Inevitable Fate [Indonesia]

Memulai Dominasi, Saatnya Beraksi!



Memulai Dominasi, Saatnya Beraksi!

0Get ready .. eodideun mamkkeot naraganeun geoya .. haneul wiye saecheoreom .. Cause I'm feeling good     
0

((bersiaplah .. kita kan terbang kapanpun kita ingin .. bagai burung di angkasa .. karna aku merasa okei!))     

- Get Ready by Ha Sungwoon - OST. Twilight Zone -     

=========     

Zuko benar-benar lugu dan menganggap semua ucapan dari Ai sebagai hal yang benar dan patut diyakini.     

-0-0—00—0-0-     

Berlanjut ke 3 hari berikutnya, Zuko sudah mulai percaya diri. Sikap dan ekspresi wajahnya sudah mulai terlihat penuh keyakinan dan tidak lagi memiliki tatapan lelaki lugu.     

Ini malah membuat Itachi kesal. "Bisakah kau buang dulu wajah sok tampanmu itu jauh-jauh dari ruanganku?"     

"Tsk, Itachi-san, kenapa kau malah kesal? Aku saja tidak kesal setiap melihat kau sok keren dengan dinginmu itu." Balasan dari Zuko lebih berani.     

"Kau tidak kesal karena kau sadar diri kau tidak keren." Ternyata Itachi masih bisa membalas lebih berani dan ditambah kejam pula. Ia tidak menatap Zuko dan tetap memfokuskan matanya ke dokumen di depannya.     

"Itachi-san, kenapa kau begitu galak? Kau ini persis wanita tua yang tidak pernah mendapatkan s3ks dengan memuaskan!" Zuko belum menyerah dan ingin mengimbangi kekejaman Itachi dalam berdebat.     

"Urusan aku puas akan s3ks-ku atau tidak, itu sama sekali bukan hal yang perlu kau ketahui. Jadi, lebih baik kau keluar dari ruanganku ini saja jika ingin mengacau." Itachi sekarang mendongakkan kepalanya untuk menatap Zuko yang duduk santai di sofa ruangannya, menghadap ke meja Runa.     

"Hee? Aku tidak mengacau, Itachi-san! Aku sedang tidak ada pekerjaan saat ini, Itachi-san. Maka dari itu, tolong biarkan aku tetap di sini agar hatiku bahagia." Zuko berkata dan diakhiri dengan senyuman lebar dia sebelum melirik cepat ke Runa.     

Itachi segera meraih ponselnya dan menelepon sang bos. "Maaf, permisi, Tuan, apakah Tuan tidak membutuhkan Zuko saat ini?"     

Mendengar Itachi ternyata menelepon sang bos, wajahnya mendadak panik. "I-Itachi-san!"     

Di seberang sana, Nathan Ryuu menjawab, "Ohh, tadi dia berkata hendak menengok ibunya yang sedang berada di Tokyo. Maka dari itu aku membebaskan dia cuti kerja hari ini."     

Segera, setelah mendengar jawaban Nathan Ryuu, mata Itachi langsung menghujam tajam ke Zuko yang bertingkah panik di sofa. "Ohh! Dia sedang menengok ibunya yang berada di Tokyo, Tuan?"     

"Ya, benar. Kenapa, Itachi?" tanya balik dari Nathan Ryuu.     

"Sepertinya ibu Zuko berada di ruangan saya, Tuan, karena sejak tadi dia terus berada di sini seperti lumut pengganggu saja." Ucapan Itachi ini malah direspon gelak tawa oleh Nathan Ryuu.     

Sang Onodera itu pun menyahut, "Ha ha ha! Ya sudah kalau memang ibunya berada di kantormu. Biarkan saja hari ini dia menjadi lumut di sana, Itachi."     

"Hmhh … baiklah jika memang Tuan berkata begitu." Itachi tak ada pilihan lain karena si bos sudah berkata demikian.     

"Selamat berjuang di sana, Itachi." Lalu Nathan Ryuu pun menyudahi telepon sambil terkekeh geli. Mana mungkin dia tidak tahu apa motif utama Zuko berada di ruangan Itachi seharian? Maka dari itu, dia sebagai pendukung hubungan Zuko dan Runa pun membiarkan saja, meski sudah tahu bahwa Zuko berbohong mengenai alasan ibunya sedang di Tokyo.     

.     

.     

Pada petang harinya, Runa berjalan ke sebuah arah yang cukup sepi dan kemudian masuk ke sebuah mobil. "Apakah sudah menunggu lama, Zu-nii?"     

"Tidak, sayank. Ini tidak terasa lama bagiku. Asalkan bisa bertemu denganmu, selama apapun menunggu, itu layak." Zuko menatap penuh cinta ke Runa sambil mengamati gadisnya memakai sabuk pengaman. "Kita makan malam dulu, yah!"     

