Inevitable Fate [Indonesia]

Baiklah Jika Menginginkan Begitu



Baiklah Jika Menginginkan Begitu

0Ato ikutsu no "yoru" to "karappo" kamishimetara (Jika kita melalui "malam" dan "kehampaan" itu berkali-kali)     
0

Tadori tsukeru no kamo shiru hito sae kaimu (Mungkin kita dapat meraihnya, tak ada satu pun yang tahu)     

- Shinsekai (Dunia Baru) by RADWIMPS -     

==========     

Shingo masih jelas mengingat ucapan bahwa Runa menyatakan cinta padanya saat mereka sedang bergumul di ranjang ini, namun setelahnya, sepertinya Runa tidak lagi menyinggung mengenai topik itu.     

Dengan ini, Shingo berpikir sederhana bahwa Runa hanya sedang meracau saja karena terbawa suasana, mungkin? Yah, bisa jadi seperti itu.     

Alih-alih mengatakan mengenai cinta, Runa malah menginginkan aksi-aksi intim seperti tadi. Ingin bisa bercinta dengan Shingo kapanpun ketika ingin.     

Sebagai lelaki, Shingo bisa apa? Kucing ditawari ikan, mana bisa diam tidak bereaksi? Cinta dan s3ks adalah hal yang berbeda, ya kan? Di dalam cinta bisa ada s3ks, namun di dalam s3ks, belum tentu ada cinta.     

Baiklah, sepertinya Runa ingin hubungan macam itu saja. Hubungan sama-sama mau. Friends With Benefits?     

"Runa-chan, kau yakin menginginkan aku?"     

Runa mengangguk pelan, masih tertunduk.     

"Menginginkan bisa terus bercinta denganku?"     

Sekali lagi, Runa mengangguk.     

"Seperti ini?"     

Brukk!     

Shingo mendorong tubuh Runa hingga gadis itu punggung Runa jatuh pada kasur, dan belum sempat Runa mengatakan apapun, Shingo sudah berada di atas tubuh Runa.     

"S-Shin …."     

"Kau yakin mengenai itu?" Suara Shingo terasa berat dan dalam.     

Runa terpesona dengan jenis suara seduktif macam itu dan membuat dia mengangguk bagai terhipnotis. "Annghh …."     

Sekali lagi, Shingo menyetubuhi Runa. Jika memang gadis itu hanya ingin sebuah hubungan mau sama mau semata, kenapa tidak? Lelaki mana yang bisa menolak hal semacam ini?     

Biarlah Shingo meluapkan semua perasaan dia pada tubuh Runa, termasuk perasaan frustrasi dia mengenai Reiko. Bahkan, dia bisa menganggap Runa bagaikan Reiko, bukan?     

Kejam, tapi Shingo tidak memiliki pilihan. Dia tidak mungkin memaksa Reiko menerima perasaannya. Kalau sudah begitu, biarlah dia mendapatkan penghiburan dari patah hatinya dari Runa. Tidak ada salahnya, kan? Apalagi gadis itu juga tidak keberatan dengan hubungan ambigu semacam ini.     

Baru saja mereka bersenggama penuh gairah di tempat tidur, Shingo masih mengulanginya lagi di kamar mandi ketika dia mengajak Runa untuk membilas bersama-sama.     

Tidak ada yang mengecewakan pada tubuh Runa, itu adalah jenis tubuh yang masih bisa memuaskan hasrat lelaki manapun, Shingo tidak keberatan mengenai apapun yang ada pada Runa.     

Memang tidak semolek Reiko, namun masih bisa memancing hasrat libidonya, terlebih ketika Runa merintih saat dia memenuhi gadis itu dan menghentakkan dirinya kuat-kuat, Runa begitu terlihat manis dan tak berdaya, membuat Shingo tergerak ingin terus dan terus menenggelamkan miliknya pada gadis itu.     

Alhasil, Shingo tergeletak lelah pada paginya setelah entah berapa kali dia melakukannya pada Runa.     

Saat dia terbangun, Runa tak ada di sebelahnya seperti saat dia terakhir kali menyetubuhi gadis itu di pagi hari ketika matahari sudah mulai muncul malu-malu.     

Mencari di kamar dengan matanya, Shingo tidak melihat Runa. Ia pun turun dari tempat tidur setelah mengambil celana jins dan memakainya tanpa memakai kaosnya. Pemanas ruangan di tempat itu sungguh baik sehingga ia tidak merasa kedinginan sama sekali.     

Shingo bertemu Runa di dapur, rupanya gadis itu sedang membuat sesuatu entah apa.     

"Sedang memasak apa?" tanya Shingo sambil mengambil duduk di salah satu kursi di sana.     

