Inevitable Fate [Indonesia]

Menurunkan Celana Dalam



Menurunkan Celana Dalam

0Ketika Zuko dan Runa berada di dalam satu selimut sambil menonton film di ruang tengah, Zuko berusaha ingin menyentuh tangan Runa. Namun, sepertinya itu hal yang sangat sulit. Tangan Runa sepertinya berada jauh entah di mana.     
0

Zuko pun diam dan kembali tenang, namun … ketika dia melirik ke samping, dia melihat Runa mulai terkantuk-kantuk.     

Hingga, akhirnya kepala Runa pun menempel di bahunya, dan gadis itu tertidur. Luar biasa kebat-kebit hati Zuko menerima adegan itu. Ketika dia hendak menggapai tangan Runa, gadis itu justru menjatuhkan kepalanya di bahu dia.     

Ingin memanggil Runa, tapi Zuko khawatir jika Runa dipanggil, gadis itu akan terbangun dan kepala itu akan berpindah dari bahunya.     

Maka dari itu, alangkah tepatnya jika dia tak usah memanggil saja, ya kan? Sekali ini, Zuko ingin sedikit egois dan mungkin sedikit … nakal?     

Mengabaikan film di depan sana, Zuko malah sibuk menatap wajah Runa di bahunya. Dari visual Zuko saat ini, garis wajah Runa begitu mempesona. Halus, manis. Hidungnya tidak menjulang tinggi, hanya mancung biasa saja, dan bulu matanya tidak panjang, cukup biasa, tapi Zuko menyukainya.     

Lalu, sapuan mata Zuko tiba di bagian bibir Runa. Bibir itu tidak tipis dan tidak tebal namun terlihat menggiurkan. Rasanya pasti akan menyenangkan ketika dicium, ya kan?     

Bibir itu berwarna merah muda. Apakah Runa memakai pemerah bibir ataupun lipgloss? Sepertinya tidak. Jadi, warna merah muda itu rupanya warna alami bibir Runa? Alangkah indahnya!     

Jakun Zuko naik dan turun tanpa bisa ditahan ketika dia membayangkan dia bisa menyesap bibir itu. Pastinya kenyal dan nikmat. Ahh, ini memang salah dia jika selama ini dia belum pernah menyentuh wanita, apalagi berpacaran.     

Sejak remaja, dia hanya bermain dengan teman-teman lelaki saja dan tidak terlalu menggubris teman wanitanya. Lagipula, dia bukan lelaki populer di sekolahnya. Tak heran jika tak ada wanita yang mendekati dia.     

Ahh, dia juga dulu tidak perduli apakah ada wanita yang menyukai dia atau tidak.     

Namun, sekarang, sejak dia bertemu dengan Runa, mendadak saja Zuko menginginkan cinta, bahkan lebih! Dia ingin lebih!     

Hm, apakah hal semacam ini yang hinggap di otak Yoji hingga lelaki itu tak bisa menahan diri dan memperkosa Runa?     

Mengingat Yoji, ada amarah membara di benak Zuko. Runa tidak pantas diperlakukan demikian bejat! Runa pantas diperlakukan dengan manis. Dan ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak pernah memaksa Runa seperti halnya yang dilakukan Yoji.     

Ya, dia memang terpikat dengan Runa, namun dia tak ingin menjadi monster menjijikkan seperti Yoji. Dia akan mendekati Runa dan meminta hati Runa dengan cara yang baik dan pantas.     

Tapi sebelum itu, bukankah dia harus terlebih dahulu menyatakan perasaannya ke gadis itu? Dan dia belum memiliki nyali untuk hal tersebut.     

Hghh! Zuko mengeluh di hatinya. Andaikan saja dia tidak gugup dan bisa dengan mudah mengungkapkan rasa sukanya ke Runa, pasti dia tidak akan merasa gamang seperti sekarang ini.     

Ya ampun, Runa, kau memang gadis yang manis dan menarik, sungguh membuatku tergetar … Zuko menyeru di batinnya.     

Dhuaarrr!!!     

Zuko terkejut ketika suara film mendadak saja heboh karena memang itu film action dan ada adegan peledakan.     

Sontak saja, gerakan terkejut Zuko pun dirasakan Runa. Gadis itu terbangun.     

Grepp!     

Hati Zuko nyaris meledak sendiri ketika tangannya secara mendadak digenggam oleh orang di sampingnya. Tangannya digenggam Runa.     

