Inevitable Fate [Indonesia]

Orang Tuanya Tidak Perduli



Orang Tuanya Tidak Perduli

0Oh why you make me crazy .. neo jinjja naege (oh kenapa kau membuatku gila? Kenapa kau melakukan ini padaku?)     
0

- Waiting by WOODZ -     

==============     

Seharian ini, Rurika benar-benar seperti sedang kesetanan berlatih dance. Dia terus dan terus saja berlatih ketika ada waktu luang.     

Hingga akhirnya ketika mereka berlatih dance untuk sesi dua di hari itu, Rurika ambruk dan tak sadarkan diri.     

"Ruri!" Teman-teman satu grupnya berteriak sambil mendekat ke Rurika yang tergeletak tak sadarkan diri di lantai.     

"Lulu!" Ronin yang berdiri di depan segera berlari dan mengambil alih Rurika dari pangkuan Reiko. Wajahnya luar biasa cemas melihat kondisi Rurika yang terlihat pucat dan berkeringat dingin.     

Ronin segera saja mengangkat tubuh Rurika dan membawa keluar untuk di bawa ke sofa panjang di luar lobi lantai itu. Ia hati-hati merebahkan Rurika di sana sambil mengeluarkan saputangan milik si bocah yang masih dia simpan, mengusap dahi berkeringat dingin gadis itu.     

Member Synthesa juga khawatir akan Rurika, terutama Reiko. Mereka mengikuti Ronin. Mio si pelatih dance utama memanggil ambulans.     

.     

.     

Ruang VIP itu dipenuhi akan anggota Synthesa dan Ronin serta Maida sebagai manajer harian.     

"Apakah orang tua Rurika belum dihubungi?" tanya Ronin pada Maida.     

"Aku sudah menghubungi nomor rumahnya dan katanya kedua orang tuanya masih berada di luar, nanti akan disampaikan." Maida menjawab.     

"Apakah Ruri sakit gawat?" tanya Aoi dengan mimik cemas.     

"Semoga tidak. Tadi dokter sudah mengatakan pada Maida-san bahwa Rurika kelelahan dan butuh istirahat dulu." Reiko ingat akan pembicaraan dokter yang menangani Rurika dengan Maida.     

"Ruri akhir-akhir ini memang terlihat sangat ganas dalam berlatih dance. Aku lihat dia sering berada di ruang latihan hampir sepanjang hari." Tami ikut berkomentar.     

"Kita doakan saja Ruri cepat sadar." Reiko berharap walau dia merasa agak aneh karena Rurika belum juga tersadar meski sudah diberikan penanganan di rumah sakit begini.     

Apakah Rurika koma?     

Ditunggu selama satu jam ke depan, orang tua Rurika tidak juga muncul. Ini membuat Ronin dan Maida saling berpandangan dengan perasaan iba pada Rurika.     

Sementara itu, anggota Synthesa lainnya sudah kembali ke dorm untuk meneruskan jadwal latihan mereka.     

"Tidak aku sangka, ada orang tua yang benar-benar tidak perduli pada anaknya ketika anaknya masuk ke rumah sakit dalam kondisi tak sadar." Maida menggeleng sedih.     

"Maida-san, kau sudah menghubungi mereka, kan?" Ronin bertanya lagi untuk memastikan.     

"Sudah, Ronin-san. Aku sudah menghubungi rumahnya dan yang mengangkat adalah pelayan di sana, mengatakan kedua orang tua Rurika sedang ada di luar dan akan dia informasikan pada orang tuanya." Maida menjelaskan.     

"Sudah berapa lama itu tadi?"     

"Sekitar … satu jam lebih sebelum ini, Ronin-san. Aku bersumpah aku sudah menghubungi rumahnya. Baiklah aku akan menelepon lagi dan kau bisa mendengarkan juga."     

Maida pun mengambil ponselnya dan men-dial nomor rumah Rurika. Tak berapa lama menunggu, akhirnya telepon itu diangkat juga di seberang sana. "Moshi moshi, permisi, ini dari manajer Rurika, ingin bertanya, apakah orang tua Rurika sudah dikabari mengenai kondisi Rurika yang kini masih di rumah sakit?"     

Dari seberang, terdengar suara melalui ponsel yang sengaja di loud speaker oleh Maida, lelaki itu menjawab, "Sudah saya informasikan kepada Tuan dan Nyonya, tapi mereka masih memiliki urusan penting dengan salah satu investor dan akan mengunjungi Nona Besar nanti ketika mereka sudah selesai dengan urusannya."     

