Inevitable Fate [Indonesia]

Akeno Demam, Butuh Dikompres di Selangkangan?



Akeno Demam, Butuh Dikompres di Selangkangan?

0What I gotta do, tteugeoun soni (apa yang harus kulakukan, tangan membaraku)     
0

neoreul chajado, I cannot have it (menggapaimu tapi aku tak bisa memilikinya)     

neoege sondaeseon an dwae, jeoldae (aku tak boleh menyentuhmu, tak akan pernah)     

hajiman ikkeulliji (tapi aku tertarik padamu)     

- Fever by ENHYPEN -     

=========     

Di winter house, malam itu, Akeno demam.     

Dimulai dengan Akeno yang meringkuk saja di kamarnya usai mandi air hangat. Namun, ketika Itachi memanggilnya untuk makan malam, tidak ada jawaban dari dalam kamar wanita itu.     

Itachi terpaksa masuk ke dalam kamar tersebut, hendak membangunkan Akeno yang dia ketahui memang susah dibangunkan hanya dengan suara saja.     

Melihat Akeno meringkuk di atas ranjang, hanya memakai piyama panjang dan hanya kaki yang terbungkus selimut, Itachi mendecak. "Kenapa hanya kakimu yang kau selimuti? Tsk, kau ini sungguh ceroboh, Akeno. Hei, bangun. Akeno, bangunlah. Makan malam sudah tersedia." Ia sambil menepuk ringan bahu Akeno.     

Namun, tidak ada pergerakan atau suara dari Akeno. Ini tidak seperti biasanya yang Itachi ketahui. Kemarin, jika Itachi membangunkan Akeno dengan sentuhan ringan, wanita itu akan mengerang atau bergerak kecil sebelum terbangun.     

Tapi, kenapa ini berbeda?     

Memicingkan mata karena curiga, Itachi duduk di tepi ranjang dan menyentuh pipi Akeno.     

Panas!     

"Akeno, kau demam!" Itachi terkejut. Ia lekas menaikkan selimut tebal di kaki Akeno menjadi membungkus seluruh tubuh wanita itu. Setelahnya, dia segera keluar kamar dan mengambil ponsel, hendak memanggil dokter.     

Tapi, alam berkata lain. Sedang terjadi badai salju di luar, dan entah apakah akan ada dokter yang bersedia datang di cuaca seburuk ini meski dibayar berlipat kali.     

"Tsk! Badai sialan!" rutuk Itachi. Ia menoleh ke jendela dan memang salju dan angin menderu begitu keras hingga suaranya terdengar sampai ke dalam, menandakan di luar memang terjadi badai salju yang buruk.     

Itachi tidak ingin menyerah. Meski panggilan dia ke dokter terdekat tidak dijawab, dia pun menghubungi Oscar. Ketika panggilannya diangkat Oscar, dia lega dan segera bicara, "Oscar, tolong panggilkan dokter ke tempatku sekarang, bisa kah?"     

"Wah, maaf, Itachi-san, aku sedang menjenguk anakku ke tempat ibunya di Hakodate. Katanya ada badai salju buruk di Sapporo malam ini, yah?" Ternyata, Oscar tidak berada di Sapporo.     

"Hm, ya, memang ada badai salju saat ini, tapi aku butuh bantuanmu."     

"Ada apa, Itachi-san? Sepertinya tadi kau mengatakan tentang dokter?"     

"Ya, Akeno demam tinggi dan aku butuh dokter saat ini."     

"Wah, jika memang di sana terjadi badai salju parah, mana ada dokter bersedia datang? Coba kau kompres dulu Akeno sembari menunggu besok, Itachi-san. Maaf, aku tidak bisa membantu."     

Setelah merasa sia-sia menghubungi Oscar untuk meminta bantuannya, Itachi pun menyudahi teleponnya, apalagi sambungan barusan agak terganggu dikarenakan badai salju parah.     

Itachi lekas mencari handuk kecil dan mencari baskom kecil untuk menampung air hangat guna mengompres Akeno nanti. Tapi, ternyata tidak ada baskom di lemari dapur rumah itu.     

Terpaksa mencari mangkuk paling besar yang ada dan itu dijadikan wadah kompresan air hangat.     

Membawa semuanya ke kamar Akeno, Itachi meletakkan benda-benda itu di atas meja dekat ranjang.     

Lalu, dia menghidupkan perapian di kamar tersebut. Beruntung saja itu adalah perapian otomatis, sehingga dia tidak perlu mencari kayu bakar terlebih dahulu atau menghidupkan dengan susah payah seperti jaman dulu, karena yang ini menggunakan bio etanol.     

Cukup memakai pengontrol jarak jauh, yaitu remote control untuk menyalakannya.     

