Inevitable Fate [Indonesia]

Semalaman Rela Dipeluk Olehmu



Semalaman Rela Dipeluk Olehmu

0eoseo naege dagawa .. ni sumgyeol eoreobuteun .. nae maeumeul ttaseuhi gamssajweo .. pogeunhan neoye pume nal kkok anajweo ((lekas datang padaku .. napasmu secara hangat membungkus sekeliling hati dinginku .. peluk aku dalam lengan nyamanmu))     
0

- Hug Me by Momoland - OST. The Great Seducer -     

==========     

Pada saat tengah malam ketika suasana hening di kamar itu, Runa mulai merintih seakan kesakitan. Itu membangunkan Zuko yang berbaring di sebelahnya.     

Karena mendengar rintihan Runa namun gadis itu masih terpejam, Zuko segera paham bila Runa sedang mengalami mimpi buruk. Segera, Zuko pun menyingkirkan guling yang membatasi mereka, ia ingin membangunkan Runa.     

"Nona, Nona Runa, bangun, Nona." Zuko bergeser lebih dekat ke Runa untuk memudahkan dia menggoyang-goyangkan tubuh Runa. Dia menahan kontraksi di perutnya karena gerakan itu.     

Namun, bukannya Runa bangun karena guncangan pelan di tubuhnya, gadis itu justru mengubah posisi tidurnya menjadi miring ke Zuko.     

Tak hanya itu saja, Runa bahkan memeluk Zuko sambil masih terpejam dan membuat Zuko rebah langsung ke kasur dengan Runa masih memeluk dirinya dari samping.     

Zuko membeku, tubuhnya menegang. Apalagi kini Runa menggunakan Zuko bagaikan gulingnya, menaruh satu kaki di atas selangkangan lelaki itu.     

Nyaris saja Zuko berhenti bernapas ketika kaki Runa menimpa ke selangkangannya. Mereka begitu dekat, ya dewa! Mana mungkin darah Zuko tidak mengalir secara gila-gilaan mengimbangi debaran jantungnya yang kencang?     

Runa sepertinya tidak ingin berhenti memberikan 'siksaan' pada Zuko begitu saja. Dia masih menambahkan dengan mengusap-usapkan wajahnya pada lengan Zuko dan satu tangannya yang memeluk tubuh Zuko pun meremas-remas di sana. Itu ada di dada Zuko!     

Dengan kata lain, tangan Runa meremas dada Zuko, lengkap dengan pucuknya yang ikut teremas tanpa sengaja.     

Mana bisa sesuatu di selatan Zuko tidak mengembang sempurna. Otaknya bergegas memberikan fantasi-fantasi liar mengenai posisi mereka ini.     

Ketika Zuko menoleh ke Runa, wajah gadis itu terasa begitu dekat dengan wajahnya sendiri. Apakah dia bisa menyentuhnya? Kalau perlu … menciumnya juga?     

Tapi, bagaimana jika nanti itu malah membangunkan Runa? Dia tidak ingin momen seperti ini terlewatkan begitu cepat. Dia ingin seperti ini dulu meski jahitan di perutnya mulai terasa berdenyut ketika kaki Runa mulai digesek-gesekkan di sana dan betisnya menggesek selangkangan Zuko.     

Seketika, Zuko berkeringat. Apakah dia terlalu tinggi menaikkan suhu pemanas ruangan tadi?     

Menoleh lagi ke wajah Runa yang sangat dekat itu, Zuko pelan-pelan mendekatkan wajahnya sendiri ke wajah Runa. Sial! Ternyata masih belum bisa membuat bibirnya menyentuh wajah itu!     

Bagaimana jika menggunakan tangan?     

Tidak! Tidak boleh! Dia tidak boleh bertindak brengsek seperti halnya Yoji. Ya, dia tahu, Runa memang memikat dan mempesona hingga lelaki bajingan seperti Yoji pun tak ingin melewatkannya.     

Ahh, sudah! Jangan ingat lagi mengenai si bajingan itu!     

Terdapat pertentangan batin pada diri Zuko. Dia ingin menyentuh Runa, apapun itu, tapi dia tak mau menjadi Yoji lain. Terlebih, dia tak ingin Runa memergoki tindakannya dan mengakibatkan gadis itu salah paham padanya.     

Maka, yang bisa dilakukan Zuko saat ini mungkin hanya diam dan mencoba ber-cosplay menjadi batu atau guling saja agar Runa tetap begini padanya.     

-0-0—00—0-0-     

"Ermmghh …." Terdengar suara lirih Runa ketika dia mulai bangun. Gadis itu pun perlahan membuka matanya seperti biasa ketika dia sudah terbangun.     

