Inevitable Fate [Indonesia]

Mengusap Bagian Intim Hingga ....



Mengusap Bagian Intim Hingga ....

0wanquan mishi wufa kezhi .. chudong ai de shouzhi shouzhi Baby .. bie jingzhi jingzhi (benar-benar menyerah, tak bisa bertahan, sentuhkan jemari indahmu sayank, jangan berhenti)     
0

- Touch It by EXO (Chinese Ver.) -     

=========     

Runa bersedia untuk memandikan Zuko dengan menggunakan handuk kecil dan Zuko bisa tetap rebah di kasurnya. Ini mirip seperti cara perawat biasanya memandikan pasien yang belum dibolehkan mandi dengan cara biasa.     

Keduanya sama-sama gugup, namun Runa lebih bisa mengatasinya karena dia sudah terbiasa melihat milik Shingo. Tentunya, itu tak banyak berbeda dengan milik Zuko, kan?     

Maka dari itu, ketika Runa menurunkan celana dalam Zuko, dia bisa mengatasi kegugupannya. Namun, tidak demikian dengan Zuko. Wajahnya merah padam dengan pipi merona parah.     

Ketika Runa melirik ke wajah Zuko, dia melihat wajah udang rebus Zuko dan ingin tertawa namun dia tahan. Dugaannya mengenai Zuko masih perjaka yang belum pernah tersentuh wanita bahkan belum pernah telanjang di depan wanita pun semakin tebal.     

Apalagi kedua tangan Zuko meremas seprei kuat-kuat.     

Melihat Zuko melakukan itu, Runa pun berkata dengan pelan sambil menyentuh tangan kanan Zuko. "Pak, tangan Bapak belum sembuh total, kan? Jangan meremas terlalu kuat, nanti berdarah pada jahitannya."     

Tersentak atas sentuhan pada tangannya oleh Runa, ditambah ucapan yang menohok meski sebenarnya itu merupakan kalimat perduli Runa padanya, membuat Zuko makin 'kebat-kebit' tak karuan. "A-ahh, iya! Te-terima kasih atas peringatan Nona!"     

Zuko segera melepaskan cengkeraman dia di tangan kanannya. Dia kaget karena Runa menyentuh tangan itu dengan lembut dan bahkan membuka telapak tangannya dengan penuh kasih sayang. Ahh, atau itu hanya di kepala Zuko saja? Penuh kasih sayang? Pfftt!     

Yang Runa pikirkan, dia ingin Zuko lekas sembuh sehingga dia bisa lekas pergi dari rumah ini dan melanjutkan hidupnya.     

Kini, tubuh apa adanya Zuko sudah terbentang horizontal di kasur, mulus tanpa ada kain apapun di atasnya. Ini membuat Zuko tak nyaman. Jakunnya naik dan turun sedari tadi. Terlebih, ketika Runa melirik ke tubuhnya dari atas sampai bawah.     

Sedikit banyak, Zuko merasa tak tega jika Runa harus memandikan dia dengan cara begini, meski di sudut hatinya yang lain, dia bergembira ria karena tubuhnya sebentar lagi akan disentuh oleh Runa. Yah, meskipun dengan media handuk kecil.     

Karena Runa tahu Zuko pasti tak nyaman jika telanjang bulat di depan dia, maka dia pun mengambil handuk bersih dan diletakkan di atas pinggang hingga lutut, sehingga itu akhirnya menutupi area istimewa Zuko.     

Melihat tindakan Runa yang menutupi daerah intimnya, Zuko segera saja menduga bahwa pasti Runa merasa sangat tidak tahan karena harus menatap benda yang asing baginya. Yah, sayang sekali, bukan itu maksud Runa.     

Runa pun memulai mengelap wajah Zuko dengan pelan. Lalu memberikan usapan sabun yang ringan di sana sebelum akhirnya diusap lagi dengan handuk tadi sehingga wajah itu lebih bersih sekarang.     

Kemudian, Runa mulai mengelap tubuh atas Zuko dengan handuk yang sudah lembap oleh air hangat. Dari leher hingga sebatas dada, semuanya diusap dengan lap itu secara perlahan dan lembut sebelum diberikan sabun di sana dan setelahnya diusap kembali menggunakan handuk basah tadi.     

Ketika handuk tadi mengusap pucuk dada Zuko, lelaki itu tersentak cepat dan dia berkata, "Ma-maafkan aku, Nona! Aku … aku hanya kaget."     

