Inevitable Fate [Indonesia]

Itachi Terlalu Kejam



Itachi Terlalu Kejam

0Honno isshun de are utagai ga motarasu kage yo (Meski dalam waktu yang sesaat, ada sebuah bayangan keraguan)     
0

Soredemo kokoro wa naze mata shinjiyou to suru (Meski begitu, kenapa hatiku masih ingin mempercayainya?)     

- Koufururon (Alasan Untuk Menyerah) by Yuu Miyashita - OST. Platinum End -     

=========     

Itachi mulai kikuk. Akeno bisa salah paham kalau begini!     

"Ermmhh … I-Itachi-san?" Suara lemah Akeno mengalun dengan mata merah berair menatap Itachi di sebelahnya.     

"Ohh, ehm … Akeno, kau demam." Itachi berusaha mempertahankan sikap tenangnya.     

"Ohh?" Akeno lekas menyentuh keningnya lalu lehernya. "Um, yah, sepertinya memang dem—ehh? Ini apa?" Akeno barulah menyadari ada sesuatu yang mengganjal dan menempel di selangkangannya. Ketika dia ambil, itu adalah handuk kecil. "Ini …." Dia menatap bingung ke Itachi.     

"Em, itu … aku sedang mengompresmu. Tolong jangan salah paham, aku tidak bermaksud apapun terhadapmu selain ingin menurunkan demammu dengan mengompresmu saja." Itachi berusaha sekuat tenaga menutupi sikap gugupnya.     

"Ohh, ya, terima kasih, Itachi-san. Aku jadi merepotkanmu." Akeno tersenyum kecil dengan wajah masih sedikit pucat. "Aku tidak mengira bahwa Itachi-san masih memperdulikan aku." Ia tidak mengubah posisi tubuhnya dan membiarkan tubuhnya tidak tertutup selimut.     

Tapi, justru Itachi yang malah menutupi dia dengan selimut, sehingga tubuh molek itu pun telah aman di balik selimut. Itachi mengambil handuk kecil tadi, sambil menyahut ucapan Akeno, "Jadi aku dianggap tidak memperdulikanmu, Akeno?"     

Akeno hendak menjawab, namun ia malah mengamati bagaimana Itachi bangkit dari tepi ranjangnya dan berjalan ke arah kamar mandi, ternyata untuk membilas handuk kecil tadi.     

Itachi memang sengaja membilas handuk tadi karena sudah bekas mengompres selangkangan, pasti akan aneh dan tak pantas apabila dipakai ulang untuk mengompres kening atau leher setelah ini.     

Kembalinya Itachi ke sisi Akeno, membuat wanita itu tenang sekaligus lega, ternyata dia tidak ditinggalkan, namun Akeno masih teringat ucapan Itachi tadi. Dia pun menimpali, "Bukankah itu memang benar? Itachi-san tidak memperdulikan aku, terutama saat di klub malam itu."     

Tangan Itachi kini sudah lebih cekatan membasahi handuk dan memerasnya sedikit untuk kemudian ditempelkan ke dahi Akeno. Lelaki itu menjawab, "Bukankah apa yang terjadi di klub malam itu adalah keinginanmu sendiri?"     

"Keinginanku?" Akeno heran. Dari aspek mana dia dilecehkan Julian di klub malam adalah sebuah keinginan dia? "Bagaimana itu bisa menjadi keinginanku?"     

"Kau yang memberi sinyal ke Julian agar lelaki itu bisa memegang dan menggerayangimu, bukan? Kau yang dari awal sudah bersikap permisif ke dia. Jadi, untuk apa aku menolongmu jika itu adalah hasil yang muncul dari sikapmu sendiri?" Itachi menatap tajam Akeno yang terbelalak tak percaya mendapatkan ucapan demikian darinya.     

"Itachi-san …." Akeno sampai kehabisan kata-kata. Namun, dia memaksakan diri ingin menimpali Itachi dan berkata, "Bukan hanya aku saja yang malam itu bersikap permisif, kan?" Matanya menyala akan kegusaran. Kenapa Itachi seolah menyalahkan dia?     

"Aku? Bersikap permisif lebih dulu?" Itachi memicingkan mata tajamnya.     

"Ya, dengan Lindsay." Akeno menjawab dengan mata menantang tatapan Itachi. Ia bahkan mulai duduk untuk menegaskan emosinya.     

"Lindsay?" Itachi memiringkan kepala sebelum akhirnya dia menyeringai kecil dan mulai paham. "Jadi itu kau anggap sebagai sikap permisif?"     

"Ya."     

"Apa kau tidak bisa membedakan mana sikap permisif dan sikap kooperatif?"     

"Sikap kooperatif?"     

"Apa kau lupa, Akeno, apa tujuan dan misi kita ke sini?"     

