Inevitable Fate [Indonesia]

Evaluasi Sebulan Ini



Evaluasi Sebulan Ini

0Betapa terkejutnya Reiko ketika dia hendak melewati ruang olah raga dan ternyata di dalam sana ada suara aneh milik Rurika dan Luis, pelatih fitness mereka.     
0

Berdiri termangu beberapa saat, Reiko akhirnya memutuskan pergi saja dan menganggap dia tidak mendengar apa-apa.     

Sesampainya di penthouse suaminya, Reiko seperti biasa, memanjakan sang suami yang telah menunggu. Dia merasa bersalah karena setiap hari selalu pulang di atas jam 9 malam.     

Sungguh beruntung dia memiliki suami sebaik Nathan Ryuu, yang memiliki toleransi sangat tinggi atas keinginan dan impian Reiko. Andaikan Reiko menikah dengan pria lain, dia tidak menjamin akan mendapatkan hak istimewa untuk berkembang dan bekerja seperti yang diinginkan.     

"Bagaimana harimu, sayank?" Itu yang kerap ditanyakan Nathan Ryuu ketika mereka bertemu.     

"Sejauh ini selalu menyenangkan. Yuka sudah mulai terbuka dan bisa mengobrol dengan kami meski kami harus secara aktif bertanya padanya." Reiko bergelung manja di pelukan suaminya.     

"Apakah ada yang bersikap jahat padamu? Atau … melecehkanmu?" tanya Nathan Ryuu dengan tatapan serius.     

Karena tidak ingin menghadapkan rekan kerja dia di G&G dengan sesuatu seperti pemecatan atau semacam itu oleh pengaruh suaminya, Reiko mencoba menutupi dan tersenyum sambil menjawab, "Semuanya baik padaku. Aku beruntung ada di agensi sana."     

Tidak mungkin dia bercerita bahwa Luis, pelatih fitness di G&G sesekali akan menyentuh tangan, siku atau punggung Reiko ketika sedang melatih dia.     

Namun, untung saja sentuhan dari Luis hanya sentuhan kecil, tidak yang membuat Reiko tak nyaman. Ia masih bisa menoleransi dengan sentuhan kecil Luis.     

Atau mengenai Winston Lau yang bertugas di bagian dokumentasi terkadang menyorot bagian-bagian tertentu dari para trainee dengan kameranya.     

Reiko dan Tami sudah pernah menanyakan ini pula ke manajer harian mereka, Maida, dan setelah diperiksa hasil dokumentasi yang dibuat Winston Lau hanyalah foto-foto biasa, tidak seperti yang diduga Reiko dan Tami.     

"Hn, baguslah kalau kau diperlakukan dengan baik di sana. Tapi, sepertinya kau lebih kurus, sayank." Nathan Ryuu mengelus pipi istrinya.     

"Yah, ini karena aku sering berlatih dance di sana dan sering berlatih kardio juga. Wajar kalau berat badanku sedikit turun." Reiko menggenggam tangan suami yang ada di pipinya.     

"Yakin kau tidak dijadikan sapi perah di sana?"     

"Tidak, Ryuu. Tenang saja."     

"Bagus. Aku tidak akan membiarkan siapapun yang berani merugikan istriku, karena itu sama dengan merugikan aku."     

"Oh ya, besok ada pemilihan leader grup, sekaligus pemilihan nama grup juga." Reiko teringat mengenai itu.     

"Mungkin leadernya adalah kamu, sayank?" tebak Nathan Ryuu.     

"Aku? Um, jangan. Aku tidak pandai mengatur orang dan sepertinya aku juga tidak memiliki leadership. Aku justru mengira itu pasti Tami. Dia paling pandai memimpin kami dan dia juga cepat membuat keputusan untuk kami." Reiko menentukan dugaannya.     

"Yah, apapun keputusan mereka, yang penting kau diperlakukan baik dan layak di sana. Itu saja keinginanku." Nathan Ryuu memeluk erat tubuh sang istri.     

-0-0—00—0-0-     

"Nah, jadi … ini adalah saatnya bagi kalian untuk memiliki seorang leader yang nantinya akan memimpin kalian, entah itu ketika di panggung, ketika di luar, atau ketika grup berada di sebuah masalah." Kali ini, manajer utama mereka, Hanzo, hadir di pagi itu usai para gadis mandi setelah berolah raga dan makan pagi.     

"Sekaligus, akan kami umumkan mengenai nama grup kalian. Kami memiliki 2 nama yang akan kami serahkan pada kalian untuk memilih salah satunya." Naoko, si manajer operasional juga hadir.     

