Inevitable Fate [Indonesia]

Sebuah Deklarasi



Sebuah Deklarasi

0dalligiran hangsang Win or lose (perlombaan selalu ada kemenangan dan kekalahan)     
0

I would never see the end of my (aku tak akan pernah melihat akhir dari)     

End of my world with you (akhir dari hidupku denganmu)     

- Eighteen by KEY SHINee-     

=========     

Saat ini, hanya satu hal yang mengganggu pikirannya … mengenai kecupan Yuza. Sungguh, ini merupakan sesuatu yang terus mengusik benak Reiko.     

Bukannya dia tidak mengetahui mengenai Yuza memiliki perasaan khusus padanya, tapi awalnya, Reiko mengira dia akan tetap baik-baik saja menjadi teman saja dengan Yuza.     

Dikarenakan hatinya tidak tenang mengenai hal satu itu, maka Reiko pun mengundang Yuza untuk makan bersama. Selain Yuza, dia juga mengundang Runa dan Shingo.     

Sepertinya Reiko tidak ingin lagi berduaan saja dengan Yuza. Yah, waspada dan berjaga-jaga meski itu kepada teman atau orang yang sudah lama kita kenal pun tidak masalah, kan?     

Berdasarkan pengalaman buruk Reiko mengenai orang-orang yang melecehkan dia secara fisik, Reiko tidak ingin mengalaminya lagi, terutama dari orang yang dia kenal baik, itu akan sangat menyakitkan jika terjadi.     

Reiko benar-benar tidak ingin Yuza melangkah lebih jauh ataupun berharap terlalu tinggi padanya.     

Bertemu di sebuah kedai kecil yang disebut yatai, Reiko bertemu dengan 3 lainnya: Runa, Shingo, dan Yuza.     

"Rei-chan, tumben kau mengundang kami makan malam, apalagi tanpa Tuan Ryuu." Runa memperbaiki duduknya setelah ia selesai memesan makanan dan minuman.     

"Ohh, Ryuu sedang ada perjalanan ke Tiongkok menemui klien penting di sana, tapi aku sudah meminta ijin untuk ini, kok, tak perlu khawatir." Reiko tersenyum dan mulai menyatakan pesanan dia pada pelayan.     

"Reiko-chan hanya sendirian saja di apato malam ini?" tanya Yuza, cukup membuat kening Reiko mengerut heran. "O-ohh, maksudku, jika kau takut sendirian, Runa-chan bisa menemanimu sampai Tuan Ryuu pulang." Ia harus buru-buru memperbaiki kalimatnya sebelum Reiko salah paham.     

"Ohh, ha ha ha, tidak perlu merepotkan Ru-chan mengenai hal remeh semacam ini. Aku bisa meminta Benio untuk menemaniku. Dan sepertinya Ryuu sudah memerintahkan hal demikian ke Benio." Reiko tertawa kecil.     

Ya, untuk apa Reiko harus mengganggu kemesraan Runa dan Shingo di malam hari? Dia akan sangat berdosa jika melakukan itu.     

Tak lama, pesanan datang dibawa pelayan dan mereka pun mulai makan dengan lahap dan akrab. Canda dan tawa menyertai setiap percakapan mereka.     

Sudah pasti, Yuza dan Shingo berlomba melirik ke Reiko, dan Runa hanya bisa mendesah tak berdaya melihat adegan itu.     

Kemudian, ketika semua makanan sudah ludes habis dan hanya menyisakan mangkuk serta piring kosong, mereka mulai berbincang sembari menunggu makanan turun ke perut.     

"Ano … ada yang ingin aku sampaikan kepada kalian." Reiko akhirnya berbicara setelah dia menghabiskan setengah dari teh jahe dia.     

"Wah, apa itu kira-kira, Rei-chan?" Runa berbinar tak sabar ingin tahu.     

"Ohh, rupanya dari awal Reiko ingin mengatakan sesuatu hal penting pada kami, yah!" Shingo segera memberikan tebakannya. "Apakah ini berkaitan dengan audisi kalian? Apa kalian sudah menerima hasil audisi?"     

Kepala Reiko menggeleng pelan disertai senyum kecut. "Bukan, bukan mengenai itu. Sama sekali bukan."     

"Wah, Reiko-chan, lalu apa yang ingin kau sampaikan pada kami? Sepertinya sangat penting dan sungguh serius." Yuza menaruh gelas sakenya agar lebih fokus pada apa yang hendak disampaikan Reiko.     

"Ya, ini memang sangat penting dan serius. Aku ingin membagikannya kepada kalian, karena aku mempercayai kalian dan yakin bahwa kalian akan menjaganya untukku." Reiko mengawali.     

Yang lain segera terdiam tak berani bergerak agar bisa mendengarkan Reiko setelah ini.     

"Aku … aku sudah menikah dengan Ryuu."     

