Inevitable Fate [Indonesia]

Tak Sanggup Ungkapkan Keinginan Untuk Status Jelas



Tak Sanggup Ungkapkan Keinginan Untuk Status Jelas

0Akogare na no ka, koi na no ka (Apakah itu adalah kekaguman atau cinta?)     
0

Kanawanu to shitte inagara (Bagaimana pun itu takkan menjadi nyata)     

- Grand Escape by RADWIMPS ft. Toko Miura - OST. Tenki no Ko -     

===========     

Runa menatap malu-malu pada Shingo yang sedang menggosok rambut menggunakan handuk. Mereka baru saja mandi meski bergantian. Hatinya berdebar-debar tak karuan jika mengingat kembali apa yang baru mereka lakukan beberapa puluh menit lalu.     

Tidak mengira dirinya begitu impulsif dan agresif, Runa rasanya ingin memukuli pantatnya sendiri karena bersikap begitu liar. Apakah … Shingo akan salah paham setelah ini? Mungkin … bisa saja lelaki itu berpendapat dia biasa menggoda pria seperti ini.     

Merasakan kesunyian di dekatnya, Shingo pun menoleh ke Runa, bertanya, "Ada apa? Kenapa?" Hanya pertanyaan ringan saja karena Runa begitu sunyi sejak tadi, sejak mereka mulai bergantian masuk kamar mandi.     

Terlonjak tak mengira Shingo akan menoleh dan bertanya padanya, Runa menjawab secara gugup, "A-aa … itu … itu …um, tidak kenapa-kenapa. A-aku … aku hanya … aku … itu …."     

"Kau ini kenapa sih, Runa-chan? Ingin bicara apa sebenarnya?" tanya Shingo sambil menahan tawa karena geli melihat kegugupan Runa.     

Menunduk sambil meremas tepian bantal di dekapannya, Runa berkata lirih, "Aku … entah aku ini kenapa. Ini … benar-benar me-me-memalukan, ya kan?"     

"Memalukan?" tanya Shingo menghentikan gosokan handuk pada rambutnya.     

"Etto … um … aku … yang tadi …." Ya ampun, kemana keberanian dan keagresifan yang tadi begitu berkobar? Runa ingin mengetuk kepalanya sendiri. Lihat sekarang, semuanya sudah terjadi dan ia merasa malu luar biasa.     

"Kenapa dengan yang tadi?" tanya Shingo.     

Makin gugup ditanya seperti itu, Runa makin panik. Memangnya dia bisa menjelaskan apa yang tadi terjadi? Dengan kalimat macam apa? "Itu … aku …." Nah, jawaban macam apa yang harus diberikan? Ia tidak ingin terkesan liar dan tak ingin dianggap jalang.     

Menganggap dirinya keterlaluan karena mendesak Runa dengan pertanyaan aneh seperti itu, Shingo pun tidak ingin mengejar jawaban lagi. "Baiklah, kalau begitu, aku akan pulang sekarang."     

"Pu-pu-pulang sekarang? Sudah jam berapa ini? S-Shingo-kun, ini jam 1 dini hari!" Runa sambil melirik jam di tembok kamar itu. "Tak ada transportasi apapun di jam seperti ini!"     

"Tak apa, aku bisa berjalan pelan-pelan." Shingo hendak beranjak dari duduknya di tepi kasur.     

Tepp!     

"Jangan!" Runa bergegas bangkit dari duduk bersandar di kepala ranjang dan meraih tubuh Shingo. "Ti-tidak boleh pulang!"     

"Hm?" Shingo memandang tangan Runa yang telah membelit pinggangnya lalu beralih menengok ke samping meski tak bisa melihat wajah Runa sepenuhnya karena gadis itu memeluknya dari belakang.     

"S-Shin … tetaplah di sini. Di sini saja, oke?" lirih Runa sambil benamkan wajahnya pada punggung Shingo kala lelaki itu sudah berdiri di samping tempat tidur dan dia masih berlutut di kasur dan memeluk lelaki itu secara impulsif hanya karena Shingo hendak pergi pagi buta begini.     

"Kenapa?"     

"I-itu … belum ada kereta atau bus."     

"Mungkin ada taksi."     

Runa menggeleng. "Jangan taksi."     

"Baiklah, aku akan jalan."     

"Itu lebih tidak boleh! Sh-Shin … tetaplah di sini dulu, oke! Ano … um, tunggu sampai pagi dan ada kereta!"     

Terdengar dengus geli dari mulut Shingo dan dia pun berkata, "Runa-chan, aku takut jika aku lebih lama di sini, aku tak memiliki kemampuan untuk menahan diri."     

