Inevitable Fate [Indonesia]

Penghakiman Dari Sang Iblis (rate MA)



Penghakiman Dari Sang Iblis (rate MA)

0Dareka no nakigoe wo haritsukete wa warau (Tertawa pada siksaan yang membuat seseorang berteriak)     
0

Bloody world hikari no nai desutopia (Dunia berdarah, itulah distopia yang tak memiliki harapan)     

Hana wa sakanai (Kebahagiaan pasti takkan mekar)     

- Dying Wish by Tasuku Hatanaka - OST Yuukoku no Moriarty (Moriarty The Patriot) -     

===========     

Adegan berikutnya adalah, keluarnya sebuah gergaji listrik. Ini membuat mata pemuda itu membelalak ngeri. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, menolak nasib yang disodorkan secara paksa padanya saat ini.     

Menit berikutnya, hanyalah ada suara jeritan tertahan dari pemuda itu ketika gergaji listrik itu mulai mengiris daging tangannya dan kemudian memotongnya perlahan-lahan.     

"Kau suka memegang-megang wanita meski mereka tidak mau, ya kan? Nah, tangan nakalmu ini harus diberi hukuman, oke? Ha ha ha!" Anak buah Nathan Ryuu terus menggerakkan gergaji listrik itu perlahan-lahan, sesuai dengan perintah bosnya tadi.     

Pemuda itu harus menikmati secara dramastis ketika tangannya dipisahkan dari dirinya.     

Karena hal itu sengaja dilakukan dengan perlahan, maka rasa sakit yang ditimbulkan pun begitu terasa dan lama, hingga akhirnya pemuda itu pun pingsan.     

Mengetahui pemuda itu pingsan, maka anak buah Nathan Ryuu yang bertugas memotong tangan pemuda itu pun segera mempercepat gergajinya untuk memotong kedua tangan itu sekaligus.     

"Nah, dokternya bawa ke sini!" seru yang lain.     

Kemudian, seorang berpakaian ala dokter pun mendekat. "Lakukan sekarang?"     

"Tentu saja, Sensei! Lakukan sebisamu."     

Dokter itu pun mulai bekerja pada pemuda itu. Rupanya dia bertugas untuk menjahit luka potong di tangan pemuda itu. Nathan Ryuu sudah memerintahkan untuk tidak membunuh pemuda itu, namun sebagai gantinya, pemuda itu harus diberi kenang-kenangan seumur hidup sebagai pengingat dosa-dosanya.     

"Sudah selesai, Sensei?" tanya salah satu anak buah Nathan Ryuu ketika melihat dokter langganan tuan muda Onodera telah menyelesaikan tugasnya.     

"Sudah aku jahit semua. Kini tinggal aku beri perban." Dokter itu berkata.     

"Baiklah, lakukan dengan cepat, Sensei, sebelum aku bangunkan dia."     

Dokter pun dengan cekatan membelitkan perban pada ujung tangan yang terpotong itu. "Sudah selesai."     

"Terima kasih, Sensei."     

"Tidak masalah. Baiklah, aku akan pulang sekarang juga. Sampaikan salam untuk tuan muda Ryuzaki."     

"Baik, Sensei. Tuan juga pastinya akan memenuhi rekeningmu setelah ini."     

Setelah dokter itu pergi, salah satu anak buah Nathan Ryuu menyadarkan pemuda itu dengan menampar pipi si pemuda, namun tidak berhasil. Akhirnya, guyuran air pun diberikan.     

"Mffhh! Mghhh!" Pemuda itu pun mulai sadar dari pingsannya. Namun, alangkah kagetnya dia ketika mendapati dua tangannya sudah tidak utuh lagi dan hanya ada ujung tumpul saja di sana yang diperban. "MRRGHHH! MMFFHH!" Ia berteriak tertahan karena masih memiliki sumpal kain dan lakban di mulutnya.     

"Maka dari itu, tuan mesum, kau harus segera bertobat dari segala kemesumanmu. Kalau kau masih juga berani mengganggu wanita dan melecehkan mereka dengan cara apapun, maka jangan salahkan aku jika nanti ada orang lain yang tiba-tiba memotong ini!" Tangan anak buah Nathan Ryuu menepuk gundukan kecil di selangkangan si pemuda.     

Wajah si pemuda seketika saja pias. Batang kebanggaannya hendak dipotong? Tidak! Dia tidak akan membiarkan itu terjadi. Dia tidak ingin kehilangan satu-satunya kebanggaannya itu setelah hidupnya menyedihkan sejak beberapa tahun ini.     

Tetapi, kini dengan hilangnya kedua tangannya, apakah dia masih bisa layak disebut manusia utuh? Bagaimana masa depan dia setelah ini?     

