Inevitable Fate [Indonesia]

Mengkhawatirkan Kekasih



Mengkhawatirkan Kekasih

0I cannot breathe (aku tak bisa bernapas)     
0

Without you being right by my side, I'll die (tanpamu di sisiku, aku akan mati)     

So can you please come over closer (maka bisakah kau datang kemari mendekat)     

Hold me tight, right now (peluk erat aku, sekarang juga)     

- Red Light by BangChan & Hyunjin Stray Kids -     

========     

Pulang di apato yang ditempati dirinya, Runa tidak mendapati Shingo ada di sana. Ke mana pria itu?     

Mengambil ponselnya, dia menghubungi pria itu. "Shin? Moshi moshi, Shin?" Akhirnya, setelah mencoba 3 kali menghubungi secara berulang-ulang, telepon itu diangkat juga oleh Shingo.     

"Hm, ya?" Shingo menjawab dengan suara malas di seberang sana. "Ada apa?"     

"Tidak ke apatoku?" tanya Runa sambil memainkan ujung rambut panjang dia dengan jari.     

"Hm, sepertinya tidak dulu."     

"Kenapa, Shin?"     

"Aku sedang tidak ingin ke sana."     

"Apa … kau sibuk?"     

"Ya, seperti itu. Sudah, yah!"     

Dan telepon pun ditutup sepihak oleh Shingo.     

Sibuk? Runa mengerutkan kening. Yang dia dengar, suara Shingo seperti suara habis bangun tidur. Apakah itu yang dinamakan sibuk?     

Pikiran Runa mulai goyah. Apakah … apakah Shingo mulai bosan padanya? Bagaimana ini? Bagaimana?     

Karena panik jika pemikiran itu benar adanya, maka ia pun lekas meraih tas tote dia, mengisi dengan beberapa baju dan alat make up, lalu pergi keluar, naik taksi ke apato lelaki yang sudah dia anggap kekasih.     

Sebenarnya, biaya taksi di Jepang itu sangat mahal. Namun, karena Runa kini sudah memiliki pendapatan dari pekerjaan dia, dia memilih naik taksi karena lebih cepat dan turun pun di depan gedung apato Shingo dengan mudah.     

Keluar dari taksi, Runa berlari masuk ke gedung berlantai 3 itu dan langsung menuju ke sebuah unit yang sudah dia hafal. Memencet bel beberapa kali.     

Ketika pintu terbuka, ada wajah terkejut Shingo menyambutnya. Ternyata benar, lelaki itu ada di apatonya dan seperti habis bangun tidur, terlihat jelas dari suasana wajah dan rambut kacaunya.     

Semalam, Shingo tidak datang ke apato dengan alasan sibuk, dan Runa masih bisa menahan pikiran buruknya. Meski begitu, Runa meminta Shingo datang langsung ke apato dia karena Shingo telah memiliki kunci duplikat apato itu pula.     

Shingo sudah berjanji akan datang, tapi kenapa hingga siang Runa selesai membantu Reiko tadi, Shingo tidak juga ada di apatonya?     

Dan, pria itu hanya beralasan sibuk sejak semalam dan ternyata hanya tidur? Atau apa? Jangan-jangan Shingo sibuk menemani perempuan lainnya dari semalam dan pagi ini sibuk tidur karena lelah?     

Otak Runa nyaris berasap memikirkan kemungkinan itu.     

Segera saja, Runa mendorong tubuh Shingo sehingga dia bisa segera masuk ke apato lelaki itu dan dia segera saja mencari-cari di dalam sana, siapa tahu dia menemukan sosok perempuan lain, meski dia sangat berharap agar itu tidak terjadi.     

Dan ketika Runa tidak mendapati adanya perempuan mana pun di apato Shingo, dia menghela napas lega. Namun, dia berbalik menghadap Shingo dengan wajah cemberut. "Kau belum ke apatoku?"     

"Belum sempat, maaf." Shingo malah berjalan gontai ke dapur dan menuang air ke gelas untuk dia minum. Runa mengikuti dia ke sana. Melirik Runa, dia bertanya, "Kenapa malah ke sini?"     

"Aku … aku mengkhawatirkanmu. Karena kau tidak juga datang ke apato sejak malam." Runa mencengkeram erat pegangan tasnya.     

"Bukankah hari-hari sebelumnya aku sudah menemanimu terus di apatomu? Kenapa memangnya jika kali ini aku tidak ke sana?" Ada nada kesal di suara Shingo.     

"U-um, maaf. Aku … aku hanya khawatir." Runa tertunduk.     