Selesai berurusan sebentar dengan perapian demi menghangatkan ruangan tersebut, Itachi kemudian memasukkan handuk kecil tadi ke dalam air panas yang sudah dia siapkan dan memeras handuk tadi sebelum dia letakkan di dahi Akeno.     

Dia tidak memiliki pengalaman menangani orang demam, maka dari itu, dia hanya mempelajari ini dari apa yang dia lihat di film-film saja.     

Namun, karena tidak ingin salah, Itachi lekas membuka kanal Yutub untuk mencari cara mengompres yang benar menggunakan handuk seperti saat ini yang tersedia untuknya.     

"Ohh, ternyata dengan air biasa atau suam-suam kuku!" Segera, Itachi mengambil mangkuk berisi air panas dan mengganti dengan yang suam-suam kuku saja sesuai petunjuk di Yutub.     

"Letakkan kain basah tadi pada dahi, leher, ketiak, atau daerah selangkangan. Ini adalah teknik umum yang biasa digunakan untuk menurunkan suhu tubuh ketika demam." Suara dari Yutub merasuk ke telinga Itachi. "Yang perlu dilakukan hanya mencelupkan kain ke dalam air biasa—tidak terlalu dingin atau panas, lalu memerasnya, dan kemudian menaruh kain basah tersebut ke atas kulit."     

Mendengarkan petunjuk dari kanal tersebut, kening Itachi berkerut bingung. Dia harus meletakkan kain kompres tadi pada dahi, leher, ketiak atau selangkangan?     

Jika pada dahi dan leher, itu mudah saja, tapi ketika menyebutkan ketiak dan selangkangan, inilah yang membuat keningnya berkerut.     

Menutup kanal tadi, Itachi berubah ke Gugel dan mencari info cara mengompres yang benar. Dan ternyata sama! Metodenya sama seperti yang tadi diberikan orang di kanal Yutub sebelumnya.     

"Huff … haruskah?" Itachi menatap tubuh Akeno yang tergolek diam bagai orang tak sadarkan diri.     

Tapi, karena khawatir kondisi Akeno akan memburuk jika dia tidak bergerak cepat mengatasi ini, Itachi menelan salivanya dan membuat keputusan. Membuka pakaian Akeno.     

Maka, dengan tangan gemetar, Itachi benar-benar melucuti piyama Akeno, hanya menyisakan pakaian dalam wanita itu saja.     

Rasanya tidak masalah karena perapian otomatis sudah bekerja dengan baik menghantarkan panas ke seluruh ruangan. Pastinya Akeno tidak akan bertambah sakit meski hanya memakai dalaman saja seperti sekarang ini.     

Menggunakan air hangat biasa yang tidak terlalu panas, Itachi mulai mengompres, menaruh handuk basah yang sedikit dia peras dan ditaruh pada dahi selama beberapa menit.     

Tubuh setengah telanjang Akeno diselimuti dulu.     

Lalu, setelah dahi, handuk dibasahi lagi dan ditempel ke leher wanita itu. Dan kemudian, ke bagian ketiak.     

Membuka selimut, napas Itachi terasa berat ketika dia melihat pemandangan di depan matanya. Sepasang gundukan besar dan padat kencang di balik bra hitam yang hanya mampu menampung setengah dari gundukan itu saja.     

Menelan salivanya, Itachi mengalihkan perhatian ke lengan Akeno, mengangkat lengan mulus itu dan melihat ketiak bersih mulus milik wanita itu. Sepertinya Akeno pandai merawat diri, batin Itachi.     

Handuk diletakkan pada ketiak Akeno, bergantian kanan dan kiri dengan selang beberapa menit.     

Setelah ketiak, kini adalah bagian yang paling menantang bagi iman Itachi.     

Selangkangan.     

Kali ini, dia menelan dua kali salivanya sebelum memulai tindakan. Membuka selimut seluruhnya, tampil tubuh ramping namun berisi milik Akeno.     

Pantas saja Julian berhasrat memaksa Akeno. Itu karena tubuhmu memang molek, Akeno. Itachi masih membatin.     

Matanya berkelana dari dada, hingga perut dan akhirnya, tiba di destinasi handuk berikutnya. Selangkangan.     

Dengan perasaan campur aduk tak karuan, tangan yang membawa handuk itu pun diarahkan ke area feminine Akeno. Menempelkan di selangkangan setelah membuka sedikit kaki ramping itu.     

Lalu, sembari menunggu, agar dia tidak terus menatap ke tubuh Akeno, Itachi membaca ulang artikel tadi. Matanya mendelik seketika saat melihat bahwa artikel itu diperuntukkan untuk anak kecil!     

Ya dewa! Ternyata untuk anak kecil!     

Menepuk keningnya karena tidak teliti, Itachi hendak mengambil handuk di selangkangan tadi ketika Akeno mengerang lirih dan membuka matanya.     

Oh tidak!     

==========     

lyrics source = Color Coded Lyrics     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.