia masih di kantor sekalipun. Meski hanya di mode getar, namun itu juga cukup mengganggu.     

Akhirnya, Runa baru bersedia memeriksa ponsel yang sejak tadi dia tinggalkan di dalam tas, sudah ada puluhan telepon masuk dari sang ibu. Belum lagi jumlah pesan dari Beliau, menumpuk bagaikan spam.     

Runa menghela napas ketika melihat pesan dari sang ibu ketika dia diantar pulang Zuko.     

"Ada apa, sayank? Kenapa mendesah begitu? Ada masalah?" tanya Zuko saat menoleh dengan wajah khawatir.     

"Um, tidak, Zu-nii … hanya … um, sudahlah, tak usah dibahas." Runa menggeleng.     

"Hei, jangan bermain rahasia denganku, oke?" Zuko pun menepikan lagi mobilnya dan berhenti agar dia bisa lebih fokus mendengarkan Runa. "Apa aku tidak percaya pada pacarmu ini? Aku kurang meyakinkan?"     

"Duh, tidak seperti itu maksudku, Zu-nii." Runa menampilkan wajah tak berdaya.     

"Kalau begitu, coba katakan, ada apa." Zuko menyandarkan punggung dengan santai ke joknya, menunggu Runa.     

Menghela napas sekali lagi, akhirnya Runa berbicara, "Begini, Zu-nii … duh, sebenarnya ini cukup memalukan."     

"Aku tidak keberatan diberitahu hal-hal memalukan, kok!" Zuko menghadapkan tubuhnya ke Runa sebagai bukti dia serius dan siap mendengar apapun.     

"Ano … etto … ini … ini cuma … cuma … ibu ingin baju baru untuk ke pertemuan." Runa sampai tertunduk saking malunya.     

"Hm?" Zuko mendekatkan sedikit wajahnya ke Runa. "Apa?" Ia khawatir telinganya salah mendengar.     

"Ibu … ibu ingin baju baru untuk datang ke pertemuan teman-temannya." Runa terpaksa mengulang dengan wajah tak enak hati.     

"Jadi itu yang menjadi sumber masalahmu?" tanya Zuko untuk memastikan.     

"I-iya, Zu-nii. Maaf, ini memang me—"     

"Kalau begitu, ayo kita belikan ibu pakaian!" potong Zuko sebelum Runa menuntaskan kalimatnya.     

"He?" Runa menaikkan kepalanya dan menatap heran ke Zuko.     

"Ya! Ayo kita belikan baju untuk ibu! Ohh, atau mungkin kita bisa undang ibu ke sini dan biarkan dia memilih sendiri mana yang dia inginkan? Aku tahu butik bagus untuk baju wanita." Zuko menawarkan.     

Tawaran tersebut membuat Runa melongo. Ibunya diajak ke Tokyo untuk memilih baju? Haruskah demikian? "Zu-nii …." Runa tak tahu harus menyahut apa mengenai ini.     

Kepala Zuko mengangguk tegas menyiratkan dia serius akan tawarannya. "Ya! Ajak saja ibu kemari. Ohh! Atau, kita bisa jemput ibu? Tapi tentu menunggu akhir pekan dulu, agar kau bisa leluasa tidak bekerja. Ini mumpung bos sedang bulan madu ke Eropa."     

"Bulan madu ke Eropa?" tanya Runa.     

"Ya, benar. Bos dan istrinya sedang berlibur keliling Eropa saat ini." Zuko mengangguk. Dia sudah mengetahuinya tadi pagi dari Itachi.     

"Ohh! Keliling Eropa, yah …." Runa mengulang kalimat itu dan mengangguk pelan. Pikirannya mendadak saja menerawang.     

"Jadi, bagaimana dengan akhir pekan besok?" Zuko bertanya lagi akan idenya.     

"Heh? Ohh? Um, yah … aku … itu terserah Zu-nii saja." Runa yang baru saja melamun, langsung tersentak ke kesadarannya dan menjawab. Kemudian dia berkata lagi, "Tapi, Zu-nii … bisakah nanti ke butik yang …. um, tidak terlalu mahal?"     

"He? Kenapa?" Zuko heran atas permintaan Runa.     

"Karena … aku … gajiku sebelumnya sudah menipis, harus menunggu setengah bulan lagi jika ingin ke butik bagus." Runa menjawab dengan sikap malu dan ragu.     