Hari ini, ada beberapa orang penting yang ikut muncul untuk beberapa kepentingan.     

Kelima gadis diam sambil berdiri dan menunggu.     

"Di sini sudah ada hasil laporan pelatihan kalian dalam empat minggu ini dari para pelatih kalian, baik itu pelatih dance, pelatih vocal maupun pelatih bahasa kalian, yang sudah dirangkum semua oleh Maida-san." Naoko melanjutkan sambil mengangkat sebuah tablet di tangannya.     

Mendengar itu, para gadis menjadi lebih tegang dan berdebar-debar. Ini adalah bulan awal mereka dinilai keseluruhannya.     

"Mungkin lebih baik Naoko-san menyampaikan hasil penilaian sebulan ini saja dulu sebelum ke hal lainnya," usul Hanzo ke wanita di sampingnya.     

"Ya." Naoko mengangguk dan memulai menyalakan layar di tablet, menggulir ini dan itu sebelum akhirnya bicara, "Untuk penilaian dance, Tami mendapat poin 8,9."     

"Wuahh …." Aoi mendesah sambil matanya melotot menatap ke Tami yang tersenyum.     

Reiko menepuk lengan Tami seakan memberikan selamat atas nilai yang cukup tinggi tersebut. Tami mengulum senyumnya dan tersipu.     

"Lalu … Poin untuk Reiko … 9,3." Naoko menyebutkan.     

"Wah! Reiko-san! Ternyata kau lebih tinggi!" Aoi memberi selamat ke Reiko.     

"Reiko-san memang hebat dance-nya, itu tidak bisa dibantah, ya kan?" Tami ganti menepuk lengan Reiko. Kini Reiko yang tersipu.     

"Sedangkan poin untuk Aoi … adalah 8,1." Naoko menyebutkan untuk Aoi.     

"He he he, aku memang masih kurang." Aoi menggaruk rambut belakang sambil tertawa kikuk, menyadari kelemahannya.     

"Tak apa, tak apa, Aoi! Nanti kau pasti akan bisa mengejar dengan cepat, aku yakin!" Tami menepuk lengan Aoi, memberikan semangat.     

"Kemudian, poin untuk Ayuka … dia mendapatkan poin 7,9." Naoko mengumandangkan hasil untuk Yuka.     

Mendengar poin milik Yuka, para gadis segera menghibur Yuka, kecuali Rurika yang masih berdiri tegak tidak bergerak, hanya melirik kelakuan teman-teman grupnya.     

"Yang terakhir, poin milik Rurika … mendapat poin … 9,5." Naoko menyebutkan dengan suara lantang.     

"Hah? Dia yang paling tinggi?" Aoi segera berkomentar, tidak bisa menahan lidahnya.     

"Memangnya kenapa kalau aku paling tinggi?" Rurika menoleh ke Aoi dengan dagu terangkat naik.     

"Hm, hanya heran saja, karena menurutku … Reiko-san masih lebih baik darimu." Aoi mengangkat dua bahu dengan santai.     

"Sudah, sudah, jangan bertengkar," lerai Tami pada Aoi dan Rurika. "Ini kan baru bulan pertama, nanti masih ada penilaian di bulan berikutnya, oke? Bawa santai saja dan tetap bekerja keras, oke!"     

Kedua gadis itu pun tidak lagi ribut.     

Naoko memeluk tablet pada dadanya dan berkata, "Di sini, Ayuka paling rendah poin dance-nya. Aku harap di bulan berikutnya, Ayuka bisa lebih berusaha lagi. Atau, mungkin aku akan menyarankan evaluasi setiap seminggu sekali saja ketimbang sebulan sekali pada Emiko-san."     

"Mungkin memang lebih baik evaluasinya seminggu sekali, Naoko-san." Maida setuju dan Hanzo juga menganggukkan kepalanya.     

"Baiklah, evaluasi berikutnya adalah seminggu sekali, girls! Maka, tingkatkan poin kalian dan jangan bermalas-malasan, oke! Kalian di sini sudah menyisihkan ribuan peserta audisi, jadi jangan mengecewakan kami yang sudah memilih kalian dan mempercayakan ini ke kalian." Naoko berkata dengan maksud membakar semangat kelima gadis.     

"Bagi yang sudah memiliki poin tinggi, jangan berpuas hati dulu karena kalau kalian begitu, kalian akan jatuh dan tersalip yang lain." Hanzo menambahkan.     

"Sekarang, poin untuk vocal." Naoko melihat lagi ke tablet.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.