"Hm, ya sudah. Sekarang kau sudah melihat bahwa aku baik-baik saja, bisakah kau pulang saja ke tempatmu sendiri? Aku ingin istirahat." Shingo meninggalkan Runa di ruang itu untuk pergi ke kamarnya.     

Runa masih mengekor masuk ke kamar. Ia melihat Shingo langsung merebahkan dirinya di atas kasur futon, sepertinya bersiap tidur.     

Tidak ingin begitu saja melewatkan waktu dengan lelaki terkasihnya, Runa pun segera masuk ke kamar mandi dan berganti baju dengan kostum seksi yang dia dapatkan dari Reiko beberapa hari lalu.     

Keluar dari kamar mandi, Runa menuju ke futon dan merayap di atas Shingo.     

Lelaki itu terkejut dan membuka matanya. "Runa!"     

"Kenapa tidak memanggilku Runatan?"     

"Baiklah, Runatan. Tu-tunggu dulu, Runatan! Jangan-mmgghh …." Shingo tidak berkutik ketika celana kolor dia diturunkan sampai paha oleh Runa dan gadis itu meraih batang jantannya untuk segera dipenjara di dalam mulut hangatnya.     

"Ru-Runa…tan … mmrrghh … jangan beg-mmghh …." Sebagai lelaki, apalagi yang masih dilanda patah hati oleh seorang perempuan, ketika ada godaan dari perempuan lain, tentu dia akan kesulitan menampik.     

Maka, dalam hitungan beberapa menit setelah Runa terus memanjakan batang jantannya, Shingo pun menyerah dan mulai membalas godaan Runa dengan sikap bergairahnya.     

Jika memang Runa menginginkan yang seperti ini, baiklah. Anggap saja ini sebuah hiburan bagi Shingo saat dia sedang bosan dan kesal dengan patah hatinya yang belum juga usai.     

Maka, memanfaatkan Runa sebagai pelampiasan rasa frustrasinya, Shingo pun menyetubuhi Runa hingga dua sesi berturut-turut.     

Ini tentu saja membahagiakan bagi Runa. Dia merasa sangat dicintai sekaligus diinginkan. Dia merasa cintanya dibalas oleh Shingo.     

Sungguh, entah Runa begitu naïf … atau dia hanya sedang dalam masa denial, mencoba menutupi apapun dengan penyangkalan, bahwa Shingo memang mencintai dia.     

Selesai melakukannya, Runa dipenuhi akan kebahagiaan dan bergelung erat memeluk Shingo di futon.     

Ting tung!     

Terdengar suara bel unit Shingo. Runa dan Shingo sama-sama fokus setelah mereka nyaris tidur bersama.     

"Ossan? Apa kau ada di dalam?" Itu suara Yuza.     

Runa dan Shingo saling diam dan keduanya menegakkan tubuh, duduk di futon dengan sikap tegang.     

"Ossan? Kau di dalam sana, ya kan?" Yuza sambil terus menekan bel. "Aku tadi melihatmu membeli makan di konbini sebelah, iya kan? Kau pasti di dalam! Ossan, ayo keluar dan kita ke Adora!"     

Karena bunyi bel yang riuh dan tidak juga dihentikan Yuza, Shingo kesal dan berdiri untuk berjalan ke pintu. Runa segera saja memakai bajunya ala kadarnya, memperbaiki riasannya pula andai Yuza benar-benar masuk.     

Ternyata, Shingo hanya berdiri di depan pintu, menjawab Yuza, "Bocah, biarkan aku tidur! Aku tak ingin kemana-mana saat ini!"     

"Ossan, apa kau sudah mulai menua? Kau tadi malam pasti sibuk dengan pacar rahasiamu itu, ya kan, makanya sesiangan ini terkapar di kamarmu? Ha ha ha! Ossan, ayolah berlatih bersamaku di Adora! Agar tulang-tulangmu kembali muda, tidak dihabiskan kekasihmu terus! Hati-hati lututmu kena osteoporosis!" Mulut Yuza memang beracun.     

"Sialan kau, bocah busuk! Sana pergi sendiri dan tinggalkan aku!" Shingo memukul pintunya, mengakibatkan Yuza yang berada di seberang pintu terlonjak kaget.     

"Pffttt! Oke, oke, kalau kau memang sedang terkapar tak bisa menggerakkan lututmu. Aku akan pergi sendiri, paipai!" Yuza memukul pelan pintu sebagai balasan.     

"Huh!" Shingo menghembuskan napas beratnya sebelum kembali ke kamar, melihat Runa sudah membereskan penampilannya. "Inilah kenapa aku tidak ingin kau datang ke sini. Paham?"     

Runa tertunduk dan berkata lirih, "Maaf."     

========     

lyrics source = Color Coded Lyrics     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.