Inevitable Fate [Indonesia]

Pertemuan 'Tak Terduga' di Restoran



Pertemuan 'Tak Terduga' di Restoran

0"Bos, silahkan." Zuko menarikkan kursi untuk Nathan Ryuu ketika pria Onodera itu sedang mendatangi sebuah restoran untuk makan siang.     
0

"Terima kasih, Zuko." Nathan Ryuu menghenyakkan pantatnya di kursi tersebut. Ketika dia sedang meraih buku menu, mendadak saja ada suara yang cukup dia kenali di sampingnya.     

"Wah! Sungguh tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini, Ryu!" Itu adalah Hanji Amiko. Dandanannya spektakuler seperti biasanya untuk menunjukkan statusnya sebagai putri pengusaha besar di Jepang.     

Mata Nathan Ryuu beralih ke Amiko hanya untuk memastikan itu benar perempuan itu. "Ohh, ternyata Nona Hanji."     

"Ryu, jangan memanggilku terlalu formal begitu! Bukankah kita sudah sepakat kau memanggilku dengan nama spesial, Amy?" Tanpa diminta, Amiko sudah duduk di depan Nathan Ryuu. Lalu, dia berbicara pada pelayan, "Aku memesan sama seperti dia."     

"Tapi, Nona, Tuan belum mengatakan pesanannya." Pelayan itu menjawab Amiko.     

"Ohh! Begitu rupanya!" Amiko menaikkan kedua alisnya dan kemudian tersenyum dan berkata, "Baiklah, apapun yang dia pesan, aku juga mau yang sama."     

"Baik, Nona." Lalu pelayan pun menunggu Nathan Ryuu.     

Karena Amiko ingin memesan makanan sama dengannya, maka Nathan Ryuu tak akan sungkan-sungkan lagi. Dia mengatakan sebuah nama di menu pada pelayan beserta minumannya pula.     

Tak lupa, Zuko juga ikut memesan meski dia berada di meja sebelah bosnya, karena memang biasanya mereka begitu. Zuko akan memilih meja lain di dekat Nathan Ryuu ketimbang bergabung, kecuali memang diperintahkan satu meja dari awal.     

Setelah itu, pelayan pun mohon diri dari sana untuk memproses pesanan tiga orang itu.     

"Ryu, kau juga suka makan siang di sini?" tanya Amiko penuh antusias sambil melipat dua tangan di meja dan condongkan tubuh ke depan agar lebih dekat pada Nathan Ryuu.     

"Hm, ya, di sini memang favoritku. Salah satu favoritku," jawab Nathan Ryuu dengan sikap santai menyandarkan punggung pada kursi agar jauh dari Amiko secara halus. "Ohh, kau suka tempat ini? Tapi bukankah kau lama di Amerika? Sejak kau remaja, kan?" Ia teringat celotehan Tuan Hanji mengenai Amiko sudah bersekolah di Amerika sejak usia belasan.     

"Ahh, ya …." Amiko terlupa bahwa dia memang lama di Amerika sejak lulus SD. Maka, akan sangat aneh jika mengatakan restoran ini adalah favoritnya jika dia saja tak ada di Jepang. "Ahh, maksudku … aku dulunya biasa dibawa papa ke sini untuk makan siang."     

"Dulunya?" Kening Nathan Ryuu berkerut menampilkan wajah keheranan dia. "Tapi … restoran ini baru dibangun 2 tahun silam."     

Amiko seakan ditampar keras-keras dikarenakan kalimat menohok Nathan Ryuu. Zuko di meja sebelah saja sampai terkikik menahan tawanya. Ingin meraung marah, tapi dia ingat pesan sang ayah, untuk bersikap semanis dan seanggun mungkin di depan Nathan Ryuu. "A-ahh, mungkin aku salah mengenali restoran."     

"Ahh, ya benar, pasti begitu. Kau salah mengenali restoran." Nathan Ryuu mengulangi ucapan Amiko dengan senyum kemenangan.     

Namun, Amiko masih memiliki jurus lainnya, dia mendadak saja bangkit berdiri dari kursinya dan duduk dengan cepat di kursi sebelah Nathan Ryuu tanpa lelaki Onodera itu bisa mencegah.     

"Kenapa?" tanya Nathan Ryuu dengan mata berusaha menahan gejolak herannya.     

"Aku ingin bertanya apakah kau mengenal siapa dia, Ryu." Amiko mengeluarkan ponselnya dan menggulir di bagian galeri, lalu menunjukkan salah satu foto di sana.     

Mata Nathan Ryuu melirik foto itu. Sebuah foto dengan isi sebuah kumpulan orang-orang paruh baya berdiri bersama di sana. "Hm?" Ia tidak ingin merunduk karena itu pasti akan sesuai dengan keinginan Amiko.     

