Inevitable Fate [Indonesia]

Mengapa Dia Muncul Lagi?



Mengapa Dia Muncul Lagi?

0Runa melongo mendengar ucapan Zuko. Ke Kyoto? Hanya untuk makan menbaka?     
0

Menyadari raut wajah heran Runa, Zuko segera bertanya, "Apakah Nona belum pernah ke Kyoto sebelumnya?"     

Dengan lugu, Runa menggeleng.     

"Ahh, lain waktu, aku akan mengajak Nona mengunjungi Kyoto. Itu kota yang saaaangat indah! Nona tidak akan bosan di sana, dan akan ketagihan untuk berlibur ke sana, apalagi merasakan keindahan kota itu." Lalu, Zuko mulai berceloteh mengenai beberapa tempat mengagumkan di Kyoto.     

Runa tersenyum sambil mendengarkan celoteh Zuko yang berapi-api ketika menceritakan mengenai Kyoto. Ia tahu bahwa Kyoto memang tempat tujuan utama banyak turis dari seluruh dunia ketika datang ke Jepang.     

Kyoto terkenal akan keindahan alamnya, dan juga banyaknya kuil-kuil indah dan bersejarah yang masih dilestarikan dengan perawatan tingkat tinggi. Selain itu, taman-taman di Kyoto juga banyak dijadikan objek wisata turis pula.     

Runa memang belum pernah berkunjung ke banyak tempat di Jepang. Selain tak ada waktu sejak remaja karena sibuk belajar dan membantu lapak dagangan ibunya, dia juga diharuskan ibunya untuk menghemat uang dan tak perlu banyak jalan-jalan atau bepergian.     

Tempat yang dia kunjungi hanya Tokyo dan sekitarnya saja.     

Sudah beberapa kali Runa menerima ajakan teman-teman sekolahnya dulu untuk berwisata ke Kyoto atau Osaka, namun Runa menggeleng saja. Tak mungkin diijinkan ibunya. Meski itu libur musim panas sekalipun, Runa harus menghabiskannya di lapak dagangan Bu Sayuki sepanjang waktu.     

Mendengar ajakan Zuko, ini seperti mengingatkan dia akan ajakan-ajakan teman-temannya dulu. Sungguh kenangan luar biasa.     

Saat ini, andaikan Runa ingin jalan-jalan ke mana pun, sepertinya dia bisa melakukan semuanya, bahkan bila ingin pergi keluar negeri pun dia sanggup karena gaji yang diberikan oleh Nathan Ryuu sungguh fantastis untuk ukuran pekerja di Jepang.     

Yah, hanya karena dia adalah sahabat baik dari istri sang pemilik SortBank, maka dari itu dia mendapatkan beberapa hak istimewa di pekerjaannya. Dari gaji fantastis, ruangan nyaman dan pekerjaan yang tidak terlalu berat.     

Mungkin sebenarnya Nathan Ryuu ingin memberikan bantuan finansial saja pada Runa, namun apabila dilakukan begitu saja, itu terkesan tak sopan. Maka dari itu, sang Onodera muda memilih menawarkan pekerjaan saja karena dari sana, dia bisa memberikan uang sebanyak yang dia ingin ke Runa tanpa terkesan tak sopan. Selain itu, Nathan Ryuu juga ingin memberikan pelatihan kerja juga untuk bekal Runa jika nanti ingin keluar dari SortBank.     

Hal ini pula yang dilakukan Nathan Ryuu pada Akeno karena Akeno pernah menolong Reiko ketika Reiko mendapatkan perundungan di Magnifico.     

Dan itu pula yang terjadi pada Yuza, dimana Nathan Ryuu bersedia membantu Yuza meniti karir menjadi idol di Korea sana dan bahkan membeli saham agensi tempat Yuza berkarir untuk mengamankan Yuza tetap berada di sana dengan baik.     

Untuk pasangan lansia nenek Chiyo dan kakek Ebizou, tentu saja Nathan Ryuu telah mengurus dengan baik kehidupan keduanya di pelosok Kamakura sana.     

Mengenai Shingo, Nathan Ryuu sudah memiliki rencana tersendiri.     

Setelah Zuko berceloteh panjang lebar mengenai Kyoto, Runa masih dengan posisinya, menopang dagu menggunakan satu tangan tegak lurus sambil tersenyum menatap Zuko.     

Menyadari pandangan Runa terus tertuju padanya ditambah dengan senyuman manis pula, jantung Zuko berdebar kencang. "E-ehem! Jadi … yah, begitulah Kyoto, Nona Runa. Kau tak akan menyesal pergi berlibur ke sana."     

"Apakah Kyoto adalah kota asal Pak Zuko?" tanya Runa sambil tetap dalam posisi demikian.     