Akeno terdiam usai mendengar ucapan Itachi. Ya, mereka datang jauh dari Tokyo ke Sapporo adalah untuk menggolkan kerjasama dua perusahaan. Meski perusahaan Tuan Yang tidak sebesar SortBank, namun jika kerjasama ini berhasil, maka SortBank akan untung banyak.     

Namun, Akeno masih tidak bisa menerima alasan Itachi. "Itachi-san, apakah sikap kooperatif adalah ketika kau membiarkan orang lain menyentuhmu?"     

"Apakah Lindsay menyentuhku di tempat-tempat yang tidak pantas?" tanya Itachi.     

Akeno kembali diam dan berpikir. Ya, jika dipikir-pikir, Lindsay hanya menyentuh kemeja dan lengan Itachi, itupun masih terhalang oleh kemejanya. Dan dia juga ingat, ketika Lindsay hendak menempelkan tubuhnya secara vulgar ke Itachi malam itu, Itachi dengan pandainya berkelit menghindar hingga akhirnya Lindsay putus asa dan berhenti mencoba.     

Ini memang berbeda dengan sikapnya pada Julian di klub, dimana dia benar-benar sengaja memberikan sinyal pada Julian agar dia disentuh secara erotis.     

Tapi … itu dilakukan Akeno hanya untuk membuat Itachi cemburu! Kenapa dia saja yang harus merasakan hati yang membara karena cemburu? Kenapa?     

Atau … jangan-jangan … Itachi memang tidak merasakan apa-apa padanya dan maka dari itu, Itachi tidak merasa ada kewajiban bagi dia untuk cemburu? Astaga, alangkah menyedihkannya jika memang itu yang ada.     

Jadi, selama ini dia memang terlalu berharap begitu tinggi terhadap Itachi. Akeno merasa hatinya ingin meledak karena malu, kesal, kecewa dan berbagai macam perasaan tak nyaman lainnya.     

"Baiklah, baiklah! Jadi kau ingin mengatakan bahwa semua yang aku alami di sini adalah akibat dari aku sendiri, begitu?" Akeno menatap Itachi dengan perasaan berkecamuk. Ia berusaha keras menahan air matanya.     

"Ya, itu memang salahmu sendiri. Bagus kalau kau sudah mengetahuinya, Akeno." Secara lugas, Itachi mengatakan itu tanpa memberikan ekspresi berlebihan.     

Ini sungguh menohok dan juga menusuk hati Akeno, begitu menyakitkan.     

"Baiklah, baiklah, ini memang salahku, oke! Oke, aku memang jalang, aku memang pantas mendapatkan apa yang terjadi hari ini, ya kan?" Akeno tidak tahan lagi dan berputar memunggungi Itachi, menenggelamkan dirinya ke dalam selimut sambil melelehkan air mata yang sudah sulit dia bendung.     

Betapa kejamnya Itachi mengatakan itu secara terang-terangan padanya. Akeno merasa hancur. Ia terisak lirih.     

"Hm, aku tidak berkata kau jalang, dan … yah, jadikan ini pelajaran untukmu, karena aku mengajakmu ke sini agar kau banyak belajar." Setelah itu, Itachi keluar dari kamar tersebut.     

Begitu Itachi benar-benar sudah keluar dari kamarnya, tangis Akeno semakin lepas dan dia membekap wajahnya dengan bantal untuk menyamarkan tangisan itu.     

Selain merasa hancur, Akeno juga merasa malu luar biasa karena dirinya terkesan bagaikan jalang di depan Itachi. Menggoda Julian hingga akhirnya membuat Julian ingin memaksakan hasrat padanya. Jangan-jangan, Julian juga berpikir dia jalang dan begitu mudah disentuh sehingga lelaki brengsek itu bergerak seenaknya pada dia.     

Ini sungguh memalukan! Akeno tidak bisa menerima ini. Dia ingin menghilang saja dari dunia ini. Sudah dilecehkan pria lain, terlihat jalang pula di hadapan lelaki yang dia sukai. Seberapa parah itu?     

.     

.     

Tengah malam, Itachi belum tidur, masih duduk di depan perapian otomatis, hanya ditemani ponselnya saja, sementara badai salju masih menderu di luar rumah, terdengar mengerikan bagai suara napas monster.     

"Hghh …." Helaan napas Itachi muncul ketika dia menurunkan ponselnya, lalu dia melirik ke arah pintu kamar Akeno.     

Wanita satu itu begitu perasa, ucapnya dalam hati. Apakah dia berpikir aku ini bersikap mudah terhadap Lindsay? Bagaimana bisa dia menuduh begitu? Harusnya dia tahu, aku melakukan itu hanya karena Lindsay putri Tuan Yang, dan aku masih butuh kerjasama itu sukses.     

Itachi terus menggerutu di batinnya hingga dia tak sadar kakinya sudah melangkah ke kamar Akeno dan membuka pintunya, melihat Akeno masih memunggungi pintu dan tampak tenang.     

Apakah Akeno baik-baik saja? Itachi bertanya-tanya.     

=========     

lyrics source = Kazelyrics     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.