Ada sunyi di belakang Shingo. Runa diam mencerna ucapan Shingo. Lalu, dia segera menyahut, "Ti-tidak perlu menahan diri! Tidak usah! Itu … aku … apakah menurutmu … aku murahan?" Suaranya lirih dan samar hampir berbisik.     

Mengambil napas panjang sejenak, Shingo kemudian menjawab, "Aku tidak memandang tindakanmu sebagai hal murahan. Tidak sama sekali. Aku hanya … cukup bingung dengan yang terjadi padamu."     

"Aku … aku juga tak tahu kenapa aku melakukan hal seperti itu." Runa berbisik.     

"Kau menyesalinya?"     

"Tidak! Sama sekali tidak menyesal! Ehh! Ano … maksudku … itu … um …." Runa merutuki dirinya yang terlalu ceplas-ceplos saat ini.     

Terdengar kekehan tipis di depan, Shingo tertawa kecil. "Ya sudah kalau tidak menyesalinya. Itu bagus."     

"A-apakah … Shin menyesal?"     

"Hm, aku? Sepertinya tidak."     

"Sh-Shin … bolehkah sekarang aku memanggilmu seperti itu? Shin …."     

"Tidak masalah bagiku."     

"Shin … maafkan aku …."     

"Kenapa minta maaf?"     

"Karena … karena aku memaksakan keinginanku padamu." Runa tidak berani berkata yang sesungguhnya ada di benaknya. Tak mungkin dia berkata 'Shin, maafkan aku karena memaksamu berbuat ini di saat kau sedang jatuh cinta pada Rei'. Iya, kan?     

"Tak perlu meminta maaf, karena aku tidak merasa terpaksa melakukan ini pula."     

"Um, Shin … kalau begitu … bisakah mulai sekarang … kita bisa begini?"     

"Begini?" Shingo memutar tubuhnya menjadi menghadap ke Runa yang masih berlutut di kasur. "Begini yang bagaimana?"     

Runa ingin menunduk tapi jemari Shingo menaikkan dagunya, memaksa matanya bertautan dengan pria itu. "Be-begini … melakukan ini … yang tadi …." Bagaimana cara mengatakan hal seperti: ayo kita berpacaran dan lupakan Reiko!     

"Kau yakin?" Kening Shingo berkerut.     

Runa mengangguk dan tundukkan kepala tanpa ditahan jemari Shingo lagi. "Aku … aku sudah membuat keputusan. Aku ingin … ingin Shin … ingin Shin setiap saat …."     

"Hm? Apa maksudmu ingin aku setiap saat? Ingin bercinta denganku setiap saat?"     

"Itu … um, yah, anggaplah demikian." Runa melirih tanpa memiliki keberanian untuk menyatakan perasaan dan keinginannya menawarkan sebuah status kekasih pada lelaki di depannya.     

Runa akui, tadi malam dia memang begitu tertekan memikirkan banyak hal, dari tingkah ibunya, dikejar lelaki gaek untuk dijadikan istri kedua, dan akan kisah asmara dia sendiri yang seakan kandas karena pria yang dia suka ternyata menyukai sahabatnya.     

Mengenai Shingo menyukai Reiko, awalnya dia merasakan itu setiap melihat bagaimana Shingo menatap Reiko. Dan itu diperjelas celetukan Yuza yang berkata bahwa Shingo adalah rivalnya selain Nathan Ryuu untuk memikat hati Reiko.     

Dari ucapan Yuza, dugaan Runa makin kental bahwa lelaki pujaannya menyukai sahabatnya.     

Pelik sendiri dengan banyak pikiran di kepalanya, dia secara impulsif menelepon Shingo ketika dirinya sedang jatuh dalam kegusaran dan malah secara gila menggoda Shingo hanya karena kalut dan khawatir kehilangan lelaki itu lebih jauh jika dia tetap diam tidak melakukan apapun.     

"Hm, jika itu yang kau inginkan … baiklah." Shingo memberikan jawaban enteng, seakan itu bukan hal berat baginya.     

Batin Runa sempat mencelos ketika lelaki itu seolah menganggap ini hanya biasa-biasa saja. Tapi, dia harus apa jika lelaki itu saja tidak mengetahui keinginan sebenarnya dia bahwa Runa ingin menjadikan Shingo sebagai kekasihnya?     

Yang Runa tak tahu, bahwa Shingo masih teringat celotehan Runa ketika bercinta. Yaitu … ucapan "Aku mencintaimu" dari Runa sebelum ini. Pria ini bertanya-tanya dalam hatinya, apakah Runa serius dengan ucapan itu atau hanya sekedar kembang bibir ketika sedang terhanyut di suasana seintim itu?     

=========     

lyrics source = Kazelyrics     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.