Inevitable Fate [Indonesia]

Hutang Bu Sayuki



Hutang Bu Sayuki

0Ketika Runa dan Zuko sedang bersantai menonton televisi di ruang tengah usai makan malam di larut malam itu, Runa mendadak menangis terisak ketika dia membicarakan ibunya.     
0

Zuko yang terkejut, segera menanyakan apa yang membuat Runa menangis.     

Awalnya, Runa enggan menyebutkan alasannya. Namun karena Zuko terus mendesaknya, gadis itu pun mengatakan semua yang menjadi sebab dia menangis, bahwa ibunya terlilit hutang ke renternir dan tak bisa membayarnya.     

Dengan cepat, Zuko berkata bahwa dia akan membayar hutang ibunya Runa, Bu Sayuki.     

Mendengar itu, Runa melongo. "Z-Zu-nii … Zu-nii … kau …."     

"Ya! Biarkan aku yang membayar hutang ibumu, sayank!" Zuko mengangguk dengan mantap dan tegas. Meskipun dia sudah mengetahui seperti apa Bu Sayuki karena pernah bertemu di lapak dagangannya waktu dulu, namun itu tetaplah ibu dari kekasihnya.     

"Ta-tapi, Zu-nii … ini … ini bukan nominal yang sedikit. Aku … aku tak tega Zu-nii yang menanggungnya, hiks! Sudahlah, biar aku saja yang menutup hutang ibu, meski aku tak tahu harus memakan waktu berapa lama untuk itu. Aku ingin menjadi anak yang berbakti." Runa mengelap air mata dengan tangannya, wajahnya begitu sedih.     

"Jangan! Jangan kau yang menanggung semuanya, sayank! Aku! Biar aku saja, oke!" Zuko bersikeras.     

"Tapi, Zu-nii … akan canggung jika sampai Zu-nii yang membayarnya," tolak Runa.     

"Canggung apa, sih? Memangnya kau sudah lupa kita ini apa, hm? Kau ini pacarku, sayank. Aku berhak ikut dalam masalahmu juga, mengerti?"     

"Tapi, Zu-nii, aku ini hanya pacar saja. Mana bisa hutang ibuku malah dibayar oleh pacarku?"     

"Hee? Memangnya akan ada yang melarang mengenai itu, huh?"     

"A-aku tidak tahu, Zu-nii, yah siapa tahu nanti jika orang lain mengetahuinya, aku akan dihujat dan Zu-nii akan disalahkan."     

"Siapa yang berani berbuat begitu pada pacarku! Apa orang itu sudah bosan bernapas di bumi?!"     

Runa tertunduk sambil masih terisak.     

Tepp!     

Zuko menepuk ringan bahu Runa sambil dongakkan dagu gadis itu agar mata mereka bisa saling bertaut dalam sebuah pandangan. "Sayank, Runa-ku sayank, tolong ijinkan aku bertindak seperti lelakimu yang pantas. Ijinkan aku memperlihatkan seberapa besar aku mencintaimu."     

Mata basah Runa kian basah saat dia berseru sambil menyebut nama Zuko. "Zu-nii! Zu-nii! Hu hu huuu … aku tak tahu apa yang bisa aku lakukan untuk membalas kebaikanmu, Zu-nii!" Ia sambil memeluk erat kekasihnya.     

Zuko menepuk-nepuk pelan punggung Runa, membiarkan gadis itu menangis di pelukannya sebelum dia menjauhkan tubuh mereka agar bisa menatap wajah sang kekasih. Tangannya menepis sisa lelehan air mata Runa sambil berkata, "Jadilah wanitaku selamanya, maka itu sudah cukup sebagai balasan darimu."     

Runa menatap mata kekasihnya, lalu dengan mata berkaca-kaca, Runa pun mengangguk tegas. "Umh! Aku pasti akan menjadi wanita Zu-nii selamanya! Pasti!"     

Dan setelah itu, Runa berterima kasih dengan caranya di tempat tidur. Zuko dibuat melayang ke langit kesembilan sebelum tergeletak tidur karena saking lelahnya.     

-0-0—00—0-0-     

Pada pagi harinya pun, Runa mengambil inisiatif terlebih dahulu untuk memanjakan batang jantan Zuko saat lelaki itu masih lelap hingga Zuko pun mulai membuka mata dan terkejut.     

"Ru-Runa sayank! Kenapa kau sudah—mmghh … enak sekali, sayank …." Zuko mulai terhanyut akan permainan mulut Runa yang piawai pada batang jantannya yang sudah mulai menggembung tegang.     

