Inevitable Fate [Indonesia]

Mengapa Tidak Menikah Saja?



Mengapa Tidak Menikah Saja?

0"Bu, apa kau tak ingin beli baju bagus? Bu, kau tak lihat Bu Atsuo yang anaknya kerap membelikan dia baju dan tas-tas bagus? Ibu bisa loh tampil seperti Bu Atsuo. Minta uang lebih ke Runa untuk memperbaiki penampilan Ibu!" Tomoda pun pergi begitu dia selesai mengucapkan kalimat itu.     
0

Bu Sayuki berpikir dan merenungkan apa yang baru saja diucapkan putra sulungnya.     

Benar juga, Bu Atsuo, salah satu tetangga mereka, selama beberapa bulan ini penampilannya mulai berubah. Tetangganya itu mulai tampil modis meski sudah paruh baya. Bahkan sudah memiliki mobil.     

Konon, karena itu pemberian dari salah satu putra mereka yang masih lajang yang cukup berhasil hidupnya di Osaka. Oleh sebab itu, Bu Atsuo yang seorang janda dan hidup bertiga dengan 2 anak terakhirnya, kini terlihat bagaikan orang kaya baru di daerah tempat tinggal Bu Sayuki.     

Sementara itu, Bu Sayuki setiap bulannya diberi 500 ribu yen oleh Runa yang biasanya habis untuk makan enak dan kadang diminta Tomoda beberapa ratus ribu yen untuk lelaki itu pergi bersenang-senang.     

Tomoda selalu saja menggunakan alasan tangannya yang cacat sebagai tameng untuk bisa mencari kesenangan dan hiburan. Hal itulah yang susah ditolak oleh Bu Sayuki.     

Makanya, dia tidak bisa sepenuhnya menyalahkan putranya ketika Tomoda tiba-tiba sudah memiliki motor mahal terparkir di rumah mereka.     

Ketika Bu Sayuki diberitahu bahwa harga motor itu hampir mencapai 2 juta yen (sekitar 249 juta rupiah), dia hampir membunuh Tomoda karena saking kesalnya.     

Namun, dengan pintarnya, Tomoda malah membujuk sang ibu untuk ikut membeli mobil seharga nyaris 2 juta yen juga dengan alasan mumpung orang yang memberikan pinjaman adalah orang baik.     

Tidak disangka, biaya untuk mengurus surat ini dan itu serta pajak kendaraan cukup mencekik sehingga akhirnya 5 juta yen lebih pun menjadi harga yang harus dibayar.     

Setelah seminggu berikutnya, renternir mulai menagih uang mereka ke Bu Sayuki dan Tomoda. Saat itu, Bu Sayuki meminta keringanan membayar bulanan dulu dan menyerahkan 500 ribu yen sebagai pembayaran awal.     

Renternir setuju, namun minggu berikutnya, mereka mulai menagih lagi dengan berbagai alasan dan mulai memberikan terror pada Bu Sayuki. Ketika renternir hendak mengambil motor dan mobil yang sudah dibeli Bu Sayuki serta Tomoda, keduanya tidak rela berpisah dengan hal bagus yang baru kali ini bisa mereka miliki.     

Oleh karena bujukan Tomoda, ia menyuruh ibunya untuk meminta pada Runa. Tomoda meyakinkan sang ibu bahwa pasti Runa bisa membantu mereka keluar dari kemelut terror renternir.     

Tak memiliki pilihan lain, Bu Sayuki pun menghubungi Runa. Ia sibuk meminta pengertian pada Runa terkait kakaknya yang butuh penghiburan atas cacat di tangannya. Dan juga, Bu Sayuki meminta pengertian putrinya pula mengenai mobil yang dibeli agar Bu Sayuki bisa merasakan hiburan ketika berjalan-jalan.     

"Runa, Ibu ini sudah tua dan sudah seharusnya hidup tentram. Apa salahnya Ibu memiliki mobil untuk jalan-jalan meski hanya di kota sekitar sini saja. Kau anak Ibu paling sayang dan pengertian pada Ibu, kan? Ibu yakin kau tak ingin melihat Ibu menua dalam penderitaan akibat sakit punggung karena pekerjaan seumur hidup Ibu." Demikian Bu Sayuki meluncurkan rayuannya.     

Runa luluh dan akhirnya bersedia mencarikan uang 5 juta yen itu. Hingga akhirnya dia mendapatkan bantuan dari Zuko.     