"Umh! Aku … aku ketiduran, yah?" Runa terlihat linglung tanpa sadar bahwa dia meremas tangan Zuko. Kepalanya segera ditegakkan lagi. Lalu, ketika dia sadar tangan siapa yang dia genggam, dia pun melepaskannya. "Ma-maaf, aku terkejut. Aku … aku biasanya meraih sesuatu ketika kaget saat bangun tidur." Runa menjelaskan.     

"Ti-tidak apa-apa, Nona. Aku minta maaf karena mengagetkanmu." Dalam hati Zuko, dia justru berharap genggaman tadi terjadi lagi, dia takkan keberatan!     

"Ohh, sudah jam berapa ini?" Runa mencari jam di dinding dan menemukan ini sudah terlalu sore. "Aku harus memasak untuk makan malam." Dia mulai menyingkirkan tepian selimut.     

"A-ahh! Tidak perlu, Nona! Tak usah memasak! Kita bisa memesan delivery saja!" Zuko belum ingin kedekatan ini usai.     

"Tak apa, Pak. Jika Bapak ingin memesan makanan secara delivery, silahkan saja, tapi aku ingin membuat minuman hangat. Cuaca hari ini sungguh dingin." Runa benar-benar menyibak selimut dan keluar dari sana, membuat Zuko menatap kecewa.     

Namun, Zuko masih mensyukuri yang tadi terjadi. Setidaknya, dia bisa merasakan kepala Runa di bahunya dan menatap gadis itu sepuasnya dan juga bisa merasakan genggaman tangan Runa pula.     

Pada malam usai santap bersama menggunakan makanan yang diantar, Zuko masih di sofa ruang tengah, sedangkan Runa membereskan bekas makan mereka.     

Selesai itu, Runa bertanya ke Zuko, "Apakah Bapak ingin langsung ke kamar tidur?"     

"Um, sepertinya aku ingin mandi. Apakah bisa, yah? Tadi pagi, perawat berkata aku sudah bisa mandi meski harus tetap hati-hati karena ini belum seminggu." Zuko mengulang ucapan perawatnya.     

"Apakah Bapak mau aku mandikan pakai waslap?" tanya Runa.     

Wajah Zuko segera saja melongo. Dimandikan? Oleh Runa? Mamamia! Bukankah itu bagus?! Sungguh bagus!     

"A-apakah itu … itu tidak merepotkan Nona?" Secara mendadak, Zuko berubah menjadi ingin dimanja segalanya oleh Runa. Yah, apa salahnya menggunakan kesempatan baik begini? Ketika nanti dia sudah sembuh total, Runa akan pergi dari sini, ya kan?     

Maka dari itu, mumpung dia belum sembuh.     

Runa menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Tidak merepotkan, Pak. Aku sudah berjanji untuk mengurus dan merawat Bapak, kan? Apalagi tangan kanan Bapak belum sembuh."     

"O-ohh, he he, iya juga, sih!" Zuko mengangkat tangan kanannya yang diperban. Dia belum berani menggerakkan telapak tangannya apalagi untuk menggenggam sesuatu.     

Maka, Runa pun mulai mempersiapkan hal-hal untuk memandikan Zuko menggunakan handuk kecil. Pertama-tama, dia merebahkan Zuko terlebih dahulu di ranjang. Jika nantinya seprei basah, Runa bisa menggantinya dengan yang bersih usai memandikan Zuko.     

Betapa hati Zuko berlompatan riang sambil dia rebah dan menunggu Runa. Dia bisa bebas bermanja pada gadis itu.     

Runa sudah membawa baskom berisi air hangat dan baskom lain pula. Diletakkannya kedua baskom di bawah. "Aku buka pakaian Bapak, yah! Permisi."     

"I-iya!" Zuko makin berdebar-debar. Dia akan disentuh dan dielus oleh Runa, walau menggunakan handuk kecil, tak apa, pokoknya disentuh!     

Ketika tiba saatnya celana dalam Zuko dilucuti, Runa memalingkan sedikit pandangan ke arah lain. Selama ini, dia hanya pernah melihat batang jantan milik Shingo saja. Ia tetap gugup ketika harus melihat milik pria lain.     

"Mu-mungkin tak usah saja, yah!" Zuko jadi tak enak hati sendiri melihat sikap canggung Runa.     

"Aku akan mandikan Bapak. Tentunya Bapak merasa tak nyaman sudah beberapa hari tidak mandi, kan? Tentu sudah terasa gatal." Runa pun meneguhkan hatinya dan menurunkan celana dalam itu dari kaki Zuko.     

Keduanya sama-sama menahan napas tanpa dikomando.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.