Masih sibuk mempertanyakan apa yang bisa dia kerjakan dengan cacat pada kedua tangannya, tiba-tiba dia mendengar anak buah Nathan Ryuu kembali berkata, "Dan karena kenakalanmu tidak hanya pada tanganmu saja, tapi juga matamu, ya kan?"     

Mata? Pemuda itu panik dan sibuk berteriak-teriak meski itu sia-sia. Sepertinya dia paham nasib macam apa lagi yang akan diberikan padanya.     

Salah satu anak buah Nathan Ryuu terkekeh sambil memainkan belati di tangannya.     

"MMMGGGHHHH!!!"     

Suara raungan tertahan itu mewakili rasa sakit luar biasa ketika ujung belati itu sudah ditusukkan ke matanya. Dua matanya, lebih tepatnya. Pandangan pemuda itu langsung saja gelap.     

Pemuda itu tidak bisa pingsan, meski dia berharap demikian. Dia merasakan semua rasa sakitnya. Apakah ini hukuman untuk para peleceh seksual? Harus seberat ini?     

Kalau bertanya pada Nathan Ryuu, dia akan menjawab, sangat iya dan sangat pantas!     

Para peleceh seksual, mereka adalah orang-orang egois yang busuk melebihi sampah terbusuk. Mereka jenis orang yang kejam pula. Mereka mendapatkan kepuasan setelah melecehkan orang lain tanpa mengerti luka jiwa macam apa yang mereka tinggalkan pada korbannya.     

Ya, Nathan Ryuu ingin memberikan neraka dunia pada peleceh macam pemuda egois itu.     

Hanya demi kepuasannya sendiri pemuda itu berani menaruh tangan pada orang lain, terutama yang lebih lemah? Lalu, bagaimana dengan kejiwaan para korbannya? Trauma yang akan selalu mengiringi perjalanan hidupnya, menciptakan lubang di jiwa para korban pelecehan seksual.     

Maka dari itu, Nathan Ryuu benar-benar tidak akan bersimpati pada para pelaku pelecehan seksual. Bagi tuan muda itu, pelaku kejahatan semacam itu merupakan golongan terendah dari segala penjahat yang ada di dunia.     

Oleh karenanya, tidak ada ampun dan hanya ada neraka dunia saja untuk pelaku pelecehan seksual. Jika orang itu dibawa ke meja hukum, hanya akan menguntungkan si pelaku karena tidak akan dihukum yang patut, seakan hukum tidak bisa berempati pada para korbannya.     

Biarlah tuan muda Onodera ini saja yang menjadi hakim bagi orang-orang bermasalah yang dia temui. Biarlah senyum iblis itu saja yang memberikan ganjaran pantas pada para pelaku kejahatan di sekitarnya, terutama yang berani menyakiti istrinya.     

Jangan tertipu dengan senyum menawannya, karena dia menyimpan taring iblis di dalam mulut itu.     

Dan setelah anak buah Nathan Ryuu memberikan hukuman pada pemuda itu, salah satu dari mereka berkata di dekat telinganya, "Kalau kau pintar, kau tak perlu mengatakan apapun pada siapapun mengenai malam indah ini, mengerti? Karena kalau kau berani mengatakan mengenai yang terjadi di sini, justru kau sendiri yang akan dimasukkan ke sel dan siapa tahu apa yang akan menanti kau di sana. Kau mengerti?"     

"M-mmghhh … mffhhh …." Pemuda itu mau tak mau mengangguk dengan badan gemetar menahan sakit luar biasa pada dua matanya.     

"Kau tahu, kau bisa katakan pada orang bahwa kau hanya bertemu dengan preman dan berkelahi dengan mereka, maka hidupmu akan baik-baik saja." Anak buah lainnya berkata.     

"Dan jangan lupa, lekaslah bertobat!" imbuh yang lain.     

Pemuda itu sampai tak bisa menangis karena entah apakah dia masih bisa mengeluarkan air mata dalam keadaan seperti ini. Tak punya tangan dan juga mata.     

.     

.     

Brukk!     

Anak buah Nathan Ryuu melempar tubuh pemuda itu di sebuah jalan tanpa cctv dan sepi di dekat kompleks rumah pemuda itu. Dia tidak lagi diikat dan tidak disumpal.     

Lalu, deru mobil pun menjauh dari sana, menghilang di gelapnya malam pekat jam 2.     

Pemuda itu benar-benar tidak tahu anak buah siapa mereka? Siapa wanita yang dia singgung? Karena itu, dia tidak akan bisa melaporkan ini pada polisi meski ingin.     

Dia teringat, jika dia melapor, maka kejahatan dia sendiri justru akan ikut terungkap. Teringat pada ibunya yang cerewet dan ayahnya yang pemarah, dia hanya bisa memendam saja semua kepahitan akibat perbuatannya sendiri.     

.     

.     

"Tuan, sudah dilaksanakan."     

===========     

lyrics source = Kazelyrics     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.