Inevitable Fate [Indonesia]

Kenapa Kau Baik Padaku?



Kenapa Kau Baik Padaku?

0Sesaat setelah Rurika keluar dari ruangan Nyonya Revka, dia bersandar di tembok dekat sana dan tubuhnya merosot dengan tangan memegangi dadanya, seakan ada perasaan lega telah keluar dari neraka penghakimannya.     
0

Sesudah dia mulai tenang kembali, dia pun perlahan bangkit berdiri dan berpikir sejenak. Dia mengingat-ingat apa saja yang tadi dia janjikan dengan Nyonya Revka.     

Pertama, harus menjalin hubungan baik dengan semua member Synthesa dan harus bersikap kompak dengan mereka.     

Kedua, harus menghormati senior, manajer, dan yang lebih tua di G&G.     

Serta yang ketiga adalah dia tidak boleh lagi merayu karyawan atau siapapun juga di G&G untuk kepentingan dia pribadi.     

Yang lebih penting lagi, dia tidak boleh membuat Nyonya Revka mengetahui kekacauan apapun yang dia akibatkan.     

Menelan saliva sambil meremas baju di dadanya, Rurika pun berjalan sedikit terhuyung kembali ke dorm. Lututnya menyisakan sedikit gemetar dan jantungnya berdegup kencang.     

Apa sebenarnya yang dia temui tadi? Wanita penguasa? Atau Iblis? Ia masih merasa merinding di sekujur tubuhnya.     

Ketika tiba di ruang latihan, wajah keempat rekan grupnya terkejut mendapati Rurika yang pucat.     

"Hei, Rurika, apakah kau baik-baik saja?" Tami segera berhenti menari dan menghampiri Rurika di ambang pintu.     

Di belakang Tami, menyusul Reiko. "Wajahmu pucat, kau sudah makan pagi? Ayo, aku temani ke ruang makan."     

Sementara itu dua lainnya masih terdiam di tempat meski sudah berhenti menari. Pelatih juga pengertian dan membiarkan mereka menjeda latihan.     

Reiko dan Tami memapah Rurika ke ruangan lain, ruangan makan dan mendudukkan dia di salah satu kursi. Reiko segera mengambilkan minum air putih. Tami memeriksa tempat nasi dan hidangan sisa makan pagi yang tadi masih ada di meja makan.     

"Kau ingin makan apa? Atau aku buatkan sesuatu?" tanya Tami sambil membuka tudung saji dan memperlihatkan ada sop daging dan juga sayuran lainnya.     

"Ini, Rurika. Minum dulu agar kau bisa lebih tenang." Reiko menyodorkan segelas air mineral yang baru dia ambil.     

Mata Rurika menatap hidangan di atas meja dan gelas yang baru saja diberikan Reiko. Lalu, dia beralih memandang dua rekan grupnya secara bergantian.     

Mendadak saja, batin Rurika ingin menangis. Dia mendapati ketulusan di mata dua gadis di dekatnya itu. Namun, dia tidak mengatakan apa-apa dan meraih gelas tadi dan meminumnya beberapa teguk.     

"Ingin aku buatkan camilan? Siapa tahu ada banyak bahan di lemari dapur ini." Reiko membuka beberapa lemari dapur dan menemukan beberapa bahan.     

Rurika tidak berkata apapun dan hanya diam sambil menatap ke meja dengan pandangan lesu. Dia masih memikirkan perbincangan antara dia dan Nyonya Revka tadi.     

Sepertinya dia harus mulai memaksa dirinya untuk berubah atau justru hidupnya yang akan berubah, terjun ke level rendah seperti yang diancamkan Nyonya Revka tadi.     

Reiko sudah sibuk bergerak di depan kompor dan Tami juga membantu. Tak berapa lama, Reiko sudah menyodorkan semangkuk sup krim seafood.     

"Nah, coba ini. Aku hanya menemukan bahan-bahan untuk membuat ini, siapa tahu cocok dengan seleramu." Reiko mendekatkan mangkuk yang masih mengepulkan asap itu.     

Rurika mencium aromanya dari tempat dia duduk tegak. Harum. Ia tidak ingin menyentuh mangkuk itu. Dia masih belum siap. Dia belum siap untuk beramah-tamah dengan member Synthesa.     

Dia ….     

Tunggu, kenapa tangannya bisa bergerak dan sudah mengangkat sendok? Rurika terheran-heran. Apakah ini sungguh tangannya? Atau tangannya dikendalikan sesuatu?     