Mata Zuko membelalak. "Bagaimana Nona tahu?" Ia tak menyangka Runa langsung bisa menebak itu. Dari mana? Apakah Runa menelisik file mengenai dia melalui data kantor? Ahh, rasanya Zuko malah terlalu berlebihan menebak seperti itu.     

Memangnya Runa kurang kerjaan di kantor sampai harus memeriksa data personal mengenai dia? Tak mungkin, ya kan?     

"Sungguh mudah menduga itu, Pak. Karena Bapak begitu paham seluk-beluk Kyoto dan menceritakannya dengan wajah seakan merindu. Apakah Bapak sudah lama tidak pulang ke sana?" tebak Runa lagi.     

"Um, errr … yah, hm, yah begitulah." Zuko agak terbata menjawabnya. Ia memang sudah bertahun-tahun lamanya tidak kembali ke Kyoto. Ia lama tidak berkunjung ke rumah orang tuanya.     

Yah … itu memang sudah cukup lama. Kapan terakhir dia ada di Kyoto? Sepertinya ketika dia selesai bertengkar dengan ayahnya dan membuat ibunya menangis.     

Ahh, tak perlu dipikirkan lagi! Zuko pun mengambil napas dalam-dalam dan berkata ke Runa, "Nah, apakah Nona Runa masih ingin makan atau minum yang lainnya?"     

"Um, sepertinya tidak." Runa menggeleng.     

"Baiklah, aku akan antar Nona pulang, yah!" tawar Zuko.     

"Ehh? Itu akan merepotkan Bapak." Runa mencoba menolak halus.     

"Tidak apa-apa, tenang saja! Lagipula, bos sudah aku antar, maka tugasku sudah selesai sejak tadi. Ayo!" Zuko bersikeras. Runa tak bisa lagi mengelak dan mengangguk setuju, keluar dari kedai itu dan menuju ke mobil Zuko.     

Mobil ini lagi. Runa kembali berada di mobil ini. Mobil yang dulu menabraknya namun menyelamatkan dia pula dari kejaran Yoji, pemuda yang ia temui dari situs kencan.     

Di mobil ini pula Runa melihat Zuko tidur dengan posisi menggelikan sekaligus mengharukan pula.     

Sesampainya di apato lama milik Reiko yang ditempati Runa, Zuko masih bersikeras ingin menemani Runa naik ke lantai unitnya dan memastikan Runa baik-baik saja hingga masuk ke apatonya.     

Sebenarnya, Runa tak enak hati karena selalu saja dia merepotkan Zuko dengan berbagai hal. Tadi dia cukup bersikeras untuk pergi ke lantai atas sendiri saja tak perlu diantar Zuko.     

Namun, lelaki itu lebih keras kepala darinya dan ingin memastikan mengantar Runa sampai tujuan. Bagi Zuko, mengantar hingga di depan gedung saja belum bisa dikategorikan mengantar sampai tujuan.     

Tidak bisa melawan keras kepala Zuko, Runa pun mengalah dan keduanya pun naik ke lantai tempat unitnya berada.     

Baru saja Runa dan Zuko keluar dari lift, ketika mereka berjalan di lorong unitnya, mata Runa membeku melihat sosok di depan unitnya yang mencoba memasukkan kunci kartu di sana.     

Itu … Yoji.     

Lelaki itu berdiri di depan unit apato yang ditempati Runa. Dia langsung menegakkan tubuhnya begitu Runa dan Zuko muncul. Dia kaget karena Runa ditemani lelaki.     

Runa merasa lututnya gemetar karena takut ketika bertemu pandang dengan Yoji. "Ka-kamu …."     

Namun, Yoji menyeringai tipis dan berkata, "Halo, Runa-chan. Apa kabar?" Dia sambil berjalan menyamping pada dinding, hendak kabur dari sana. Karena satu-satunya jalan keluar ada di belakang Zuko dan Runa, dia harus perlahan melewati dua orang itu.     

"Kau! Tadi kau hendak apa, hah?" Zuko sudah melihat perbuatan Yoji tadi yang membungkuk sambil seperti menggesekkan kartu kunci tempat itu. "Kau ingin kabur?" Ia bersiap-siap menangkap Yoji.     

"Aku hanya ingin mengunjungi Runa-chan, siapa tahu dia merindukan aku." Yoji terpaksa mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan mengacungkan ke Zuko. Sebuah pisau lipat! Lalu dia menoleh ke Runa yang menggigil takut. "Runa-chan, apa dia tak tahu bahwa aku ini pacarmu? Kita sudah berkencan bahkan sudah melakukan itu dengan nikmat, ya kan Runa-chan?"     

"Pergi! Pergi kau, atau aku akan melaporkanmu!" jerit Runa.     

Yoji hendak lari, namun Zuko berusaha mencekal hingga mereka bergulat dan Zuko rubuh di lantai sambil memegangi perutnya. Sedangkan Yoji, dia lekas kabur dari sana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.