Inevitable Fate [Indonesia]

Pangeran Es Tidak Romantis!



Pangeran Es Tidak Romantis!

0Samenai akumu no you na kono genjitsu wa (Kenyataan yang bagaikan mimpi buruk tanpa akhir ini)     
0

Kami no keiji na no ka itazura na no ka (Apakah kehendak Tuhan? Ataukah keisengan belaka?)     

- Koufururon (Alasan Untuk Menyerah) by Yuu Miyashita - OST. Platinum End -     

=========     

"Semuanya sudah kau masukkan ke koper?" Itachi menoleh lagi ke Akeno di belakangnya.     

"Sudah, Itachi-san, sudah. Astaga, berapa kali kau mengingatkan aku mengenai itu? Aku tidak sepikun itu, Itachi-san." Akeno menyeret keluar kopernya dari winter house itu di esok harinya.     

"Hm, itu karena kau terkadang ceroboh." Itachi pun berjalan lebih dulu ke mobil dan membuka bagasi untuk memasukkan semua barang mereka ke sana.     

"Ceroboh? Kapan aku ceroboh?" Akeno menyangkal. Selama ini, bukankah dia sudah bekerja dengan sangat baik? Kenapa masih dinyatakan sebagai orang ceroboh?     

"Kau lupa pernah mengkopi 10 lembar file Harogate, padahal direksi membutuhkan 100 lembar dalam rapat mereka?" Itachi mengingatkan.     

Akeno langsung terdiam. Dia ingat akan kesalahan dia yang itu saat baru beberapa hari bekerja di SortBank.     

"Apa kau juga sudah lupa ketika kau mengirimkan file yang salah ke perusahaan saingan klien kita dan aku yang harus susah payah memperbaiki semuanya?" Itachi rupanya masih mengingat itu.     

Akeno terdiam. Itu ketika dia baru seminggu bekerja di SortBank.     

"Dan juga tentang—"     

"Stop, Itachi-san! Stop! Baiklah, aku memang kadang ceroboh, jadi hentikan mengungkit dosa-dosaku, oke! Toh, sekarang aku sudah tidak pernah salah lagi di kantor, kan?"     

"Ya, itu berkat gemblengan dariku. Kalau aku melunak padamu, tak tahu kapan kau bisa berubah." Itachi menggeleng seakan sedang putus asa.     

Betapa kesalnya Akeno melihat sikap Itachi macam itu. Tapi, dia memang melakukan beberapa kesalahan di saat awal-awal bekerja di SortBank. Yah, semua orang juga akan seperti itu di awal kerjanya, kan? Kan?     

"Kemarikan kopermu." Tangan Itachi terulur meminta koper Akeno diserahkan padanya untuk dinaikkan ke bagasi.     

Akeno memberikan koper besar dia dan dia pun memutar tubuh menghadap ke arah winter house itu. Rasanya baru kemarin dia tiba di rumah itu dan terpukau dengan ranjang ala princess, dan kini dia sudah harus meninggalkan tempat ini.     

"Kenapa, merasa sayang meninggalkan kamar tidur kesukaanmu?" tanya Itachi dari belakangnya.     

Memutar badan ke Itachi, Akeno membelalakkan mata. Kenapa lelaki ini seakan selalu tahu yang sedang dia pikirkan? 'Huft, jika memang Itachi mampu membaca pikirannya, lalu kenapa dia tidak pernah membaca pikiranku mengenai dia?' keluh Akeno di benaknya.     

Akhirnya, mereka berdua pun memasuki mobil Itachi dan melaju meninggalkan rumah musim dingin itu. Itachi akan menyerahkan kuncinya ke Oscar sebelum mereka pergi ke bandara.     

Tak sampai satu jam berikutnya, keduanya sudah berada di dalam jet pribadi Onodera. Akeno duduk meringkuk di salah satu sofa kamar di jet itu, memandang ke luar jendela, mendapati pesawat sudah hampir lepas landas.     

"Akeno, kenakan sabuk pengamanmu, pesawat sebentar lagi lepas landas." Itachi mengetuk pintu kamar tanpa masuk, hanya suaranya saja yang terdengar.     

"Ya." Akeno pun menurunkan kakinya dan segera memakai sabuk pengaman di sofa tersebut.     

Setelah pesawat berada di langit dengan stabil, barulah Akeno melepas sabuk pengaman itu dan mengangkat kaki di sofa sambil memeluk lutut memandangi bentangan langit di sekitarnya.     

Dia yang berharap perjalanan kali ini akan mendekatkan dia dengan Itachi, memimpikan sebuah perjalanan romantis di tengah musim dingin penuh salju yang syahdu … ternyata hanya begini saja.     

Tidak hanya dia merasa sangat malu akan peristiwa pelecehan dari Julian, Itachi juga begitu kejam berkata-kata saat mengompres dirinya.     