Runa menoleh singkat ke belakang dan menjawab, "Ano … hanya membuat sup ikan. Sepertinya akan cocok dimakan saat cuaca sedingin ini, ya kan?" Dalam hatinya, Runa mendesah sedih, kenapa Shingo tidak memeluknya dari belakang seperti yang sering dia dapati dalam adegan-adegan mesra di drama romantis.     

"Oh, ya benar. Itu memang pantas untuk musim dingin begini." Shingo meraih ponsel yang ternyata masih berada di saku belakang celana jinsnya.     

Runa membawa sup ikan di meja dan bertanya, "Shin, kau tak memakai kaosmu, apakah tidak dingin?"     

"Ohh, tidak perlu. Pemanas apato ini sungguh baik sehingga aku bahkan tidak merasa dingin sekalipun." Shingo memerhatikan Runa yang sedang mempersiapkan ini dan itu di meja.     

"Nah, makanlah." Runa mempersilahkan lelaki itu untuk makan.     

"Kebetulan, aku memang sedang lapar sekali. Terima kasih, Runa-chan." tanya Shingo sambil mulai mengaduk sup yang sudah diambilkan Runa di mangkuk kecil.     

"Um, Shin, bolehkah aku meminta sesuatu lagi darimu?" tanya Runa agak malu-malu.     

"Hm, ya, silahkan. Apa itu?" Shingo urungkan menyuap supnya.     

"Um, begini … bisakah … um … memanggilku dengan panggilan khusus?"     

"Panggilan khusus?" Shingo agak bingung. Bukankah dengan dia memanggil dengan sufiks –chan sudah merupakan sesuatu yang khusus?     

"Misal … um … memanggilku … Runatan? Atau Runacchi?" Runa sedikit ragu mengenai permintaan ini. "A-ahh! Maaf! Maaf jika aku terlalu berlebihan meminta-"     

"Baiklah. Runatan." Shingo begitu enteng menyebutnya dan kemudian menyuapkan sup hangat ke mulutnya.     

Mendengar panggilan khusus dari Shingo, mana mungkin Runa tidak memerah merona? "Te-terima kasih." Ia tertunduk sembari tersipu, sangat bahagia. Apakah ini artinya mereka secara otomatis menjadi kekasih?     

Di Jepang, orang bisa memberikan panggilan dengan akhiran (sufiks) berbagai macam yang menunjukkan seberapa dekat atau intimnya mereka.     

Untuk menunjukkan hubungan dekat, bisa dipakai –chan pada yang lebih muda atau pada gadis tersayang. Namun kadang orang Jepang juga suka 'lebay' pada seseorang yang saking dekatnya dengan mereka, dan menciptakan sufiks lainnya yang bernada imut ketika diucapkan.     

Contohnya seperti sufiks –cchi, dan termasuk juga sufiks –tan seperti yang diminta Runa. (Mungkin seperti di Indonesia yang mengganti kata 'sayank' dengan chayank, atau chuyunk, atau tayank, atau zeyenk)     

Ketika Runa tengah dalam eforianya karena dipanggil menggunakan sufiks spesial, Shingo menoleh ke arahnya dan bertanya, "Runatan, Runatan?"     

"A-ahh! Ya?" Runa tersadar dari lamunannya dan berpaling ke Shingo di depannya.     

"Bisakah aku memanggilmu Runatan ketika kita sedang berdua seperti ini saja?"     

"O-ohh! Tidak masalah!" Runa tahu bahwa kadang lelaki akan merasa malu jika memanggil gadis dengan sufiks 'lebay' macam itu, maka akan baik-baik saja jika Shingo ingin menggunakannya jika sedang berduaan saja.     

Dengan ini, rasa kepercayaan diri Runa kian melambung. Rasanya dia sudah bisa menggenggam hati Shingo perlahan namun pasti. Dia harap, setelah ini Shingo tidak lagi memikirkan Reiko ataupun berharap pada Reiko tanpa dia perlu membeberkan kenyataan bahwa Reiko sudah menjadi istri dari Nathan Ryuu.     

"Runatan, kau tidak ikut makan?" tanya Shingo karena hanya dia saja yang makan sedangkan Runa malah diam memerhatikan dia sejak tadi.     

"Uh-mh!" Runa menggeleng pelan. "Aku tadi sudah makan pagi lebih dulu sebelum memasak. Shin makanlah sepuasmu, jangan malu-malu, yah!"     

"Jangan khawatir." Shingo tersenyum singkat sebelum mulai menyendok supnya lagi.     

"Shin, kau tidak ke Adora lagi?" Hati-hati, Runa menanyakan ini.     

"Hm, mungkin nanti siang atau sore jika aku ingin."     

Bisakah Runa meminta Shingo tidak usah ke Adora lagi?     

=========     

lyrics source = Kazelyrics     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.