"Astaga, sayank, kenapa kau berpikir nanti kau yang membayar?" Zuko berseru kaget.     

"Ehh?" Runa memasang muka bingung.     

"Tentu saja nanti semua aku yang bayar!" tegas Zuko sambil menatap lekat pacarnya.     

"Be-benarkah?" Runa sampai melongo. "Tapi, Zu-nii, aku lagi-lagi merepotkanmu!"     

"Aihh, kenapa masih sungkan begini padaku!" Zuko mengibaskan tangan dengan gaya santai. "Sudah sepatutnya aku berlaku ala gentleman, kan?"     

"O-ohh, um, aku … aku percaya pada Zu-nii saja." Runa tersipu dan berkata, "Zu-nii, terima kasih." Lalu, dia mencondongkan kepala ke Zuko dan mencium bibir lelaki itu.     

"Umm … Runa sayank, sepertinya ini kurang," erang Zuko usai Runa menciumnya.     

"Ohh? Kurang?" Runa menaikkan alis dengan mimik heran. Lalu, dia mulai tersenyum karena paham. Ia pun merundukkan kepalanya dan mulai mengusap-usap selangkangan Zuko sebelum tangannya mengurai ikat pinggang dan kait celana Zuko.     

Mobil pun dijalankan oleh Zuko karena mereka berada di jalanan yang lumayan ramai, sembari Runa sudah melumat benda jantannya yang menegang.     

Sesekali akan terdengar suara mendesah dari Zuko ketika ujung benda jantan miliknya dihisap dan dikulum kuat-kuat. Tangannya gemetar dan berusaha agar tetap fokus menyetir.     

Mobil pun berhenti di sebuah area sepi. Zuko ternyata sudah tak tahan lagi dan ingin segera menuntaskan ITU sekarang juga.     

Runa yang menyadari mobil berhenti pun mendongakkan kepalanya, melihat Zuko melepas sabuk pengaman dan meraih kepala Runa untuk mencumbu bibirnya.     

Zuko bergerak sesuai dengan insting dia saja dan sepertinya kali ini dia sudah tidak perlu memikirkan mengenai pelajaran s3ks dari Tante Ai lagi. Sekarang dia sudah cukup pandai untuk hal itu.     

Runa direbahkan pada joknya dan jok itu dilandaikan oleh Zuko. Mereka kembali bercumbu dengan tangan Zuko mulai merambah ke dada Runa, meremasnya sambil mengurai manik kemeja gadis itu.     

Dalam waktu singkat, kemeja Runa berhasil dibuka dan disibak sehingga gundukan kecil bertutupkan kain warna kuning pastel bermotif bunga itu terlihat jelas meski di keremangan area sepi.     

"Aaanghh!" Runa memekik kecil ketika bra-nya diturunkan dan mulut Zuko sudah mengurung pucuk payudaranya, langsung menghisap-hisap agresif di sana. "Haanhh … Zu-nii … mmghh …." Ia diam sambil memejamkan mata dan sibuk mengerang.     

Erangan gadis itu makin kencang saat jemari nakal Zuko masuk ke balik rok Runa dan mengusap-usap sesuatu di selatan sana.     

Sembari mulut Zuko sibuk di dada Runa, tangannya tak kalah sibuk di celana dalam kecil kekasihnya.     

Runa terus mengerang dan merintih sambil melebarkan kakinya yang akhirnya ditaruh di atas dasbor. Ia terus dan terus menyuarakan kenikmatan yang ditimbulkan Zuko, hingga akhirnya dia pun orgasme.     

Gadis itu terengah-engah usai mencapai klimaksnya. Tangan dan mulut Zuko juga berhenti, mereka saling berpandangan dengan tatapan penuh akan muatan hasrat menggelora.     

Runa paham apa yang selanjutnya harus dia lakukan. Ia bergerak dan naik ke pangkuan Zuko, menggesek-gesekkan sebentar area basahnya ke benda tegang milik sang kekasih yang sudah dibebaskan lebih banyak dari celana.     

Setelah merasa cukup menggoda si benda jantan tadi, Runa mengarahkan benda berurat itu ke dalam liangnya dan dia menurunkan pantatnya sambil melenguh dan memejamkan mata, "Aaaaanhhh …."     

Sepertinya malam itu ada mobil yang membara.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.