Inevitable Fate [Indonesia]

Kacau dan Panik



Kacau dan Panik

0I'm a mess I'm a mess (Aku kacau, aku kacau)     
0

Hitori no yoru wa konna omoi ga afurete yuku (Di malam ketika aku sendiri, perasaan semacam itu pun meluap)     

I'm a mess I'm a mess (Aku kacau, aku kacau)     

Yoyuu no negative onaji you ni kurushimerarete (Di ambang batas negatif, di saat yang sama aku merasa tertekan)     

- I'm a Mess by My First Story -     

=========     

"Rei sayank, kapan kau melepaskan diri dari pil kontrasepsi?" tanya Nathan Ryuu sambil dia memeluk dan mengelus-elus lengan telanjang istrinya, usai mereka bercinta selama 2 jam lebih.     

"Mmh? Apa kau terlalu terburu-buru memiliki anak, Ryuu?" Reiko dengan rasa kantuk luar biasa, masih menjawab suaminya sambil menengadahkan kepalanya mempertemukan pandangan dengan mata sang suami.     

"Hm, aku hanya bertanya. Kalau kau masih belum siap, aku tidak akan menuntutmu." Nathan Ryuu balas menatap istrinya sebelum dia mengecup kepala Reiko. "Tidurlah, sayank."     

"Terima kasih, Ryuu. Terima kasih atas pengertianmu." Reiko lega tak perlu memberikan jawaban secara gamblang, dan ia pun tersenyum damai sambil menenggelamkan wajahnya ke dada sang suami, mencari bau maskulinitas khas sang suami yang dia suka.     

Sedangkan Nathan Ryuu, dia mengetatkan pelukannya.     

Ini sudah tiga kali baginya menanyakan mengenai kesediaan Reiko memiliki anak bersamanya. Namun, istrinya masih belum siap dan Onodera ini begitu pengertian akan keputusan Reiko menunda.     

Yah, mau bagaimana lagi, Reiko masih begitu muda, jadi wajar jika masih ingin menikmati masa muda sepuasnya dulu sebelum dibebani tanggung jawab sebagai seorang ibu.     

Sejak pertama mereka berhubungan intim sebagai suami istri, Reiko sudah meminta ijin pada Nathan Ryuu untuk menunda memiliki anak dulu karena Reiko masih ingin menikmati masa mudanya.     

Maka dari itu, sebelum Reiko memutuskan ingin bercinta secara resmi dengan Nathan Ryuu, dia sudah menelan pil kontrasepsi terlebih dahulu setelah mendapatkan ijin dari suaminya.     

Beruntung bagi Reiko bahwa ketika dulu dia mabuk dan Nathan Ryuu terpaksa menyetubuhi dia, dia sedang dalam kondisi tidak subur, sehingga tidak terjadi apapun setelahnya.     

-0-0—0—0-0-     

Berbeda dengan Reiko yang masih ingin menunda memiliki anak, tidak demikian yang terjadi dengan Runa.     

Dia begitu ingin hamil. Dia ingin membuat Shingo makin terikat dengannya jika ada anak yang hadir di antara mereka. Dengan begitu, Shingo takkan bisa melepaskan diri darinya.     

Pemikiran Runa ini begitu egois dan jika diketahui Reiko ataupun yang lain, dia pasti akan ditegur keras karena hendak menjadikan anak sebagai tameng dalam sebuah hubungan.     

Anak haruslah muncul sebagai sosok yang benar-benar diinginkan dalam sebuah hubungan yang sehat dan bertujuan secara tulus untuk memiliki bersama-sama, bukan sebagai sarana pengikat.     

Jika anak diposisikan hanya sebagai pengikat, itu sungguh rapuh dan harga anak terlihat begitu rendahnya.     

Tapi, saat itu Runa sudah begitu putus asa, khawatir Shingo akan mendapatkan kebahagiaan dari wanita lain.     

Oleh karena itu, sejak awal dia merayu Shingo untuk bercinta, Runa sama sekali tidak memakai pengaman apapun.     

Ketika itu, saat Shingo bertanya apakah dia bisa memakai k0ndom terlebih dahulu sebelum memasukkan miliknya ke Runa, Runa berkata bahwa dia sudah menelan pil kontrasepsi beberapa jam sebelum Shingo datang.     

Oleh karena diberikan ketenangan dari ucapan Runa, maka Shingo pun tidak pernah ragu-ragu untuk melakukannya dengan Runa.     

"Sshhh! Kenapa tidak juga bergaris dua!" Runa membanting alat tes kehamilan ke lantai saat dia melihat hasilnya. Padahal dia sudah begitu suka cita karena belum mendapatkan haid di bulan ini.     

Itu adalah alat tes kehamilan yang ketiga yang dia pakai sejak kemarin, dan hasilnya selalu saja hanya garis satu saja.     

