Inevitable Fate [Indonesia]

Pelajaran Dari Ai-nee [21+]



Pelajaran Dari Ai-nee [21+]

0Touch touch touch touch body .. deo deo deo deo weonhae Oh can you bring me? ((sentuh, sentuh, sentuh, sentuh tubuh .. aku ingin lebih, oh bisakah kau memberikanku itu?))     
0

- Touch by SoRi ft. Basick -     

===========     

Akhirnya, demi menyelamatkan harga diri lelakinya dan juga untuk memberikan kepuasan nan kebahagiaan pada Runa di tempat tidur, Zuko pun secara nekat mendatangi tempat yang ada di iklan yang dia lihat di situs dewasa.     

Di sana, dia merasa risih namun ini sudah kepalang tanggung. No turning back! Tak mungkin dia berbalik lagi.     

Maka, karena gadis yang dia pilih ternyata sedang 'melatih' orang lain, Zuko pun menerima rekomendasi dari nyonya pemilik tempat itu.     

Tidak disangka-sangka, wanita yang direkomendasikan oleh pemilik tempat itu merupakan golongan MILF atau wanita dewasa (katakan saja, emak-emak, fufufuu! —red. author) yang masih terlihat menggiurkan untuk disetubuhi.     

Zuko hampir saja melonjak terkejut dan mengira dia dibohongi atau dijebak pemilik tempat itu, tapi setelah memikirkan ulang, dia pun setuju dengan wanita sangat matang itu.     

"Ha-halo, Nyonya." Zuko berdiri dan melakukan ojigi untuk menghormati wanita itu.     

"Nyonya? Ara ara … jangan panggil nyonya, ahh! Aku tidak setua itu, kan?" Suara wanita itu penuh dengan aroma rayuan dan manja. Ia mendekat ke Zuko. "Panggil aku nee-san. Atau anee-san juga boleh." Ia bisa melihat bahwa Zuko tentu lelaki berusia di bawah dia.     

Nee-san, nee-chan, anesan, aneki (pengucapan 'e' seperti pada 'enak') … bisa diartikan panggilan untuk kakak perempuan atau mbak kalau di Indonesia.     

"Nee-san." Akhirnya, Zuko memilih salah satu panggilan dari yang menurut dia pantas. "Namaku Zuko." Ia sembari duduk kembali di sofanya.     

"Zuko-kun, boleh aku panggil begitu?" tanya si nee-san sembari duduk di samping Zuko.     

"Bo-boleh!" Zuko melirik wanita di sebelahnya.     

"Namaku Ai, kau boleh memanggilku Ai-nee." Wanita itu melirik genit ke Zuko.     

"Y-ya, Ai-nee." Zuko mengangguk gugup.     

"Zuko-kun, apakah kau belum pernah menyentuh wanita sebelum ini? Maksudku … menyentuh yang intim dan spesial."     

"Hee? Ahh, be-belum, Ai-nee."     

"Hm, sudah aku duga. Kau begitu manis dan menggiurkan."     

"Haik?"     

"Ohh, maksudku, kau lelaki yang baik, Zuko-kun. Nah, apakah menurutmu aku cantik?" Ai mendekat lebih ketat ke Zuko.     

Zuko tak mungkin bergeser, kan? Dia masih dalam sesi pelatihan! Dan ini pasti salah satu metodenya. "Ya, ya, Ai-nee cantik." Zuko berusaha mengurangi kegugupannya. Ayolah, dia sedang bersama dengan sang guru.     

"Ne, Zuko-kun, aku akan mengajarimu menjadi seorang lelaki sejati." Ai berbisik di dekat wajah Zuko.     

"Haik! Terima kasih, Ai-nee. Aku memang berharap bisa menjadi lelaki sejati yang bisa memuaskan pasanganku nanti." Zuko mengangguk tegas.     

"Bagus! Aku sungguh menyukai semangatmu itu, Zuko-kun. Maka dari itu, biarkan nee-san ini yang akan membimbingmu ke arah sana."     

"Haik!"     

"Pertama-tama, Zuko-kun apakah kau sudah pernah menyentuh payudara wanita?"     

"He? Um, be-belum pernah, Ai-nee." Zuko menggeleng beberapa kali karena itu memang yang sejujurnya yang dia sanggup katakan. Memalukan memang di usia sebesar ini belum pernah memegang dada wanita.     

"Zuko-kun, menjadi lelaki sejati itu berkaitan dengan mental dewasa, tidak hanya tubuh saja yang dewasa, mengerti?" Jemari lentik berkuku panjang warna merah itu menelusuri dada Zuko yang masih berkemeja.     

"Haik! Mengerti, Ai-nee." Zuko merasa panas dingin dengan geliat jemari Ai di dadanya. Ada rasa geli dan juga nyaman.     