Runa tersenyum dan mengangguk saja. Sebagai perempuan yang sudah berpengalaman mengenai tubuh pria, dia bisa melihat bahwa pucuk dada Zuko merupakan salah satu erogenous pria itu, hanya mungkin Zuko tidak terlalu menyadarinya dan menganggap itu hanyalah sensasi geli saja.     

Padahal, jika Runa nekat menjilat di area itu, Runa yakin Zuko akan mendesah nantinya. Baiklah, abaikan dulu mengenai itu. Runa pun melanjutkan.     

Kini, giliran dua lengan Zuko mendapatkan bagian usapan dari handuk basah tersebut. Tidak ada sesuatu yang berarti di sana. Zuko tetap diam dan tenang meski sesekali dia melirik Runa secara diam-diam.     

Namun, mana mungkin Runa tidak mengerti dirinya sedang dilirik? Ia hanya diam dan bersikap seolah tak tahu apa-apa saja agar Zuko tidak gugup.     

"Sekarang punggungmu, Pak. Apakah Bapak bisa miring sebentar?" Runa bertanya sambil membilas handuk tadi pada baskom untuk bilasan air kotor bekas usapan sabun.     

"A-akan aku coba." Zuko pun mulai bergerak miring ke samping. "Bisa, Nona." Ini termasuk perkembangan baginya. Kemarin-kemarin, dia tidak sanggup bergerak miring selama rebah di kasur karena akan membuat tekanan pada otot perutnya yang terdapat luka di sana, terutama ketika dia sedang berkontraksi otot di situ tanpa sadar.     

Sekarang, dia sudah bisa bergerak miring meski tetap harus pelan dan berhati-hati. Runa pun segera mengelap punggung itu. Zuko merasa sungguh nyaman area itu diusap-usap, seakan rasa gatal yang berhasil digaruk.     

Namun, Zuko tersadar sesuatu. Jika dia bergerak miring seperti itu, bukankah itu membuat pantatnya terlihat juga? Ya ampun! Betapa malunya dia sekarang! Runa pasti sudah melihat pantatnya!     

Segera, Zuko sibuk berkutat dengan perasaan malunya. Ia memejamkan mata kuat-kuat sambil masih bergerak membelakangi Runa. Bahkan dia menggigit bibirnya karena saking malunya. Dia belum pernah membuka bajunya di depan perempuan manapun, apalagi telanjang dan seluruh bagian tubuhnya dilihat perempuan.     

Apalagi ini perempuan yang dia sukai! Lalu, apakah kau lebih suka tubuhmu dilihat perempuan yang tak kau sukai atau bagaimana, Tuan Zuko?     

Tentu saja Runa sudah melihat pantat Zuko sejak tadi, dan dia tidak merasakan apa-apa karena di hatinya belum ada rasa apapun pada lelaki ini. Dia benar-benar memandang Zuko hanya sebagai pasien saja, tidak lebih.     

Yang lebih membuat Zuko terperanjat, ternyata tak hanya area tengkuk dan punggung saja yang dijamah handuk di tangan Runa, namun juga pantat itu pula.     

Gigitan Zuko pada bibirnya sendiri semakin kuat hingga nyaris berdarah karena dia merasa berdebar luar biasa. Antara malu dan senang. Ahh, andaikan bukan handuk yang mengusap tubuhnya melainkan tangan Runa sendiri ….     

"Baiklah, Bapak bisa telentang lagi." Runa sudah selesai mengurus punggung hingga pantat Zuko.     

Mata Zuko yang sebelumnya terpejam erat pun membuka ketika mendengar Runa berkata dia bisa telentang lagi. Ohh, sepertinya dia terlalu banyak menggunakan waktunya untuk melamun yang aneh-aneh ketika Runa tadi sedang mengurus tubuh belakangnya.     

Zuko pun pelan-pelan mengembalikan tubuhnya telentang menghadap ke atas. Lalu, Runa pun mengambil handuk yang menutupi area intimnya. Jakun Zuko kembali naik turun dengan kerap.     

"Permisi, saya bersihkan bagian ini, Pak." Runa mohon ijin dulu sebelum dia mengusapkan handuk di tangannya ke selangkangan Zuko.     

"I-iya! Silahkan, Nona!" Jawaban gugup Zuko terlalu kentara membuat Runa hampir memunculkan tawa gelinya.     

Runa pun memulaskan sabun pada bagian intim Zuko dengan perlahan, membersihkan bagian itu dengan teliti.     

Adegan berikutnya, sungguh memalukan bagi Zuko. Mendadak saja, ketika pusaka intimnya sedang diusap menggunakan sabun, benda jantan itu tegang dan mengeras.     

Ya ampun!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.