-0-0—00—0-0-     

Ketika suatu hari berikutnya Bu Sayuki menghubungi Runa, gadis itu agak enggan berbicara pada sang ibu, karena dia tahu pasti ibunya hendak mengatakan mengenai keinginan lainnya.     

Yah, di situlah terkadang Runa sedih. Sang ibu hanya menghubungi dia ketika meminta sesuatu. Kapan ibunya menghubungi dia hanya untuk menanyakan kabar? Tidak pernah! Selalu hanya sekitar sesuatu yang diinginkan sang ibu.     

"Runa sayank, bagaimana kabarmu?" tanya Bu Sayuki. Awalnya, Runa senang dengan pertanyaan semacam ini. Namun, setelah Runa menjawab kabarnya baik-baik saja, akan disambung Beliau dengan, "Runa, kau tahu kan Ibu ini sudah tua …." Dan di ujungnya akan ada sebuah permintaan.     

"Bu, apakah 500 ribu yen itu masih kurang untuk Ibu?" tanya Runa dengan gemas.     

"Sayank, bukannya Ibu merasa itu kurang, tapi kebutuhan akhir-akhir ini tentunya meningkat. Apalagi, Ibu juga harus berbenah penampilan. Ibu ini seumur hidup hanya bekerja di lapak dagangan, belum pernah menikmati kehidupan nyaman sebagai seorang perempuan. Ibu tak punya baju bagus atau pun tas bagus, sepatu bagus, bahkan tak punya perhiasan! Hghh … apakah Ibu nantinya mati hanya dengan penampilan seperti pedagang lusuh saja, Nak?"     

Runa terdiam. Dia menatap dirinya sendiri. Dia selama ini bisa beli pakaian bagus dan juga mampu membeli berbagai fashion mahal yang dulu hanya dalam angan-angan saja.     

Ia sedikit banyak bisa mengerti perasaan sang ibu. Seumur hidup Beliau, ibu hanya berkutat pada dagangannya saja di pasar jajan. Bahkan sehari-harinya, sang ibu hanya berbau ayam atau darah ayam.     

"Baiklah. Aku akan beri tambahan 200 ribu yen (sekitar 24 juta rupiah) lagi untuk ibu beli pakaian bagus. Kuharap itu cukup, karena gajiku di sini setengah lebih aku berikan ke Ibu. Kalau Ibu tidak pandai mengatur uang di sana, aku bisa-bisa jatuh miskin di sini, Bu. Aku ini lajang, Bu. Aku belum punya suami, maka aku mohon Ibu bisa paham dengan kondisiku."     

Mendengar putrinya berkata mengenai lajang, Bu Sayuki bertanya, "Sayank, apa kau di sana tak punya pacar?"     

"Hghh, untuk apa Ibu bertanya mengenai itu?" Runa sedikit kesal.     

"Ibu tidak bermaksud apa-apa, sayank. Ibu hanya ingin anak Ibu di sana ada yang menjaga, ada yang menyayangi mewakili Ibu yang jauh di sini." Bu Sayuki memberikan alasan.     

"Kalau mengenai itu, tenang saja, Bu. Aku memang punya kekasih dan dia sayang sekali padaku." Runa menjawab cukup ketus. Kenapa ibunya mendadak ingin tahu kehidupan pribadinya?     

"Ahh! Kau sudah punya pacar!" Bu Sayuki terpekik di seberang. "Ara … putri kesayangan Ibu sudah punya pacar! Apakah dia baik padamu? Apakah dia sayang padamu?"     

"Bukankah sudah aku katakan tadi bahwa dia sayang sekali padaku." Runa masih ketus. "Terlebih lagi, agar Ibu ketahui, saking sayangnya dia padaku, dia sampai rela membayar hutang Ibu kemarin!" Ia sampai membuka mengenai ini saking kesalnya dengan sang ibu.     

Mata Bu Sayuki di seberang sana melotot kaget. "Dia … pacarmu yang membayar hutang Ibu? Kau tidak bercanda, kan Nak?"     

"Untuk apa aku bercanda, Bu? Bahkan aku merasa sangat tak enak hati karena itu!" dengus Runa.     

"Ibu lega dan ikut bahagia jika ada pria baik di sana yang menyayangimu, Nak! Sungguh! Kapan-kapan, bawalah dia ke Ibu di sini agar Ibu bisa lebih leluasa memberikan restu kepada kalian."     

"Yah, kalau aku punya waktu nanti." Runa masih dengan suara kesalnya.     

"Kalian, kenapa kalian tidak menikah saja?" usul Bu Sayuki.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.