Inevitable Fate [Indonesia]

Pagi Tenang Sebelum Badai



Pagi Tenang Sebelum Badai

0Sasai na yorokobitachi wo sodatete ikimasen ka (Maukah kau menumbuhkan berbagai kebahagiaan yang sederhana itu?)     
0

Anata no kao ga sukoshi samishi sou de (Ekspresi wajahmu terlihat sedikit kesepian)     

Chooku no hitotsu demo ietara naa (Andai aku dapat bicara meski dengan satu kapur)     

- Cinderella by Cidergirl - OST. Komi-san wa, Comyushou desu -     

===========     

Bertambah lagi satu orang yang mendapatkan penghakiman dari Nathan Ryuu. Namun, ini bukan jenis penghakiman yang langsung merenggut nyawa oknumnya, melainkan penderitaan berkepanjangan yang akan dirasakan sang oknum.     

Jenis penghakiman dari Nathan Ryuu tidak mengincar nyawa namun dia lebih suka targetnya putus asa dan merasa 'hidup tak ingin, mati tak hendak'.     

Pantaslah jika tuan muda satu ini disebut sang iblis jika itu adalah mengenai penghakiman. Sama seperti layaknya iblis, tidak langsung membunuh manusia, namun mempermainkan dan membuat manusia terjatuh dalam kesengsaraan dan putus asa.     

Ini berbeda dengan jenis orang berkuasa lainnya yang mungkin ketika menghukum seseorang menggunakan kuasanya, dia langsung merenggut paksa nyawa si target saat itu juga, dan mungkin saja melakukan cara pembunuhan yang keji dan tidak terpikirkan sebagai cara manusia.     

Orang jenis lainnya ini bukanlah iblis, dia bukan iblis namun monster, sebanding dengan monster yang akan mencabik-cabik korbannya sampai tidak tersisa dan diburaikan begitu saja bagaikan sampah saja tak berguna.     

Ketika Nathan Ryuu mendengar dari laporan anak buahnya bahwa pelaku pelecehan seksual pada istrinya sudah dieksekusi dengan menggunakan cara yang dia inginkan, pria Onodera ini tersenyum sambil menyudahi telepon dari anak buahnya.     

Senyum yang akan membuat anak buahnya yang telah mengenal baik dirinya, akan bergidik jika melihat senyum itu.     

-0-0—0-0—0-0-     

"Selamat pagi, sayank." Nathan Ryuu menyapa Reiko ketika wanita muda itu membuka matanya.     

"Mmmghh … Ryuu … selamat pagi juga," balas Reiko dengan suara serak khas orang baru bangun tidur. "Hm? Kau sudah bangun dari tadi?" Reiko menegakkan punggungnya, duduk di kasur sambil melihat suaminya sudah berpakaian kasual rapi dengan secangkir kopi berbau harum hingga ke hidung Reiko.     

"Ohh? Bangun pagi? Ahh, ya." Nathan Ryuu berbohong. Dia tidak tidur semalam dan ketika jam menunjukkan waktu di jam setengah 6 pagi, dia pun mandi untuk menyegarkan diri dan mendinginkan kepalanya.     

Sejak semalam, dia selalu tergoda untuk mencincang tubuh pelaku pelecehan pada istrinya. Namun, dia terus mengukuhkan hatinya bahwa dia bukanlah monster yang akan berbuat frontal seperti itu.     

Maka dari itu, dia memilih mandi air dingin untuk mendinginkan kepalanya, meski sebenarnya itu merupakan hal gila yang dilakukan seseorang di musim dingin seperti ini.     

Ini sama dengan godaan ketika Nathan Ryuu hendak memberikan hukuman kepada Tomoda dan juga 2 pria sewaan Erina sebelumnya. Kalau dia mau, dia bisa saja memerintahkan anak buahnya untuk melemparkan para pelaku pelecehan Reiko itu ke dalam mesin penggiling daging.     

Namun, dia teringat bahwa gaya penghukuman darinya berbeda dari orang lain. Dia lebih suka menyiksa mental targetnya. Dia suka mempermainkan targetnya bagai mereka adalah boneka marionette di tangannya. Dia adalah pengendali utama, adalah master bagi para boneka itu. Tak ada yang boleh lolos darinya.     

Maka, tak heran jika Tomoda bernasib mengenaskan di dalam penjara. Apakah batang kemaluan Tomoda masih utuh di tempatnya atau tidak, hanya Nathan Ryuu yang memiliki wewenang akan nasib benda itu.     

Mungkin juga tidak hanya itu saja yang diterima oleh Tomoda di sel penjara.     

