Inevitable Fate [Indonesia]

Menanti Lampu Hijau [21+]



Menanti Lampu Hijau [21+]

0buranhago nasseon .. hamoniye hyangyeon .. jeukheungjeogige urin out of control     
0

((tekanan dan ikatan ini .. perayaan harmonisasi .. secara spontan, kita kehilangan kendali))     

- Get Ready by Ha Sungwoon - OST. Twilight Zone -     

=========     

"Sshh … percaya saja padaku, yah Runa sayank …." Tangan Zuko mengelus pipi Runa dan merunduk agar bisa menyatukan cumbuan mereka lagi.     

Saatnya beraksi!     

Runa benar-benar tak menyangka akan perubahan Zuko, tapi dia bukannya tak suka dengan itu, dia malah bisa lebih santai sekarang. Maka dari itu, dia tidak ingin menahan diri lagi. Dia belitkan dua lengannya pada leher Zuko saat mereka kembali berciuman.     

Bahkan, entah bagaimana ceritanya hingga mereka berdua sudah saling melepaskan mantel masing-masing dan kini malahan Runa mendongakkan kepala agar Zuko bisa mencumbui lehernya sambil dia menggeliat kecil di bawah dominasi tubuh Zuko di sofa.     

"Runa … kau cantik sekali …." bisik Zuko sambil tangannya merayap ke samping dada Runa.     

Dipuji cantik, wanita mana yang tidak suka? Terlebih, Shingo tidak pernah mengatakan ini ketika mereka sedang berhubungan intim. Bahkan ketika tidak pun, Shingo sama sekali tidak berucap demikian manisnya!     

Terbuai akan pujian Zuko, Runa melenguh lirih sambil membusungkan dadanya, seolah memberikan sinyal pada Zuko.     

Tante Ai sudah memberi nasehat, bahwa jika perempuan sudah mulai membusungkan dada ketika dicumbu, besar kemungkinan dia menginginkan lebih, ingin sentuhan lebih di bidang yang baru dibusungkan. Coba saja!     

Karena Zuko ingin membuktikan kata-kata Tante Ai, maka tangan Zuko secara perlahan merayap ke dada Runa, tidak lagi berada di tepinya saja.     

"Annghhh … mmhhh … Zu-nii …." Runa malah mendesah demikian.     

Baiklah, sepertinya ini memang kode lampu hijau dari Runa untuk ke tahap berikutnya. Tangan si lelaki pun meremas dada Runa yang memang tidak sebesar milik Tante Ai. Dada Runa sangat biasa ukurannya dan hampir ke rata, tapi itu tidak membawa masalah untuk Zuko. Dia cinta Runa segalanya, apalagi hanya sekedar urusan dada, itu sungguh diterima Zuko apa adanya.     

Ketika dadanya diremas perlahan dan lembut, Runa sebagai wanita normal tentu saja melenguh sambil memejamkan mata, menikmati remasan itu.     

Pun ketika tangan Zuko mulai menyusup masuk dari bawah kaos dan mengelus di balik kaos tersebut, lenguhan Runa semakin kentara dan lantunan nama Zuko semakin diperdengarkan.     

Ini memacu semangat Zuko. Ternyata satu demi satu teori dari Tante Ai sungguh akurat. Yah, dia patut mengidolakan si tante sebagai mentor hebat. Tidak sia-sia dia membuang banyak uang.     

Tangan Zuko semakin bergerak nakal dan menggaruk pelan dengan ujung jarinya pada bra tipis Runa.     

"A-aanhhh … Zu-nii … Zu-nii … mmghh …." Runa menatap sayu ke Zuko.     

Kata Tante Ai, jika perempuan disentuh pada daerah khusus dan dia bersuara manja sambil memberikan tatapan syahdu, maka bisa jadi itu merupakan daerah peka yang membuat perempuan itu suka sentuhan di sana alias erogenous-nya. Kemungkinan besar, erogenous Runa berada di payudaranya dan itu memang sangat wajar bagi wanita manapun memiliki erogenous di sana.     

Secara perlahan, Zuko menaikkan kaos Runa sambil bertanya, "Sayank, apakah kau sudah menyalakan pemanas ruangan di sini?" Ia tentu tahu apato ini lengkap fasilitasnya meski tidak luas. Yah, mana mungkin tidak jika ini bekas apato Reiko, istri si pemilik SortBank.     

Runa mengangguk. "Sudah menyala secara otomatis jika ada yang masuk ke ruangan ini, Zu-nii." Ia berbisik sambil saling bertatapan. Tangan Zuko masih meremas di payudara yang masih tertutup bra biru langit.     

