Inevitable Fate [Indonesia]

Debut Perdana Dalam Percintaan



Debut Perdana Dalam Percintaan

0It's my first love .. What I dreaming of .. When I go to bed .. When I lay my head upon my pillow .. Don't know what to do     
0

(ini adalah cinta pertamaku .. yang aku impikan .. ketika aku pergi tidur .. ketika aku baringkan kepalaku di bantal .. tak tahu harus berbuat apa)     

- First Love by Nikka Costa -     

===========     

Ternyata, Itachi sudah mempersiapkan agen mata-mata dia sebelum keluar dari ruangannya bersama Akeno, yaitu kamera mini pengintai yang dia tanamkan di dinding tanpa bisa terlihat jelas oleh orang yang tidak awas pandangannya.     

Dari kamera yang bisa digerakkan 180 derajat dari ponselnya, Itachi melihat Zuko sedang mencium Runa dan sayang sekali, itu adalah sebuah ciuman yang kaku dan aneh.     

Melihat sikap gugup Zuko pada Runa, Itachi mendecih dan berkata, "Dasar amatir bodoh." Dia mengomentari Zuko yang memang masih sangat hijau mengenai percintaan dan hubungan asmara.     

Akeno menoleh lagi ke arah kekasihnya, sekedar ingin tahu, sebenarnya apa dan siapa yang sedang diejek sebagai amatir bodoh itu.     

Sayang sekali, ketika mata Akeno hendak mencuri pandang ke layar ponsel Itachi, lelaki itu sudah mematikan layar tersebut dan menyimpan ponselnya kembali ke saku jas kerjanya.     

"Ayo kembali ke ruangan." Itachi bangkit berdiri dari kursinya dan berjalan diikuti Akeno. Orang yang melihat mereka pasti tidak akan menyangka bahwa dua orang itu memiliki malam-malam penuh bara ketika di atas tempat tidur.     

Yah, Itachi memang berhasil mempertahankan sikap profesional dia dalam suasana pekerjaan di kantor.     

Zuko sudah selesai mencium Runa meski sebenarnya yang 'bekerja' lebih banyak dalam kegiatan itu adalah Runa. Sikap luwes Runa dalam berciuman beberapa saat lalu membuat Zuko merasa makin tak percaya diri. Dia merasa insecure akan dirinya sendiri.     

Tapi, dia tidak ingin terlalu menampakkan kegelisahan dia ini pada Runa. Ia tersenyum dengan canggung ketika mereka saling melepaskan pagutan bibir mereka.     

"No—umh, aku panggil Runa, boleh?" tanya Zuko sambil menindas kegugupannya. Rasanya tidak keren jika lelaki malah gugup usai mencium seorang gadis.     

"Tentu saja boleh, Pak. Ehh, rasanya aku juga tak mungkin memanggilmu seperti itu, kan? Hi hi!" Runa terkikik geli sendiri. "Um, aku memanggil apa, yah?"     

"A-apa saja asalkan jangan terdengar formil." Zuko menggaruk belakang kepalanya untuk melampiaskan kegugupannya.     

"Zu-nii, bagaimana?" Runa memberikan saran. Zu dari penggalan nama Zuko, dan 'nii' dari kata nii-san atau nii-chan yang berarti kakak. Kadang gadis di Jepang memanggil orang yang dia suka dengan nii-chan atau onii-chan meski tidak ada hubungan keluarga, tapi kesannya akrab, dekat dan imut.     

Ini sama seperti panggilan 'bang' atau 'mas' pada beberapa kebiasaan di Indonesia, yang biasanya panggilan itu ditujukan dari perempuan ke lelaki ketika mereka memanggil lelaki terdekat dengannya, apalagi dengan suara manja.     

Juga sama dengan perempuan di Korea yang memanggil 'oppa' pada lelaki untuk menunjukkan kedekatan hubungan yang dimiliki.     

"Zu-nii?" Zuko mengulang saran yang diucapkan Runa. Dia pun meringis senang. "Itu bagus. Aku suka!" Ia memang menyukainya. Itu merupakan panggilan spesial dari Runa, mana mungkin dia tak menyukai?     

Karena saking bahagianya telah berhasil dengan sukses menjadikan Runa kekasihnya secara resmi dan bahkan juga mencium dengan status yang lebih jelas, Zuko mengulurkan dua tangannya meraih kepala Runa.     

Gadis itu kaget sebentar tapi kemudian tersenyum melihat tindakan gugup Zuko. Ia memejamkan matanya ketika Zuko mendekatkan wajah ke dia.     

Cupp!     

Ternyata Zuko mengecup keningnya. Padahal Runa mengira lelaki itu sedang menyasar bibirnya lagi. Tapi, tak apalah.     