Dan untuk 2 lelaki sewaan Erina, bisa saja dua tangan mereka masing-masing sudah tidak utuh, misalkan saja … dibakar? Dan mungkin juga salah satu ginjal mereka sudah tidak ada di tempatnya.     

Nathan Ryuu bermurah hati pada target-targetnya dengan masih membiarkan nyawa mereka melekat di badan. Namun, sampai di situ saja kemurahan hati seorang Nathan Ryuu, si iblis penghakiman.     

Jika orang berpikir kenapa dia harus melakukan penghakiman semacam itu, bukankah itu hanya akan membuat si target semakin dendam dan mungkin mereka akan tercekik oleh dendam kesumat.     

Coba, hitung ada berapa orang yang telah menerima penghakiman dari Nathan Ryuu. Ada banyak! Mungkin puluhan nyaris mencapai seratus, dan itu hanya demi membalaskan Reiko.     

Memangnya, jika para pelaku itu hanya dikirim ke penjara dan merasakan hukuman konvensional seperti itu, mereka akan bertobat? Para perundung itu, jika dihukum penjara, apakah ada jaminan akan berhenti menjadi perundung?     

Para pelaku pelecehan itu, apakah jika hanya dijebloskan ke penjara, mereka akan bertobat? Tidak ada jaminan.     

Maka, dari pada berharap akan tobatnya mereka, kenapa repot-repot menunggu jika dia memiliki jalan pintas? Memberikan kesempatan kedua? Tidak perlu bagi seorang Onodera.     

Kejam? Mungkin.     

Namun, Nathan Ryuu tidak perduli.     

"Rei sayank, apa kau mau kopi juga? Atau teh hangat?" tawar Nathan Ryuu sambil meletakkan cangkir kopinya ke meja dekatnya untuk mendekat ke sang istri yang baru bangun.     

"Sepertinya aku ingin susu hangat saja." Reiko tersenyum kecil sembari menurunkan kakinya jenjang dia dari tempat tidur, kemudian berjalan keluar kamar, menuju ke dapur diikuti Nathan Ryuu.     

Ketika sampai di dapur, Reiko tercengang, "Ryuu? Apa ini kau-"     

"Yup! Aku tadi bosan karena kau tidak juga bangun, maka dari itu, aku pun memasak untuk membunuh waktu." Nathan Ryuu menarik kursi untuk diduduki Reiko.     

Di meja dapur yang juga sebagai ruang makan kecil, mata dan hidung Reiko dimanjakan dengan hidangan sarapan pagi yang termasuk lengkap. Ada sup, daging, dan sayuran. Juga ada pancake hangat yang masih menyemburkan aroma harumnya.     

"Sepertinya aku akan tumbuh menjadi gadis manja jika kau selalu melakukan ini untukku, Ryuu." Reiko tidak bisa tidak tersenyum melihat usaha suaminya yang benar-benar mengejutkannya.     

"Aku justru ingin memanjakanmu hingga kau tak bisa jauh-jauh dariku." Nathan Ryuu duduk di seberang Reiko sambil munculkan senyum lembutnya, jenis senyum yang hanya akan diterbitkan pada orang yang dia sayangi saja.     

Mendengar kelakar suaminya, Reiko terkekeh, berkata, "Hm, rasanya aku langsung lapar ketika mencium aroma di sini. Aku sarapan sekarang, yah! Ayo, Ryuu, temani aku makan juga, yah!"     

"Hm, baiklah." Nathan Ryuu tidak menolak.     

Pagi itu, keduanya makan sarapan dengan tenang dan tanpa banyak berbincang.     

Semuanya terasa damai dan tenang.     

Bahkan, pagi ini pun Reiko tidak ingin pergi ke Adora, ia beralasan ingin menghabiskan hari di penthouse saja.     

Walau begitu, Nathan Ryuu paham bahwa istrinya belum pulih dari rasa syok dan trauma dia mengenai apa yang terjadi kemarin di depan gedung Adora.     

Kalau sudah begitu, mana mungkin tuan muda Onodera tega pergi meninggalkan sang istri sendirian saja di hunian mereka ketika Reiko sedang membutuhkan dukungan moril dan mental.     

Maka, sudah bisa dipastikan, Nathan Ryuu menghilangkan semua agenda dia hari itu untuk Reiko.     

Namun, siang hari rupanya waktu kedatangan badai itu. Yaitu, ketika Reiko mendadak saja berkata saat keduanya duduk menonton salju yang jatuh ringan dari jendela kamar mereka.     

"Ryuu, bagaimana jika aku mengoperasi dadaku?"     

===========     

lyrics source = Kazelyrics     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.