Namun, alangkah kagetnya dia ketika membuka mata untuk mengawali hari ini, yang dia dapati bukanlah langit-langit kamar Zuko seperti biasanya, melainkan wajah si empunya kamar itu sendiri! Bahkan ia mendapati mulut menganga Zuko begitu dekat meski Zuko telentang bagai kayu.     

"Ahh!" Segera saja, Runa menjauhkan dirinya dari tubuh lelaki di sampingnya dan matanya makin membulat. Bagaimana dia bisa berakhir begitu dekat dengan Zuko? Mana si guling?     

Mata Runa lekas menemukan adanya guling di sisi lain tubuh Zuko. Ugh! Lelaki ini!     

"Ummh?" Kini, terdengar suara dari Zuko yang mulai terbangun juga setelah mendengar pekikan kaget Runa. "Ohh, Nona …." Zuko membuka matanya pelan-pelan dan mendapati wajah masam Runa.     

Dengan cepat, Zuko pun teringat akan insiden semalam dan dia lekas bangun terduduk, mengabaikan luka di perutnya. "Ja-jangan salah paham dulu, Nona! Aku mohon, Nona jangan berpikiran salah dulu mengenai ini!"     

Melihat wajah panik Zuko, Runa semakin curiga. Dia makin menunjukkan muka masamnya sambil matanya menyelidik ke Zuko.     

"Nona, semalam kau mengigau karena mungkin mimpi buruk atau entah aku tak tahu, dan aku terpaksa menyingkirkan guling untuk membangunkanmu. Tapi, kau malah memelukku dan membuatku seperti batang pisang semalaman tak berani bergerak. Aku bahkan merasa bagaikan guling bagimu." Zuko lekas memberikan ceritanya.     

"Benarkah seperti itu?" Runa masih menatap curiga.     

"Tentu saja! Aku bisa bersumpah atas nama ibuku yang galak!" Zuko malah nekat membawa ibunya pula untuk menunjukkan pada Runa bahwa dia tidak main-main dengan ucapannya.     

"Kenapa aku tidak terbangun?"     

"Ya, mana aku tahu!"     

"Haruskah gulingnya disingkirkan?"     

"Nona, aku ini sedang terluka dan jika harus membangunkanmu dengan adanya guling menghalangiku meraihmu, bukankah itu membahayakan lukaku?"     

Runa diam merenungkan ucapan Zuko. Sepertinya masuk akal juga. "Jadi, bukan Bapak yang ingin berbuat macam-macam padaku?"     

"Nona …." Zuko memberikan pandangan tak berdaya. "… jika aku ingin macam-macam padamu, bagaimana bisa? Bahkan ketika kau terbangun pun pastinya kau dalam posisi memelukku, kan?"     

Runa kembali merenungkan ucapan Zuko. Dia pun ingat, dia memang sedang dalam posisi memeluk Zuko ketika tadi dia terbangun. Karena itu yang terjadi, maka justru bisa disimpulkan bahwa dialah yang melakukan sesuatu pada lelaki itu, ya kan? Bukan sebaliknya!     

"Jadi … aku menjadikan Bapak … guling?" Runa mulai melunak dan pandangannya tidak semasam tadi.     

"Tentu saja! Aku sampai tak berani bergerak meski kakimu menindih perutku!" Zuko bercerita penuh semangat, namun dia tentu saja tidak menceritakan mengenai kaki Runa menggesek-gesek selangkangannya sampai dia berkeringat deras menahan sensasi tak terkira di selatannya yang mulai tegang.     

"Bapak … Bapak berkeringat sangat banyak, yah? Piyama Bapak menjadi lepek begitu." Runa akhirnya menyadari bahwa piyama Zuko kusut dan tampak basah.     

"Y-ya … mana mungkin aku tidak merasa gerah dan berkeringat ketika aku sedang dijadikan guling."     

"A-ahh! Maafkan aku, Pak! Aku sungguh minta maaf!" Runa menempelkan dua telapak tangan di depan wajah sambil dia menunduk tanda minta ampun. "Ohh! Apakah perut Bapak baik-baik saja?"     

Runa teringat bahwa dia dikatakan menaruh kakinya di perut Zuko semalaman. Ia segera merebahkan Zuko kembali ke kasur dan menyingkap piyama atas lelaki itu. "Uff … untung saja ini tidak kenapa-kenapa. Sepertinya luka di sini sudah mulai menutup dengan baik, Pak." Ia pun menutup kembali piyama atas Zuko dan tersenyum lega.     

"Um, yah! Untung saja ini bukan hari pertama aku pulang dari rumah sakit." Zuko tersenyum juga.     

"Aku sungguh minta maaf, Pak!"     

"Ti-tidak masalah!"     

"Bapak sudah berkeringat sepanjang malam gara-gara aku. Ayo, aku mandikan Bapak sebelum perawat datang."     

Mandi lagi! Oh dewa … betapa menyenangkannya hidup ini bagi Zuko!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.