"Umh! Baiklah!" Runa mengangguk sembari tersenyum.     

Mobilpun mulai meluncur berbaur dengan kendaraan lain di jalanan.     

Di hati Runa, dia agak heran dengan perubahan kekasihnya beberapa hari ini. Dia merasa, sepertinya sang kekasih mulai agak genit, pandai merayu, dan sudah bisa menunjukkan afeksi secara romantis, tidak seperti awal ketika mereka berhubungan.     

Yah, mungkin memang sekarang Zuko sudah lebih nyaman dalam hubungan ini sehingga sikapnya mulai lebih berani. Runa mencoba berpikir positif saja.     

Sedangkan di pihak Zuko, dia puas ketika dia berhasil melontarkan rayuan dengan sikap penuh percaya diri, dia merasa dirinya begitu keren dan menjelma menjadi pejantan tangguh.     

Ini semua berkat bimbingan dari Tante Ai yang sudah beberapa hari ini menjadi mentornya. Dengan begini, Zuko semakin percaya dengan ilmu cinta dari si tante.     

Usai makan malam romantis di sebuah restoran mahal pilihan Zuko agar Runa semakin terkesan padanya, Zuko pun mengantarkan Runa ke apato gadis itu.     

Tidak seperti sebelum-sebelumnya, kali ini Zuko duluan yang meraih Runa untuk diberi ciuman. Tidak sekedar menempelkan dua pasang bilah kenyal itu saja tapi kini dia sudah bisa melumat dengan seduktif.     

Ini juga yang membuat Runa agak bertanya-tanya akan perubahan Zuko di bidang satu ini. Tapi, sekali lagi, Runa berbaik sangka dan mengira mungkin Zuko telah belajar banyak dari cara mereka berciuman selama ini.     

Tangan Zuko mulai merayap di leher dan berlanjut ke tengkuk Runa agar dia bisa memperdalam cumbuan mereka.     

Lalu, sambil dia mencumbu Runa, Zuko berkata pelan nyaris berbisik, "Sayank, bisakah kita melanjutkan ini di dalam sana?"     

Mata Runa melebar. Kekasihnya sudah tidak canggung lagi! Bahkan berani meminta hal lebih sekedar mengantar hingga depan unit apato!     

Tak menolak, Runa pun memutar kenop pintu karena tadi sudah memasukkan password-nya. Tubuh keduanya mulai masuk perlahan dengan masih saling melumat bibir satu sama lain.     

Klik! Pintu pun tertutup dan secara otomatis terkunci.     

Zuko senang. Ternyata permintaan dia tadi tidak ditolak oleh Runa, bahkan mereka masih tetap berciuman hingga masuk ke apato. Ini sesuai dengan teori dari Tante Ai, untuk melihat respon dari pasangan, apakah terlihat menolak atau langsung menyetujui ketika Zuko meminta sesuatu.     

Cumbuan lekat dan panas pun semakin terasa membara begitu mereka terus berjalan tanpa memisahkan bibir mereka yang menempel ketat saling memagut ganas.     

Langkah pun berhenti ketika kaki belakang Runa sudah terhalang pinggiran sofa ruang tengah. Zuko memang sengaja membimbing kekasihnya ke arah itu.     

Kata Tante Ai, jangan langsung main dorong ke kamar dulu. Coba yang lebih halus dengan di sofa. Apabila di sofa sudah aman dan sukses, bisa dilanjutkan di kamar.     

Baiklah, sesuai dengan kata si mentor, Zuko pun patuh melaksanakannya. Dan ini ternyata berhasil! Runa bisa direbahkan di sofa sambil Zuko terus memagut bibir Runa yang seperti candu baginya.     

Ciuman Runa memang tidak seganas ciuman Tante Ai, tapi Zuko jauh lebih memilih bibir Runa ketimbang bibir si tante.     

"Zu-Zu-nii …." Runa tak percaya dirinya sudah rebah di sofa. Bagaimana bisa? Dia terlalu lena dengan cumbuan Zuko? Lelaki itu kini sudah bermetamorfosis sebagai Jamet Bond?     

"Kenapa, sayank? Apa kau tak suka?" Mereka menyudahi cumbuan dan saling tatap. Pancaran mata Zuko merengkuh visual Runa, memberikan aura dominasi seperti yang diajarkan Tante Ai.     

Runa terpana dengan tatapan penuh percaya diri kekasihnya. "Aku … aku bukannya tidak menyukai ini … aku—"     

"Sshh … percaya saja padaku, yah Runa sayank …." Tangan Zuko mengelus pipi Runa dan merunduk agar bisa menyatukan cumbuan mereka lagi.     

Saatnya beraksi!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.