Runa ingin menangis keras-keras sambil menjerit. Kapan dia bisa hamil anak Shingo? Dia takut kehabisan waktu dan Shingo akan melayang terbang pergi darinya.     

Tangannya sudah gemas ingin meraih ponsel dan mengubungi Shingo agar datang menghiburnya. Tapi dia teringat nasehat Akeno tadi siang. Abaikan sebentar lelaki kita agar mereka tahu bahwa mereka merasa hampa dan kosong tanpa ada kita.     

"Ssshhh! Ini sudah berapa jam? Sudah berapa jam dari terakhir aku menghubunginya?" Runa berjalan gusar di kamar apatonya. Matanya melirik ke jam di tembok dan menemukan masih jam 9 lebih.     

Dia membutuhkan setidaknya 3 jam lagi jika ingin menghubungi Shingo.     

Sembari berjalan mondar-mandir, Runa pun berpikir, kira-kira apa yang dilakukan Shingo malam ini?     

Nekat, akhirnya Runa memutuskan untuk pergi ke apato Shingo. Daripada kepalanya meledak karena terus berpikir dan membayangkan kira-kira apa yang dilakukan pria terkasihnya.     

Namun, Runa berjanji pada dirinya bahwa dia tidak akan memaksa masuk ke apato Shingo. Dia hanya akan menunggu saja di luar.     

Maka, Runa pun sudah berada di gedung apato Shingo menggunakan taksi. Itu lebih aman, menurutnya.     

Sesampainya di gedung itu, Runa mengendap-endap. Untung saja sudah cukup sepi di sana sehingga dia tidak akan disangka pencuri atau semacam itu.     

Ia melihat dari luar, jendela yang dia yakini sebagai unit milik Shingo, di sana tidak ada nyala lampu, menandakan 2 kemungkinan: Shingo sudah tidur, atau … Shingo pergi.     

Dan kemungkinan kedua itu sungguh mendera otak Runa. Ingin sekali dia mencabut keluar pemikiran itu dari otaknya, namun malah makin ingin disangkal, itu justru makin terpendam dalam-dalam di otaknya.     

Berjalan mondar-mandir dengan gelisah, Runa sibuk memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa mengetahui dengan jelas apa yang ada di dalam kamar itu? Apakah Shingo ada di dalamnya atau tidak?     

"Runa-chan?"     

Runa hampir saja melompat saking kagetnya ketika mendengar namanya disebut. Ia menolak dan menjawab dengan wajah campur aduk, "Yu-Yu-chan!"     

"Kenapa kau di sini?" tanya Yuza yang sepertinya dia baru dari luar dan hendak ke unitnya.     

"Aku … aku hanya sedang bosan dan ingin mengobrol dengan kalian. Mana Shin, ano … Shingo?" Runa menggunakan alasan jitu dengan cepat untuk menepis kecurigaan Yuza pastinya.     

"Ossan? Dia … entah, aku tak tahu." Yuza mengangkat dua bahu dengan sikap acuh tak acuh.     

"Memangnya kalian tidak bersama-sama? Kau ini dari mana, sih?" tanya Runa dengan cara halus menginginkan informasi mengenai Shingo.     

"Aku dari Adora."     

"Apa Shingo tidak bersamamu di sana?"     

"Hm? Tidak. Kurasa tidak. Tadi petang sudah aku ajak dia tapi tak ada jawaban dari kamarnya, maka aku pun berangkat sendiri ke Adora."     

"Lalu … kau tidak bertemu dia di sana?"     

"Tidak. Aku tidak bertemu Ossan di Adora. Entah ke mana dia. Pasti ke tempat pacar rahasianya. Ehh, Runa-chan, apa kau sudah tahu bahwa Ossan sekarang sudah memiliki pacar rahasia!"     

"Oh ya?" Alis Runa terangkat tinggi, berlagak kaget. "Siapa?" Jantungnya berdebar keras tak karuan, berharap jawaban dari Yuza tidak menambah kacau pikirannya.     

"Entah. Sejak kemarin, Ossan sepertinya tidak pulang ke apato."     

"Apa?!" Runa nyaris jatuh ke lantai mendengar ucapan Yuza. Ingin menangis dan menelepon Shingo. Dia ingin lelaki itu di sini sekarang! Sekarang juga!     

Dia tidak perduli, dia ingin Shingo! Dia ingin lelaki itu! Terserah jika dia tidak mematuhi nasehat Akeno! Dia pokoknya harus mengetahui di mana sebenarnya lelaki itu!     

Maka, Runa pamit pada Yuza dan berlari mencari tempat sepi untuk bisa menelepon Shingo.     

==========     

lyrics source = Kazelyrics     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.