Inevitable Fate [Indonesia]

Memelukmu Saat Kau Merintih



Memelukmu Saat Kau Merintih

0Don't worry, we alright .. seoroye ongireul jeonhaejweoyo .. Touch by touch ((jangan khawatir, kita baik-baik saja .. mari berbagi kehangatan kita satu sama lain .. sentuhan demi sentuhan))     
0

- Touch By Touch by GreatGuys -     

==========     

Ketika tiba saatnya momen yang paling membuat Zuko gugup sekaligus berdebar penuh antisipasi, yaitu ketika Runa akan membersihkan selangkangan dia beserta benda khusus di sana, Zuko beberapa kali menelan ludah hingga membuat jakunnya bergerak naik dan turun.     

Saat handuk lembap itu mulai mengusap dan kemudian mengoleskan sabun di sana, di tempat khusus milik Zuko, tanpa bisa dicegah siapapun, bahkan dewa sekalipun, benda jantan itu secara mendadak menegang dan keras menggembung.     

Runa terkejut melihatnya. Zuko lebih terkejut lagi. "A-ahh! Jangan dilihat! A-ano … ini … ini …." Lelaki itu lekas merenggut handuk yang tadi berada di sebelah tubuhnya untuk lekas digunakan menutupi batang jantan yang tak tahu diri itu.     

Apakah batang jantan itu hendak mempermalukan dirinya? Zuko mengutuk keras-keras benda berurat itu di benaknya. Dia malu luar biasa. Bisa-bisanya benda jantan itu melembung tegang dan mengeras!     

"Pak?" Runa ingin mengatakan bahwa itu tak masalah, tak perlu malu atau apapun itu.     

Tapi, Zuko lekas memotong dengan ucapan, "I-itu tadi … tadi karena udara dingin musim ini!" Ia menyeret cuaca musim dingin sebagai tameng untuk menutupi rasa malunya.     

Bagaimana bisa disaat dia sedang dalam momen krusial, benda jantan miliknya malah bereaksi keterlaluan. Mengapa benda itu sungguh berlebihan memberikan respon atas usapan sabun dari Runa? Apa benda jantan sialan itu hendak meruntuhkan harga dirinya di hadapan perempuan suci seperti Runa?     

Bagaimana jika Runa beranggapan bahwa dia lelaki mesum? Bagaimana kalau Runa sampai salah paham terhadap dia? Bukankah itu akan mematikan kesempatan dia bisa mendekati Runa dengan cara baik?     

'Sungguh benda terkutuk! Kau ingin membuatku malu sampai mati, heh? Ehh, tapi aku tak boleh mengutukmu, kan? Bagaimana pun, aku akan membutuhkan kau nanti jika memang sudah waktunya! Baiklah, kalau begitu, bisakah kau tenang di sana dan tidak lebih membuatku malu?' Zuko seakan sedang memarahi batang jantannya di hatinya.     

"Pak," sahut Runa, hendak mengatakan bahwa ini bukan pertama kali dia melihat batang jantan milik pria, namun akhirnya dia malah memberikan kalimat lain seperti, "iya, mungkin ini karena cuaca dingin. Aku dengar pria mudah tegang karena udara dingin, yah Pak."     

Mendengar bahwa Runa menyetujui alasan konyol yang dia berikan, Zuko pun tenang. "Iya, iya, benar itu! Ahh, aku sungguh minta maaf, Nona. Sungguh minta maaf mengenai hal tak mengenakkan ini."     

"Kalau begitu, bisakah aku melanjutkan, Pak?"     

"E-ehh, bo-boleh! Um, silahkan."     

Zuko tak bisa apa-apa ketika Runa mengambil handuk yang menutupi area khusus itu dan di sana, si pusaka masih saja menegang keras. Apakah benda itu tidak takut pada teguran keras Zuko di benak tadi?     

Zuko tak berani menatap Runa dan memilih memejamkan mata saja sambil tak sadar mengulum bibirnya kuat-kuat. Ia pasrah saja sekarang.     

Sementara itu, mata Runa secara bebas memandangi benda istimewa milik Zuko. Di hatinya, mendadak dia berbisik, 'Ternyata masih lebih besar milik Shin.'     

Ohh tidak, apakah ini artinya Runa belum bisa melupakan Shingo? Kenapa dia perlu membandingkan dua benda jantan itu.     

Tapi, Runa segera mengenyahkan pikiran apapun itu mengenai si benda, entah milik siapapun. Dia hanya harus lekas menyeka di sana dan menyelesaikan ini semua.     