"Ini … Papa ingin aku menghafalkan nama-nama mereka sebagai patner bisnis papa, tapi aku masih belum berhasil mengenali mereka semuanya." Amiko mendekatkan dirinya ke Nathan Ryuu sambil menyodorkan layar ponsel agar bisa dilihat lelaki Onodera lebih jelas. "Ini kan Tuan Hanabusa, lalu ini Tuan Satou, dan ini Tuan Watanabe, kan? Lalu ini siapa?" Ia menunjuk pada satu pria berambut putih paling ujung kanan.     

"Tuan Haneda." Nathan Ryuu segera menjawab. "Nah, karena kau sudah mengetahui nama-nama mereka, kenapa tidak kembali ke kursimu?"     

Jawaban Amiko sungguh cerdas, "Ahh, aku tak terlalu nyaman duduk menghadap ke jendela besar itu, cahaya matahari terlalu terik dan menyilaukan dari kursiku sebelumnya. Biarkan aku duduk di sini saja, yah!"     

Cerdas, memang jawaban yang cerdas. Bahkan itu diakui oleh Nathan Ryuu. Namun, apakah Nathan Ryuu bisa dikalahkan? "Ohh, aku justru suka dengan cahaya matahari." Lalu dia berdiri dan duduk di kursi Amiko sebelumnya.     

Amiko hanya bisa menggertakkan gerahamnya diam-diam melihat tindakan Nathan Ryuu.     

Hidangan pesanan mereka pun tiba. Mata Amiko menatap heran pada makanan di depannya. Apa itu? Kenapa berwarna merah membara menakutkan?     

Mie? Berkuah merah membara? Apakah ini jenis makan siang yang disukai Nathan Ryuu? Amiko bertanya-tanya. Dia baru saja menginjak kakinya kembali di Jepang setelah sangat lama hidup di Amerika, sama sekali tak paham dengan makanan Jepang masa kini.     

"Silahkan makan, jangan sungkan-sungkan." Nathan Ryuu mempersilahkan Amiko untuk segera bersantap siang dengan pesanan yang sama persis dengan milik Nathan Ryuu.     

Agak ragu, namun tak mungkin mundur lagi, maka Amiko pun menyendok mie tadi dengan sumpit dan memasukkan ke mulut. Hm, rasanya tidak menakutkan, bahkan terasa seg—ughh! Amiko hampir saja tersedak ketika mendadak saja lidahnya seperti terbakar.     

Pedas! Ini luar biasa pedas! Bagi Amiko yang lidahnya sudah terbiasa dengan makanan Amerika yang jarang memiliki hidangan pedas atau berbumbu tajam, dia sangat terkejut.     

Mendadak, wajah Amiko pun memerah dan berkeringat meski hanya suapan pertama saja. Ia melirik ke depan sana, Nathan Ryuu terlihat santai memakan mie kuah merahnya seakan tidak ada apa-apa.     

Apakah lidah pria itu dari baja sehingga mie sepedas neraka itu tidak memberikan efek apapun pada Onodera itu? Amiko bertanya-tanya. Dia hendak menyingkirkan mangkuknya, namun urung. Dia sendiri yang menginginkan menu sama dengan Nathan Ryuu, kalau dia menolak mie itu, bukankah memalukan di hadapan Nathan Ryuu?     

Maka dari itu, meski sangat amat tersiksa dan peluh serta air mata bercucuran keluar dari wajahnya, Amiko terus berjuang menelan mie nerakanya, sampai dia tak perduli lagi bedak ataupun lipstiknya sudah luntur kacau, otaknya hanya berisi rasa pedas dari mie sialan itu.     

Melihat Amiko sepertinya kesulitan dengan makanannya, Nathan Ryuu bertanya, "Kau baik-baik saja? Apakah kau tak suka mie itu?"     

Amiko menarik tisu di dekatnya dan dia gunakan untuk terus membuang ingus serta air matanya. "A-aku … aku baik-baik saja, sruuttt! Ohh, maafkan aku, sruuttt!" Ia sambil membuang semua ingus di tisu. "Ini … apa nama hidangan ini?" Bibirnya seperti sudah menebal sekian sentimeter.     

"Kau tidak tahu ini? Ini adalah mie pedas Korea." Nathan Ryuu memberikan jawaban disertai senyuman iblisnya meski terlihat bagai senyum tampan di mata Amiko. "Mie ini sangat populer di dunia dan banyak dijadikan tantangan oleh anak muda di dunia. Aku saja kenal dari teman baikku."     

Amiko melongo. Mie pedas apa tadi? Kenapa dia tidak pernah mendengar mengenai ini? Apakah dia salah pergaulan? Salah circle? Lingkungan teman dia hanya makan burger, steak mahal, escargot, caviar, dan minum wine. Apa pula mie pedas ini!     

"O-ohh, rupanya demikian. Ha ha … ha ha … ini … ini memang berbeda dengan kuliner Amerika pada umumnya." Amiko merasakan otaknya jadi hampa gara-gara rasa pedas yang menguasai seluruh lidah. Keringat mulai bercucuran dari kepala, meleleh hingga ke dahi dan samping pipi, belum lagi ingus yang terus ingin mengalir deras, juga air mata. Terkutuk dengan pencipta hidangan ini!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.