Inevitable Fate [Indonesia]

Tak Usah Repot-Repot Berusaha



Tak Usah Repot-Repot Berusaha

0Video cover dance Reiko yang sudah di-upload sehari lalu, menuai banyak pujian dan komentar positif dari para warganet di berbagai media sosial.     
0

"Wah, Rei-chan, lihat … videomu sudah banyak sekali ditonton!" Tami menunjukkan kanal Yutub Synthesa dengan mata berbinar senang.     

"Ohh, benarkah? Aku malah belum memeriksa semuanya." Reiko yang baru saja tiba di dorm, lekas menatap layar ponsel Tami. "Wah, tidak sia-sia perjuanganku berburu kostum bagus dan merekam ulang, yah!"     

Aoi mendekat. "Coba sini lihat?" Ia mengambil ponsel Tami dan melihat apa yang ada di sana. Lalu, dia berkomentar, "Wuah! Aku jadi ingin membuat video seperti ini juga! Yosh! Berjuang!"     

"Apa kau yakin kau bisa?" celetuk Rurika yang baru datang, menaruh tas di atas meja.     

Pandangan Aoi menyala mendengar ucapan Rurika, jawabnya, "Tentu saja bisa! Lihat saja nanti! Aku justru pesimis kau bisa seperti ini." Dia menggoyangkan ponsel Tami yang masih menampilkan cover dance Reiko.     

"Siapa bilang tak bisa? Kau lihat dan jangan sampai pingsan karena malu dan iri nanti, yah!" Rurika menyeringai dengan bola mata mengerling jenaka.     

"Oke! Ayo kita berlomba siapa yang paling banyak mendapat viewers dan jumlah like!" Aoi mengepalkan tangan sambil mata juga berbinar mengerling jenaka.     

Rurika mengangguk menerima tantangan tersebut. Ini bukan adegan pertengkaran kedua gadis itu seperti biasanya, namun justru ini sebuah keakraban gaya mereka.     

Reiko dan Tami menyaksikan tingkah Aoi dan Rurika, lalu berpandangan dan terkikik geli sekaligus lega bahwa kedua orang yang biasanya saling mencakar secara verbal itu kini bisa akur meski dengan gaya yang unik, frenemi … friend-enemy.     

Kemudian, muncul Yuka dari dalam kamar mandi selesai berganti baju untuk latihan menari sebentar lagi. "Kalian sudah siap untuk pemotretan nanti?"     

"Tentu saja siap! Kenapa tidak? Bahkan sekarang pun, siap-siap saja!" Aoi mengalungkan lengan pada leher Yuka.     

"Kalian sudah hadir semuanya?" Tiba-tiba, Maida sudah berada di ambang pintu kamar dorm para gadis itu. Semua mata langsung tertuju padanya. Dia pun melanjutkan perkataan, "Nanti setelah kalian selesai latihan dance, kalian silahkan mengadakan Vidlive, sapa penggemar kalian, lakukan apapun terserah, tapi jaga sikap seperti biasanya, mengerti?"     

"Mengerti, Maida-san!" Anggota Synthesa hampir serempak menjawab Maida.     

"Bagus. Lekas ke ruang latihan." Lalu, Maida pun balik badan dan pergi.     

"Kira-kira apa yang akan kita jadikan topik obrolan di Vidlive nanti, yah?" Aoi bertanya-tanya sambil menepuk-nepuk dagu menggunakan telunjuk.     

"Bagaimana kalau kita tanya ke penggemar mengenai konsep debut kita? Biarkan mereka menebak!" usul Reiko.     

"Ha! Benar! Itu topik yang jenius!" Mata Aoi berbinar akan usul dari Reiko.     

"Lalu, kalau ada tebakan yang benar, bagaimana?" Rurika bertanya ke Reiko.     

"Hm, jangan tunjukkan ekspresi kita mengenai itu benar di Vidlive. Cukup senyum saja akan semua jawaban dan tambah sedikit komentar." Reiko mengedipkan satu matanya.     

"Benar! Jangan sampai ekspresi kita mengungkapkan semuanya!" Tami menimpali sebelum mereka tiba di ruang latihan.     

Mereka pun berlatih dance seperti biasanya. Ada satu hal berbeda, yaitu sudah satu bulan ini, Ronan tidak ikut melatih mereka. Hanya ada pelatih dance utama saja, Mio.     

"Apakah hari ini kira-kira Ronan-san akan datang? Dia sudah sebulan ini tidak melatih kita, ya kan?" Aoi bertanya-tanya sambil menatap semua rekan Synthesa bergantian.     