Karena ia sudah terlanjur mengangkat sendok berisi sup buatan Reiko tadi, maka dia tak memiliki pilihan lain selain memasukkannya ke mulut.     

Seketika, mata Rurika berbinar sekejap agar dia tidak terlalu mempertontonkan reaksinya.     

Enak! Ini enak! Dia menyeru di hatinya. Rasa daging kepiting, udang dan juga ada jamur kancing, lalu ada pipilan jagung manis yang lembut, serta krim susu yang berpadu tepat dengan telur, bahkan kekentalannya pun pas.     

Tanpa disadari oleh Rurika, tangannya terus dan terus saja memasukkan sup itu ke mulut hingga setengah mangkuk sudah berpindah ke perutnya.     

Terasa hangat, lezat, dan menyenangkan, apalagi dimakan saat cuaca dingin seperti ini.     

Memandang Rurika yang lahap memakan sup buatannya, Reiko tersenyum lega. Dia kira, supnya akan ditolak dan diabaikan saja oleh si tuan putri manja itu.     

Tami pun ikut merasa lega. Terlebih, kini rona wajah Rurika juga mulai terlihat. Gadis itu tidak sepucat sebelumnya.     

"Kalau ada roti perancis, pasti itu akan lebih enak." Reiko berkata. Dia memaksudkan Baguette, roti dari Perancis berbentuk panjang seperti tongkat.     

"Ya, sepertinya memang begitu." Tami mengangguk.     

"Ini saja sudah enak, kok." Rurika menjawab dengan suara kecil. Reiko dan Tami langsung terdiam setelah mendengar dia menyahut.     

"Sudah enak? Benarkah? Ini enak untukmu?" tanya Reiko ingin memastikan.     

Rurika mengangguk. "Ya, ini … ini … um, enak." Rurika agak malu menyatakan itu dan pipinya merona. Melihat itu, Reiko dan Tami tersenyum.     

"Kapan-kapan akan aku buatkan lagi untukmu, yah!" Reiko berkata.     

Tami lekas menimpali, "Hei, buatkan juga untukku, Rei-chan. Sepertinya masakan buatanmu enak!"     

"Kau belum menjajal roti buatanku." Reiko mengedipkan satu matanya.     

"Heh? Roti? Apa saja itu?" Tami berbinar.     

"Hm, yah seperti roti tart? Tart buah … macaron, pizza, cream puff, bahkan cokelat seperti praline dan truffle." Reiko terkekeh.     

"Ya ampun! Buatkan aku semua tadi!" Tami yang menyukai camilan roti pun berbinar-binar.     

"Hei, tapi di sini kan terbatas bahan-bahannya." Reiko beralasan.     

"Nanti akan aku minta pada Maida-san untuk menyediakan bahan itu tadi, semuanya! Kau catat saja apa yang diperlukan, oke?" Tami bersemangat.     

"Ara ara … bukankah nanti kau akan gendut? Kita bisa dalam masalah kalau jadi gendut gara-gara rotiku, hi hi hi!" Reiko sampai terkikik geli melihat antusiasme Tami.     

"Tak apa! Aku janji aku akan mengimbangi dengan berlatih lebih keras dan berlari sepanjang hari seperti hamster di treadmill!" Tami membalas, tawa kecil Reiko makin keras.     

Tanpa mereka sadari, sup di mangkuk pun tandas tak bersisa. Rupanya Rurika menghabiskan sup itu saat Reiko dan Tami masih sibuk berdebat soal roti.     

"Gochisousama deshita … untuk supnya." Rurika mengatupkan dua tangan di depan dan meletakkan sendok ke mangkuk yang kosong. Meski dia masih heran bagaimana dia bisa menghabiskan itu semua, namun dia setidaknya harus mengucapkan terima kasih.     

Gochisousama deshita merupakan suatu salam wajib sebagai kesopanan yang diucapkan sesudah makan oleh orang Jepang yang biasanya berarti: terima kasih untuk makanan yang enak ini.     

"Iya, Rurika. Terima kasih juga karena telah menghabiskannya." Reiko menyahut sambil tersenyum.     

"Aku akan ke ruang latihan dulu, yah! Kalian di sini dulu lah, tak apa." Tami memutuskan demikian dan menepuk bahu Rurika dan Reiko bersamaan dan pergi dari ruang itu.     

Sepeninggal Tami, Reiko duduk menyebelahi Rurika. "Apakah kau ingin yang lainnya? Misalkan susu cokelat hangat atau sejenis itu. Aku bisa membuatkanmu itu."     

Rurika menatap Reiko dengan pandangan tegas dan bertanya, "Kenapa kau baik padaku?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.