Maka, Runa pun mengerjakannya dengan lebih cepat. "Sudah, Pak." Runa benar-benar mempercepat semuanya. Kini dia sudah menyeka dengan bersih seluruh tubuh Zuko dari atas hingga bawah.     

"O-ohh, iya, terima kasih sekali, Nona Runa. Maafkan atas ketidaknyamanan yang ta—eenghh!" Zuko tak sempat menyelesaikan ucapannya karena kini handuk bersih lain digunakan Runa untuk menyeka sisa air yang ada di kulitnya, termasuk di daerah selangkangannya.     

Usapan handuk kering di sana membuat Zuko terdiam, menahan apapun yang kini sedang dia rasakan. Itu … itu ternyata sungguh enak rasanya.     

Akibatnya, lagi-lagi dia merasakan adanya sensasi aneh dan ketika melirik ke selatan dirinya, benda kurang ajar itu sudah kembali meggembung tegang setelah sebelumnya sempat mengerut.     

"O-ohh! Sepertinya udara masih terasa dingin di sini sampai … sampai ini … ini begini …." Zuko beralasan. Dia mencari-cari remote di dekat bantalnya dan mengarahkan ke pemanas ruangan, menaikkan suhunya karena tadi sudah beralasan menggunakan udara dingin untuk menutupi terangsangnya dia.     

Runa membiarkan saja apa yang ingin diocehkan Zuko, dia hanya perlu terus menyeka dan menyeka seluruh tubuh lelaki itu hingga kering. "Pak, ayo berdiri untuk aku bantu memakai baju."     

Zuko mengangguk. "O-ohh, ya!" Dia pun bangkit dari kasur dibantu Runa. Kini batang jantannya menjadi lebih terlihat provokatif ketika dia dalam posisi berdiri. "Ma-maafkan aku, Nona!"     

"Tidak apa-apa, Pak!" Runa tersenyum sambil membiarkan Zuko berdiri sendirian di dekat kasur, sementara dia lekas pergi ke depan lemari Zuko untuk mengambil seperangkat pakaian untuk lelaki itu.     

Runa kembali ke Zuko sambil membawa satu stel piyama dan berikut juga ada celana dalam. Ia berjongkok di depan Zuko sambil memakaikan celana dalam tadi, mengabaikan benda tegang di depan wajahnya. Padahal si empunya benda tadi sudah merah hijau wajahnya.     

"Bapak sebaiknya duduk sebentar di kursi sembari aku membereskan kasur Bapak, yah!" Runa mengumpulkan semua pakaian kotor dan membawa baskom ke kamar mandi.     

"Ya." Zuko berjalan sendiri ke kursi duduk di kamarnya dan pelan-pelan henyakkan pantat di sana.     

Kemudian, Zuko memandangi Runa yang sejak tadi mondar-mandir di depannya membawa ini dan itu untuk dibawa ke kamar mandi, bahkan melepaskan seprei dan mengganti dengan yang bersih.     

Di hatinya, Zuko merasakan ini bagaikan kehidupan sebuah rumah tangga di mana suami duduk santai menunggu istrinya membereskan tempat tidur mereka.     

Ya ampun, imajiliar Zuko begitu mengalir lancar. Ia sampai malu sendiri begitu menyadarinya.     

"Sudah, Pak. Sekarang Bapak sudah bisa tidur dengan nyaman." Runa sudah selesai mengganti seprei.     

"Terima kasih atas tindakanmu, Nona. Itu sungguh … sungguh berarti bagiku." Zuko sampai harus berpikir keras agar tidak menggunakan kalimat yang kurang baik. Dia sadar bahwa dia ini lelaki yang kurang peka dan juga sering ceroboh, dia tak ingin terlihat seperti itu di depan Runa.     

"Iya, Pak, ini bukan masalah." Runa tersenyum dan mulai membantu Zuko berdiri dari kursi meski sebenarnya lelaki itu sudah bisa bangun sendiri. Lalu, dipapah ke ranjang dan direbahkan di kasur.     

Malam itu, mereka kembali merebahkan diri berdampingan seperti malam-malam sebelumnya sambil ada guling di tengahnya.     

Pada tengah malam entah jam berapa, Runa merintih di tidurnya, membuat Zuko terbangun.     

"Nona? Nona, kau baik-baik saja?" Segera, Zuko pun menyadari Runa mengalami mimpi buruk. Ia sampai menyingkirkan guling untuk membangunkan Runa.     

Namun …     

Sreett! Plukk!     

Runa bukannya bangun, malah dia memiringkan tubuh dan memeluk Zuko dari samping. Zuko pun menegang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.