Ronin tidak tahan dan berkata dengan nada setengah berteriak, "Hei, apakah mereka tidak cemas akan kondisi anak mereka sendiri? Apakah mereka benar orang tua Rurika? Ini Rurika masih belum sadarkan diri, loh!"     

Maida menoleh kaget ke Ronin yang langsung saja 'menyalak' ke pelayan di telepon. "Ronin-san." Ia menggelengkan kepala untuk menghentikan tindakan Ronin yang emosional.     

"Nanti akan saya sampaikan lagi ke Tuan dan Nyonya. Kami menyampaikan terima kasih kami kepada orang-orang yang sudah membantu dan merawat Nona. Permisi." Lalu, telepon pun disudahi.     

Maida dan Ronin hanya bisa saling pandang dengan tatapan heran. Kedua orang tua Rurika sungguh tidak perduli dengan anaknya? Apakah Rurika ini anak pungut atau anak tiri, sih? Kenapa diperlakukan sedemikian miris oleh mereka?     

"Hghh … aku akan melapor dulu ke Nyonya Revka mengenai ini. Bagiku, ini cukup aneh karena Rurika belum juga sadar sejak tadi. Kalau memang dia hanya kelelahan dan pingsan, tentunya akan mudah disadarkan, bukan?"     

Tapi ini ….     

Selagi Maida menghubungi Nyonya Revka mengenai situasi Rurika di area lain kamar VIP itu, Ronin duduk di sebelah ranjang inap Rurika dan memegang tangan gadis itu.     

Wajah Rurika masih pucat dan tangannya sedikit dingin, hingga Ronin membawa tangan itu ke pipinya sambil sesekali dia ciumi tanpa sepengetahuan Maida.     

"Lulu, ayo, sadarlah, jangan buat aku takut. Kau kenapa, hm? Cepat sadar, yah sayank. Lulu, aku tahu bahwa kau sengaja keras melepasku hanya karena tak ingin melanggar perjanjian kontrakmu, ya kan? Aku tahu itu. Lulu, kau terlalu tsundere untuk mengakui perasaanmu padaku." Ronin tak sadar sudah melelehkan air matanya di pipi.     

Dia sudah menelaah dengan hati-hati mengenai ucapan Rurika sebelum ini ketika mereka bertemu di taman waktu itu dan dari sana, Ronin sadar ada yang janggal dengan permintaan Rurika.     

Gadis itu seperti ketakutan dan bahkan menyatakan mengenai denda. Dengan begitu, Ronin kian kuat mengukuhkan dugaannya bahwa Rurika terpaksa meminta mereka putus hanya karena takut melanggar kontrak.     

Ronin percaya bahwa Rurika masih menginginkan dirinya.     

Ketika merasa bahwa Maida hendak masuk ke area tempat tidur Rurika, Ronin lekas menaruh kembali tangan Rurika di samping tubuh gadis itu dan dia mengusap cepat air matanya.     

"Sebentar lagi, Nyonya Revka akan datang, dia minta kita untuk kembali saja ke G&G." Maida mengatakan pesan yang diminta Nyonya Revka.     

"Tapi … siapa yang akan menemani Rurika?" Ronin terlihat enggan beranjak dari tempat itu.     

"Ronin-san, ini perintah dari Nyonya, apakah kau ingin memprotes Beliau?" Maida menatap lurus ke mata Ronin dengan tajam.     

Ronin pun mendesah dan dia tidak memiliki opsi lain selain patuh pada apa yang diinginkan pemilik G&G. Meski dia di G&G hanya sebagai pendamping koreografer utama, tapi dia tetap saja mendapatkan gaji dari sang pemilik G&G.     

Ketika mereka baru saja selesai bicara, ternyata Nyonya Revka sudah membuka pintu ruangan itu. "Kalian masih di sini?" tanyanya.     

"Kami sudah akan pergi, Nyonya." Maida menjawab dan melirik Ronin, memberi kode pada pria itu untuk pergi bersamanya.     

Ronin pun paham dan berjalan di belakang Maida, melewati Nyonya Revka.     

Namun, mendadak saja Nyonya Revka berkata pada Ronin yang sedang melewatinya, "Ronin, besok pagi temui aku di ruanganku."     

Maida heran kenapa pemilik G&G menginginkan Ronin menemui dia? Sedangkan Ronin, dia sudah berdebar tak karuan mendengar ucapan Nyonya Revka. Apakah dia dan Rurika ketahuan?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.