"Kau harus menjadi pemimpin, sekalipun itu di atas tempat tidur juga. Berikan aura dominasimu kepada pasanganmu ketika kalian mulai bergerak intim. Taklukkan dia dengan tatapanmu. Ayo, Zuko-kun, coba tatap aku dengan tajam namun bukan mengancam, hanya mendominasi." Tangan Ai menolehkan wajah Zuko ke arahnya.     

Zuko patuh dan berusaha melakukan seperti yang dikatakan Ai. Ia memandang mata Ai dalam-dalam.     

"Kurang, Zuko-kun. Kau kurang mendominasi. Ayo, tatap lebih serius lagi. Lagi, sedikit lagi, yah, begitu! Iya, seperti itu! Kalau kau mempelajari terus tatapan seperti itu, maka para wanita akan berlutut di kakimu mengharap kau membawa mereka ke ranjang. Hi hi hi!" Ai mengelus pipi Zuko secara perlahan.     

"Baik, Ai-nee. Aku akan ingat itu dan mulai melatih tatapanku."     

"Belajar di depan cermin dan bayangkan dirimu adalah pejantan tangguh yang akan menguasai dunia atau kalau kau memiliki aktor pria favoritmu, bayangkan kamu adalah dia ketika beraksi, lalu dapatkan feel itu. Aku yakin tak akan perlu waktu lama bagimu untuk menguasai tatapan mendominasi itu, Zuko-kun."     

"Umh! Akan aku ingat, Ai-nee."     

"Nah … karena kau belum pernah menyentuh dada wanita, sekarang … sentuhlah dadaku, Zuko-kun." Ai menyodorkan dada penuh dia ke Zuko.     

Mata Zuko menatap gundukan provokatif itu sambil jakunnya naik dan turun tanpa disadari. Beranikah dia?     

"Ayo, Zuko-kun, kau bilang aku cantik, kan? Apa kau berpikir dadaku ini buruk? Kau tak menganggap ini cantik?" Suara manja nan merajuk Ai melantun dengan manis ke Zuko.     

"Te-tentu saja da-dada Ai-nee sangat cantik. Begitu cantik hingga aku takut menyentuhnya."     

"Arara … Zuko-kun sungguh manis sekali hingga aku ingin mengulummu seluruhnya, hi hi hi! Ayo, coba sentuh saja di sini, aku takkan marah." Tangan Ai mengambil tangan Zuko dan menaruhnya di belahan dadanya. "Nah, apakah kau sudah merasakan ini, katakan padaku, Zuko-kun, apa yang kau rasakan, katakan, bagaimana tekstur dadaku?"     

Zuko awalnya canggung dan gugup ketika tangannya dibawa ke dada Ai yang masih terbungkus gaun tipis menerawang. Dia berkata, "Ini … ini rasanya … empuk, Ai-nee."     

"Kau suka? Terasa nyamankah untuk tanganmu?"     

"I-iya, Ai-nee. Nyaman. Suka." Zuko seperti dihipnotis saja dan mengatakan apa yang dikatakan Ai.     

"Remas lebih banyak lagi di sana, Zuko-kun," pinta Ai dengan suara merayu manja. Zuko pun melakukannya. Lelaki itu meremas-remas dada Ai. "Gunakan tangan satunya juga, Zuko-kun." Lagi-lagi, dia memberikan instruksi yang dipatuhi Zuko. "Aanhh … iya, iya begitu, Zuko-kun … mmhh, enak sekali rasanya. Apa kau juga merasa enak?"     

"I-iya, Ai-nee. Terasa enak, kenyal, empuk, kencang." Zuko memburaikan apa saja yang ada di kepalanya saat ini.     

"Sekarang, turunkan gaun atasku atau kau bisa menyibak di bagian dada itu, Zuko-kun."     

Zuko menelan saliva-nya sambil matanya terus tertuju pada dada bulat itu. Ia masih meremas di sana dan perlahan, jarinya mulai menyibak kelepak gaun tipis itu ke samping hingga akhirnya dia bisa melihat keseluruhan bentuk dari dada Ai.     

"Kau suka payudaraku, Zuko-kun?" tanya Ai dengan nada genit sambil tangannya mengelus dada Zuko.     

"Su-suka. Suka, Ai-nee." Zuko bagaikan anak ayam yang mengikuti saja apa perintah induknya.     

"Kalau memang kau menyukainya, Zuko-kun bisa menghisap pucuknya dengan mulutmu yang pastinya hangat. Ayo, Zuko-kun, lakukan itu untukku." Tangan Ai mulai merambat ke kepala Zuko dan ke tengkuk sehingga dia bisa secara pelan-pelan menarik kepala Zuko menuju ke dadanya.     

Zuko merunduk dan dia sedikit ragu. Dia baru saja menyentuh payudara wanita dan kini bahkan dia akan memasukkan ujung payudara itu ke mulutnya! Sungguh sebuah langkah besar baginya!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.