"Urrmfhh … mmffhh …." Runa tersenyum sambil tidak melepaskan batang jantan Zuko dari mulutnya yang sedang giat-giatnya memberikan pemanjaan maksimal.     

Tapi, mendadak saja Zuko teringat, "E-ehh! Ta-tapi sayank! Itu … itu kan belum sempat aku bersihkan tadi malam! Sayank, itu masih kotor! Jangan! Itu kotor dan bau, nanti kamu—"     

"Tidak masalah, Zu-nii …." Runa melepaskan batang tegang tersebut dari mulutnya untuk menjawab Zuko. "Aku tidak merasa ini kotor atau bau, kok! Karena ini milik Zu-nii …." Lalu, Runa kembali bekerja giat di sana, hingga akhirnya, benda tegang itu pun menyemburkan cairan hangatnya yang ditelan Runa dengan susah payah.     

Melihat adegan itu lagi oleh Runa, Zuko melongo. Hanya sangat sedikit wanita yang bersedia menelan cairan sp3rma lelaki patner bercintanya. Itu menandakan wanita tersebut sangat mencintai dan menerima si lelaki. Demikian kata Tante Ai yang diingat Zuko.     

Karenanya, Zuko pun merasakan rasa cinta memuncak pada Runa. Dia belum sempat membalikkan tubuh Runa ketika gadis itu terlebih dahulu menunggangi selangkangannya ketika batang jantan dia masih tegak menantang gravitasi.     

Dari bawah, Zuko mengamati Runa yang bergoyang erotis di atasnya, sungguh sebuah pemandangan sangat indah bagi lelaki. Yah, banyak lelaki yang menyukai posisi Woman On Top dikarenakan mereka bisa bebas menatap tubuh pasangannya dan juga ayunan payudara wanitanya saat bergoyang sensual.     

Tak tahan, Zuko meraih Runa dan merundukkan gadis itu sambil dia menghentakkan pinggulnya kuat-kuat dari bawah hingga terdengar suara erangan keras Runa di telinganya saat mereka berpelukan dalam posisi demikian.     

Dalam kurun waktu satu jam berikutnya, semua sudah diakhiri dan mereka berendam bersama di bak mandi dengan Runa duduk membelakangi Zuko di dalam air dan lelaki itu memeluk pinggangnya.     

"Zu-nii, aku sungguh minta maaf mengenai semalam."     

"Yang mana, sayank?"     

"Itu … um … hal memalukan itu."     

"Yang mana, sih? Hal memalukan yang mana?"     

"Um … hutang ibuku."     

"Ohh … kupikir apa, ternyata itu! Sayank, itu bukan hal memalukan! Apalagi ibumu berhutang juga terpaksa, kan? Karena berkaitan dengan dagangan, kan?"     

"Um, iya, Zu-nii. Tapi tetap saja aku malu karena merepotkan Zu-nii."     

"Sudah, sudah, tidak apa-apa. Jangan jadikan itu pengganggu pikiranmu. Nah, berapa hutang ibumu?"     

"Zu-nii, aku malu mengatakannya." Runa menoleh ke belakang, menyatukan tatapan dengan Zuko.     

"Kenapa harus malu? Ayo, katakan padaku kalau kau mempercayaiku." Zuko mencubit hidung kekasihnya.     

"U-um … itu … um … etto … 5 juta yen (sekitar 625 juta rupiah)." Lalu Runa kembalikan pandangannya ke depan sambil tertunduk.     

Zuko nyaris tersedak salivanya. Apa? Berapa tadi? 5 juta yen? Astaga, sebanyak itu rupanya! Tapi … dia tidak mungkin menjilat ludah yang sudah ia keluarkan, bukan? Akan sangat memalukan!     

Mengetahui keheningan di belakangnya, Runa tahu pasti Zuko terkejut bukan main mengenai besarnya hutang ibu dia. Ia lekas berbalik lagi untuk menatap Zuko dengan pandangan menyesal, "Zu-nii! Jika ini terlalu banyak, Zu-nii tidak perlu terlibat! Aku akan pikirkan cara sendiri mengenai ini! Zu-nii tak perlu khawatir!"     

"A-apa yang kau bicarakan, sih sayank? Tentu saja aku punya uang sejumlah itu. Kenapa? Apa kau kira aku tak punya uang 5 juta yen?" Zuko menjawab dengan kekehan tawa di wajahnya.     

Runa melongo. Lelaki ini rupanya mempunyai uang sejumlah itu! Ternyata menjadi asisten Nathan Ryuu memang bukan hal sia-sia.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.