"He he … katanya kalau kita sangat menyayangi seseorang, kening adalah area yang diberikan kecupan." Zuko masih memegangi kepala Runa.     

"Aku percaya Zu-nii menyayangiku." Runa menyahut dengan senyum manis pada wajahnya, membuat Zuko jadi tak tahan dan kembali dorong bibirnya ke kening Runa.     

Cupp!     

Cklaakk!     

Itachi dan Akeno masuk ke ruangan itu. Tentu saja ini menyebabkan Zuko lekas melepas tangkupan dua tangan di kepala Runa dan agar mendorong kepala gadis itu.     

Runa terdorong ke belakang satu langkah, untung saja tidak sampai terjengkang.     

"Sedang apa kalian, hm?" Mata Itachi menatap penuh selidik pada Zuko dan beralih ke Runa.     

"I-itu tadi … tadi ada debu di mata Nona Runa! Makanya aku membantu dia membersihkan matanya." Zuko mencomot begitu saja alasan klasik tersebut.     

Itachi semakin mengejek di batinnya. "Ohh, mata Nona Runa berdebu, yah?" Suara bernada sarkas mengalun. "Kuharap Nona Runa tidak lupa bahwa di lemari cabinet ruangan ini ada kotak P3K dan di dalamnya bahkan ada obat tetes mata."     

Runa segera tersadar mengenai itu dan merasa mati kutu. Apakah dia akan mendapatkan hukuman karena berbuat tak pantas di kantor? "Ma-maafkan saya, Pak! Saya lupa itu!"     

"Hei, Itachi-san! Kenapa kau terlalu ketat seperti legging baru dari toko, huh? Merupakan hal sangat wajar dan normal jika melupakan sesuatu, kan? Apalagi itu semacam sesuatu yang tersimpan lama di dalam lemari. Bahkan, apakah kau yakin obat tetes mata itu masih aman dipakai? Bagaimana jika obat itu sudah masuk masa kadaluwarsanya? Apakah kau ingin mata Nona Runa celaka hanya karena sikap ketat ala leggingmu itu, huh?" Zuko panjang lebar membela Runa yang kini sudah menjadi kekasihnya. Yah, sudah kewajiban pacar untuk saling membela, kan?     

"Hei, Zuko, kenapa kau begitu berisik seperti mainan robot murahan yang baru dibeli dari toko, huh? Aku hanya mengingatkan mengenai obat tetes mata di kotak P3K." Itachi selalu saja memiliki balasan setimpal untuk ocehan Zuko.     

Ini membuat Zuko mati kutu tak bisa lagi membalas balik. Ia hanya bisa memasang wajah kesal ke Itachi. "Kau … kau memang payah, Itachi-san!"     

"Ya, maka dari itu, kau yang tidak payah sebaiknya pergi dari sini dan jangan ganggu bawahan-bawahanku yang ingin bekerja untuk berdedikasi di perusahaan ini." Itachi duduk di kursi kebesarannya sambil menyalakan komputernya lagi.     

"A-aku masih ingin di sini!" Zuko menaikkan dagunya, bertingkah keras kepala.     

"Apakah kau bangga dengan sikap kekanakanmu itu?" Itachi menyipitkan matanya ke Zuko.     

Zuko gugup dan melirik ke Runa yang sudah kembali ke mejanya sendiri. Dia melihat Runa memberi kode padanya dengan menggelengkan kepala agar Zuko tidak lagi berdebat.     

Melihat Runa yang sudah begitu, Zuko pun menghela napas dan berkata, "Baiklah, baiklah, aku akan pergi sekarang." Ia tak ingin mengecewakan Runa dan melirik ke arah gadis itu lagi sambil memberikan senyum terbaiknya.     

.     

.     

Zuko bersikeras ingin menjemput Runa sepulang kerja. Mumpung si bos sedang bersantai sendiri di penthouse sejak pagi, maka dia memiliki banyak waktu untuk Runa.     

"Kenapa aku harus memarkir mobil sejauh ini dari kantor?" tanya Zuko pada Runa ketika gadis itu sudah masuk ke mobilnya.     

"Zu-nii, tentu akan kacau jika sampai ketahuan, kan? Hubungan sesama rekan di kantor itu kan terlarang. Maka dari itu, aku tidak ingin Zu-nii dan aku juga terkena masalah."     

"Ohh, benar juga."     

"Apalagi kita ini kan kekasih baru, jangan langsung kena masalah, setuju?"     

"He he, apapun katamu, Runa. Nah, bisakah kita makan malam dulu sebelum ke apatomu?"     

"Tidak buruk. Ayo!"     

Zuko meluncurkan mobil dengan wajah riang. Dia bersemangat akan hubungan asmara perdana dia ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.