"Entah. Aku tak begitu yakin dia tetap di sini melatih kita." Tami menggelengkan kepala.     

Sementara itu, Rurika diam menundukkan kepala. Reiko melirik gadis itu, dia paham kira-kira apa yang sedang dibatin oleh Rurika.     

Ronin sudah satu bulan tidak datang melatih Synthesa bersama Mio. Mungkin anggota Synthesa lainnya tak ada yang tahu dengan pasti mengenai alasan ketidakhadiran Ronin, namun Rurika tahu.     

.     

.     

Di tempat lain, sore itu, Nathan Ryuu menerima telepon dari Tuan Hanji. "Onodera-san, apakah kau ada waktu untuk makan bersamaku nanti malam?"     

"Wah, Hanji-san, sungguh suatu hal langka ketika Anda mengajakku makan malam? Ada apa gerangan?" Nathan Ryuu menyelipkan kekehannya ketika menyahut ajakan Tuan Hanji.     

"Tidak ada apa-apa. Hanya rasanya ingin melewatkan malam sebentar bersamamu, Onodera-san. Mumpung aku sudah kembali ke Jepang, karena besoknya aku sudah akan terbang ke Beijing." Tuan Hanji memberikan alasan klise.     

Namun, tentu saja Nathan Ryuu tidak bodoh mengira itu hanya sebuah makan malam biasa bersama Tuan Hanji. Tidak. Pasti akan ada tindakan dari Tuan Hanji yang melibatkan putrinya.     

Maka, Nathan Ryuu memberikan sedikit sindiran pada Tuan Hanji, dia berkata, "Apakah nanti Hanji-san tidak sakit perut?"     

Di seberang sana, Tuan Hanji seakan digetok palu pada jantungnya ketika mendengar sindiran Nathan Ryuu. Ia seolah mata-mata yang ketahuan. Ia cukup gugup menjawab, "O-ohh, aha ha ha, itu … ano … tidak, um, rasanya aku akan baik-baik saja, Onodera-san. Bagaimana? Kau mau, kan?"     

"Coba nanti aku lihat dulu jadwalku." Nathan Ryuu menyahut. "Bukan maksudku untuk kurang ajar dan sombong, Hanji-san, tapi memang kadang di malam hari pun aku memiliki kesibukan tersendiri."     

"Ya, ya, aku paham itu. Mana mungkin pengusaha besar semacam kau tidak memiliki kesibukan ketat setiap harinya." Demikian cara Tuan Hanji berusaha menahan kekesalannya.     

"Yah, begitulah. Hn, kalau begitu, nanti akan aku kabari lagi bisa atau tidaknya aku memenuhi undanganmu, Hanji-san." Nathan Ryuu tidak ingin menjanjikan apapun.     

"Baiklah, Onodera-san. Yah, pandanglah bahwa kita ini rekan bisnis sudah cukup lama." Seperti ini ucapan akhir dari Tuan Hanji sebelum menutup sambungan teleponnya.     

Mata Nathan Ryuu berbinar dengan senyum seringainya muncul di wajah tampan dia, bergumam, "Haa … ingin mencoba membawa-bawa mengenai kongsi dagang kita, hm? Fu fu fu … menarik."     

.     

.     

Malam harinya, Tuan Hanji beserta istri dan putrinya sudah duduk tenang di salah satu ruang pribadi sebuah restoran mewah di Tokyo. Namun, sebenarnya ada yang gelisah di kursinya. Itu adalah Amiko.     

Gadis lulusan universitas Amerika, kebanggaan ayahnya itu beberapa kali melirik dirinya sendiri, memeriksa dandanannya. Terkadang dia menyalakan ponsel mode cermin sekedar mengecek apakah bedaknya luntur, apakah lipstick merahnya masih sempurna menempel di bibir.     

"Ahh, Onodera-san!" Tuan Hanji bangkit dari duduknya. Meski dia sebenarnya lebih tua dari Nathan Ryuu, namun karena perusahaan dia kalah besar dengan SortBank, maka dia hanya bisa bersikap seperti junior di hadapan Nathan Ryuu.     

Istri dan putri Tuan Hanji pun ikut berdiri dari kursi mereka, menyapa Nathan Ryuu.     

Nathan Ryuu membalas sapaan mereka dengan sopan dan melirik Amiko. Gaun gadis itu terlalu minim dan cukup provokatif. Apakah hendak merayu dirinya menggunakan tubuh ramping berbalut gaun minim itu? Pria Onodera itu terkekeh dalam hatinya. 'Aku memiliki yang lebih seksi dan menggiurkan di rumahku, Nona, tak usah repot-repot berusaha,' bisik hatinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.