Tapi … ada yang dia rasa janggal. Sepertinya dia mendengar Itachi datang ke kamarnya lagi malam itu, namun sayang sekali Akeno tidak ingat apa saja yang mereka perbuat saat itu.     

Apakah Itachi mengatakan sesuatu lagi pada dirinya? Atau … apakah dia yang berkata sesuatu pada Itachi? Dia benar-benar tidak bisa mengingat momen-momen usai dia menangis lama dan sepertinya tertidur.     

"Hghh … yang pasti … ini bukan perjalanan romantis. Sama sekali bukan!" Akeno mendesah kecewa sambil menatap luar jendela, memeluk lutut sambil menaruh kepalanya di atas lutut yang tertekuk ke atas. "Diriku yang malang … mencintai pangeran es abadi, huff … bahkan, di pesawat mahal begini pun tidak ada yang terjadi antara kami. Tidak ada pelukan tak sengaja, atau pegangan tangan kebetulan. Tidak ada! Hghh … malangnya nasibku. Sudah di usia begini dan masih saja tidak berhasil dalam hal cinta …."     

Akeno terus meratapi nasib asmaranya.     

.     

.     

Turun dari pesawat pribadi Nathan Ryuu, Akeno dan Itachi meluncur dengan mobil Itachi. Hari sudah malam ketika tiba di Tokyo.     

Itachi pun mengantarkan Akeno ke apato-nya.     

"Tidak bisakah kita makan malam dulu sebentar, Itachi-san? Aku lapar." Akeno hanya ingin mengulur waktu agar bisa lebih lama dengan lelaki di sampingnya ini.     

"Kau masih lapar? Bukankah kita sudah makan di pesawat tadi?" Itachi melirik Akeno di sampingnya.     

"A-aku masih lapar! Memangnya salah? Tidak boleh, yah?" Akeno bersikukuh ingin mengajak makan malam.     

"Haahh … delivery saja. Pesan dari sekarang yang kau mau, nanti aku yang bayar." Itachi sepertinya malas membelokkan mobil ke arah restoran.     

Ingin sekali Akeno mengucek-kucek wajah datar Itachi agar memiliki sedikit ekspresi. Apakah pria itu tidak lelah terus memasang wajah sedatar itu setiap waktu?     

Tidak berani menolak, Akeno pun mulai memesan makanan secara delivery. Sebentar lagi mobil sampai di apato dia.     

Ketika mobil akhirnya benar-benar sampai di apato Akeno, Itachi masih berbaik hati membawakan koper besar Akeno hingga ke unit sang wanita.     

Berbarengan dengan pintu apato dibuka, kurir delivery food juga muncul. Seperti janjinya, Itachi membayar makanan itu dan membantu membawanya masuk ke dalam apato.     

Akeno bertanya-tanya, apakah dia bisa menawarkan sesuatu pada Itachi agar pria itu bisa berada lebih lama di tempatnya ini? Tapi penawaran macam apa? Menawarkan dirinya pada pria itu? Oufh! Akeno, berpikirlah secara lurus!     

"A-ano … Itachi-san, apakah kau ingin teh?" Akeno seketika merasa dirinya begitu kuno karena menawarkan hal yang terlalu biasa. Memangnya ini sudah abad ke berapa hingga menawarkan teh ke orang yang mengantar pulang?! Ia pun menyesal meluncurkan kalimat itu. "A-ano … makanan ini sepertinya terlalu banyak untukku, bisakah kau membantu menghabiskannya? Kumohon?" Akeno menatap harap-harap cemas ke Itachi.     

Pria itu diam sejenak menatap datar ke Akeno sebelum akhirnya mendesah dan berkata, "Hghh … entah hanya kau saja atau semua wanita itu membingungkan. Tadi kau bilang kau masih lapar, tapi sekarang kau butuh bantuan untuk menghabiskan makanan."     

Akeno diam menelan kekesalannya sambil melihat Itachi mulai melepas mantelnya. Yes! Terserah saja pria itu ingin mengomel apa, yang penting berhasil ditunda perginya!     

Akeno dan Itachi pun bersama-sama duduk di lantai kayu berkarpet tebal, memasukkan kaki mereka ke dalam meja kotatsu, memakan makanan yang dipesan Akeno.     

Kemudian, Akeno pamit hendak men-charge ponsel dia yang mulai kehabisan daya. Ia berdiri dan masuk ke kamarnya, mencolokkan charger ke ponsel tanpa mematikannya.     

Ia melirik foto Itachi di meja nakas, berkata, "Kau pangeran es yang susah dilumerkan! Aku benci padamu. Kau payah, tidak romantis!" Akeno memanyunkan bibirnya ke foto itu.     

"Begitukah kau menilai aku?" Mendadak, Itachi sudah berada di belakang Akeno.     

===========     

lyrics source = Kazelyrics     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.