"Baguslah." Zuko pun melepas kaos Runa tanpa gadis itu memprotesnya. Ini sebuah sinyal hijau yang bagus yang dia harapkan dari Runa.     

Yah, tentunya dia sah saja mendapatkan ini dari pacarnya sendiri, kan? Apalagi Runa juga tidak menolak.     

Kini, kaos sudah dilempar entah ke mana, perhatian Zuko hanya tertuju pada dua gundukan kecil yang tertutupi kain warna biru langit. "Cantik." Lagi-lagi, Zuko mengeluarkan kata pujiannya.     

"Apanya yang cantik, Zu-nii? Bra-nya?" tanya Runa, sedikit menggoda.     

Zuko terkekeh. "Bra-nya cantik, tapi aku yakin di balik bra biru ini, akan ada yang lebih cantik melebihi si bra." Sekali lagi, Zuko merasa sungguh keren setelah berhasil mengeluarkan rayuan seperti itu. Yah, terima kasih pada tante!     

Pipi Runa langsung memerah mendengar pujian dari Zuko. Ia memalingkan pandangan sembari tersipu. "Zu-nii sekarang pintar merayu."     

"He he … karena Runa sayank yang memicu aku bisa merayu." Lihat, bahkan Zuko sudah tidak canggung lagi. Tangannya meremas sebentar bukit-bukit kecil itu sebelum benda biru di sana disibak. "Benar, kan … yang ini jauh lebih cantik daripada si biru ini." Mata Zuko terpaku pada payudara telanjang Runa.     

"Zu-nii, kau nakal." Runa tersipu sambil menepuk pelan lengan Zuko.     

"He he … maaf, tak bisa aku tahan jika melihat dirimu, sayank." Zuko tak sia-sia belajar pada Tante Ai, selain sikap canggungnya berkurang, dia juga sudah pandai merayu dan memuji bagaikan Casanova. "Boleh aku menikmati seperti apa cantiknya ini?" Ujung telunjuknya mengelus pucuk tegang payudara Runa.     

"E-emmghh … i-iya, boleh Zu-nii …." Kini malah Runa yang gugup setelah Zuko tidak lagi canggung. Mungkin karena dia selama ini tidak pernah diperlakukan semanis ini oleh Shingo. Dia jadi gugup namun terbuai senang. "Aanghh! Ummffhh!" Ia memekik pelan ketika pucuk dadanya dipulas lidah Zuko sebelum akhirnya dipenjara pada mulutnya yang menghisap-hisap di sana.     

"Kenapa? Sakit?" Zuko menghentikan aksinya pada pucuk payudara itu dan menatap wajah Runa yang merah padam.     

Kepala Runa langsung menggeleng lemah, dengan mata sayu, ia menjawab, "Tidak, Zu-nii, sama sekali tidak sakit. Maaf mengagetkanmu. Aku … aku senang … tolong lakukan lagi, Zu-nii … itu … enak … ummffhh …." Ia menggigit jarinya sendiri untuk menahan suaranya.     

Melihat sikap imut Runa yang seperti itu, bara libido di tubuh Zuko kian berkobar. Ia kembali memerangkap payudara Runa kanan dan kiri bergantian menggunakan mulutnya dan melakukan hisapan juga pulasan seduktif di sana.     

Tentu saja erangan Runa sudah berhamburan ketika itu terjadi. Zuko pun semakin yakin bahwa itu adalah erogenous milik Runa.     

Baiklah, dia sudah menemukan satu titik erogenous dengan pasti. Maka, dia harus mencari titik lainnya. Mungkin sesuai arahan Tante Ai saja.     

Kini, tangan kiri Zuko meremas salah satu payudara Runa, sedangkan tangan kanannya menjelajah turun ke paha Runa dan mengelus di sana.     

"Haanghh … aanghhh …." Desahan Runa kian terdengar keras. Elusan tangan Zuko yang pelan namun terasa nyaman ternyata sangat nikmat. Meski Runa masih memakai stoking, namun tidak menyurutkan sensasi enaknya.     

Tangan Zuko semakin berani dan masuk menyusup ke balik rok panjang Runa hingga berhasil mengelus sampai ke pangkal paha. Namun, Zuko masih bertahan di sana sembari menunggu respon dari Runa, apakah lampu hijau atau bukan.     

"Zu-nii … Zu-nii … mmgghh …." Runa menggeliat menaik-turunkan pantatnya.     

Itukah lampu hijaunya?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.