DHUAR!     

Itu seperti bunyi bom yang ditembakkan melalui RPG ke jantung Yuza dan juga Shingo.     

"Me-menikah?" Yuza sampai tergagap saking syoknya. Kedua matanya membelalak terkesiap.     

Reiko mengangguk. "Ya, menikah. Aku sudah menikah dan menjadi istri sah Ryuu."     

"Sejak kapan?" tanya Shingo yang merasakan ludahnya seperti pahit ketika menayakan itu.     

"Itu … sudah lama, meski sebelum aku keluar dari Magnifico." Reiko mengeluarkan sebuah cincin pernikahan.     

Melihat itu, mata dua lelaki sudah memanas hendak menangis. Mereka serasa dihempaskan kuat-kuat ke neraka saat mengetahui kenyataan terpahit dari Reiko.     

Yuza menoleh ke Runa dah heran, "Kenapa kau tidak terlihat terkejut? Jangan katakan kau sudah mengetahui ini, Runa-chan!" tuduhnya.     

"Yah … bisa juga seperti yang kau ucapkan, Yuza!" Runa menjulurkan lidah ke Yuza.     

"Urgh! Ternyata Runa-chan sudah tahu lebih dulu ketimbang aku!" Yuza menjambak rambutnya penuh frustrasi.     

"Dih! Kau pikir siapa kau hingga ingin menjadi yang pertama yang mengetahui hal-hal penting dari Rei-chan? Aku ini sahabatnya, dan sudah belasan tahun mengenal dia!" Runa menepuk dadanya dengan sikap bangga, sengaja melakukan itu untuk meledek Yuza.     

"Reiko-chan … kenapa baru saat ini mengatakan ini pada kami?" Yuza terdengar santai ketika menyatakan protesnya, namun di dalam hatinya dia sudah remuk berkeping-keping, bahkan mungkin akan sangat susah memperbaiki kepingan-kepingan itu.     

"Um, he he he … Yuza-kun, bukan maksudku ingin meremehkan atau mengecilkan arti Yuza-kun dan Shingo-san … tapi, aku memang tidak ingin siapapun mengetahui ini. Hanya karena kebetulan saja, aku terpergok oleh Ru-chan, sehingga mau tak mau aku mengaku padanya."     

"Rei-chan! Kau sungguh menyebalkan!" Runa memberondong cubitan pada pinggang Reiko di dekatnya. "Jadi, kalau aku tidak memergoki kalian, kau tidak akan mengatakan padaku mengenai pernikahanmu, ya kan?"     

"Aha ha ha! Maaf, Ru-chan! Ha ah ha, stop! Stop! Aku bisa mati kegelian, Ru-chan!" Reiko sibuk berkelit dan menangkis tangan ganas Runa pada pinggangnya.     

Malam ini, Reiko sengaja mendeklarasikan pernikahan dia dengan Nathan Ryuu. Dia sengaja mematahkan hati Yuza dan Shingo, agar tidak perlu ada lagi yang berharap tinggi terhadap dia mengenai cinta.     

Tidak perlu lagi bagi Yuza dan Shingo untuk mengejar dia, lebih baik mereka stop saja memimpikan Reiko menjadi milik mereka. Reiko tidak ingin memberikan harapan terlalu muluk ke mereka berdua. Dia tidak ingin memasung kesempatan mereka untuk berbahagia dengan wanita lain.     

.     

.     

Malam usai makan bersama Reiko, dan sekaligus mendengarkan deklarasi pernikahan Reiko dan Nathan Ryuu, Yuza mengurung diri di unit apatonya, tidak ingin berkegiatan apapun selain meringkuk saja di sudut tempat tidur, menyemburkan semua kesedihan dia.     

Padahal dia masih memiliki harapan pada Reiko. Padahal dia masih yakin bisa bersaing dengan Nathan Ryuu meski bukan mengenai aspek finansial.     

Namun, Reiko menghempaskan semua harapan dia. Mana mungkin lelaki tidak sedih ketika ditolak wanita yang memenuhi ruang hatinya selama berbulan-bulan lamanya?     

Tok! Tokk!     

Terdengar bunyi ketukan pintu di unit Yuza. Lelaki itu menajamkan pendengarannya, menghapus lelehan air mata di pipinya.     

"Aku tahu kau ada di dalam. Buka ini, bocah!" Itu adalah suara milik Shingo. Lelaki itu ternyata hendak masuk dan bertemu Yuza.     

Cklek!     

Pintu unit dibuka, memang ada Shingo di depan pintu. Lelaki itu lekas saja masuk sambil mengacungkan beberapa botol sake dan camilan.     

"Ayo kita rayakan!"     

"Rayakan apa, Ossan?"     

"Rayakan patah hati kita!"     

===========     

lyrics source = Color Coded Lyrics     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.