Inevitable Fate [Indonesia]

Selamatkan Aku [19+]



Selamatkan Aku [19+]

0Yami ga kokoro madowasu machi ga nemuri tsuku koro (di waktu ketika jalanan terjatuh dalam tidur lelap dan kegelapan membingungkan hati)     
0

Watashi to iu na no (rabirinsu) izanai mashou (aku akan memikatmu ke dalam labirin tubuhku)     

Feelin' you, Fall in love (merasakanmu, jatuh cinta)     

In the secret night, be with you (di malam rahasia, bersama dirimu)     

Because of you, Going down, Nothing but the Perfect Crime (karenamu, luruh turun, hanyalah sebuah kejahatan sempurna)     

- Perfect Crime by VOCALOID Megurine Luka & Kagamine Len -     

==============     

Shingo tiba di apato itu dan Runa membuka pintu, hanya memakai handuk dan kepalanya tertunduk, habis menangis.     

"Runa, ada apa?" tanya Shingo, lumayan cemas melihat penampilan Runa yang habis menangis.     

"Aku … aku bingung dan juga … kalut, tak tahu harus bagaimana." Runa masih menyisakan isak tangisnya meski sedikit dan membiarkan Shingo masuk.     

"Kalut mengenai apa? Apakah ibumu? Apa ibumu kenapa-kenapa?" tanya Shingo sambil melepas mantel musim dingin dia dan menaruh di tempat mantel di dekat pintu masuk.     

Namun, belum juga Shingo mendapatkan jawaban dari pertanyaannya, secara tiba-tiba, dia mendapat pelukan dari belakang ketika baru saja menaruh mantel dengan rapi di tempat mantel. Tentu saja dia tahu siapa pelakunya tanpa perlu bertanya apalagi menoleh.     

"Runa!" Shingo terkejut bukan main dengan pelukan Runa. Tapi ketika mendengar isak lirih Runa, dia membeku saja di tempatnya berdiri, sementara Runa meremas bajunya dan tetap memeluk.     

"Shingo-kun … Shingo … maaf … tapi … tapi … hiks … bisakah … bisakah kau … kau hanya melihat padaku saja?" tanya Runa dengan suara lirih dan bergetar.     

Belum sempat Shingo menjawab, Runa sudah berputar dan kini berdiri di hadapannya, masih menundukkan kepalanya. Yang lebih membuat Shingo terkesiap, gadis itu meluruhkan handuk yang menutupi tubuhnya, menampilkan tubuh apa adanya, telanjang.     

"Ru-Runa!" Shingo memalingkan kepalanya menghindari menatap tubuh polos Runa.     

Tapi Runa malah menangkup dua pipi Shingo dan menolehkan lagi ke arahnya. "Shingo … Shingo … aku mohon … aku mohon … aku ingin mati saja … aku lebih baik mati saja jika begini ... hiks!"     

Terkejut dengan ucapan Runa, Shingo mau tak mau menatap gadis itu dan fokus ke wajahnya saja dan berkata, "Runa, jangan bicara sembarangan! Kenapa harus merasa begitu? Kau masih muda dan masih memiliki banyak pilihan untuk masa depanmu!"     

"Oleh karena itu … berilah aku alasan agar aku bisa terus hidup, Shingo! Lihat saja padaku dan jangan berpaling pada siapapun juga. Padaku saja, aku mohon …." Mata sendu Runa menyapu wajah Shingo, memancarkan harapan besar terhadap lelaki itu.     

"Runa … kenapa?"     

"Karena aku mencintaimu, Shingo! Apakah aku kurang jelas menyampaikannya?" Runa bagai di ambang putus asa dan menangkup terus pipi Shingo agar pria itu terus menautkan tatapan padanya. "Aku mencintai Shingo," ujarnya melembut.     

Shingo tak tahu harus menjawab seperti apa, dan dia makin membeku tak berdaya ketika kepalanya diturunkan tangan Runa yang memaksa dan bibirnya digapai bibir Runa.     

Belum berhasil memproses apa yang sedang terjadi, Shingo terus merasakan bibirnya dilumat Runa sambil tangan gadis itu membelit pada lehernya dan tangan lainnya mengelus dadanya secara seduktif.     

Darah Shingo berdesir. Dia masihlah lelaki normal, menerima sentuhan seperti itu dan bahkan satu tangannya dibimbing tangan Runa menuju salah satu payudara gadis itu, bagaimana dia harus bersikap dalam keadaan seperti ini?     

Tidak, ini salah! Shingo pun berontak dan melepaskan diri sebelum ini semakin jauh dan makin menggila.     

Melihat Shingo yang mundur menjauh, Runa tak ingin surut. Dia maju menghimpit Shingo ke pintu dan kembali melumat bibir pria pujaannya sambil menempelkan tubuh telanjang dia ke Shingo.     

"Shingo, selamatkan aku … umcchh … kumohon … sebelum aku menggila dan memilih mati saja … sentuh aku … umrrphh … Shingo … sentuh aku dan selamatkan aku …." Runa bergumam disela-sela lumatan bibirnya.     

Ucapan Runa menyebabkan pertentangan pada batin Shingo. Dan ini makin pekat ketika Runa memasukkan tangan pada kaos yang dia pakai untuk mengelus pucuk mungil di dada Shingo sebelum kaos itu diangkat tinggi dan bibir Runa merajai di area itu, menghisap-hisap dan mengelus dengan lidahnya.     

"Mrrghh … Ru-Runa-chan …." Shingo tidak menampik bahwa sentuhan itu mengakibatkan sesuatu bangkit di dirinya. Ingin membebaskan diri, tapi dia terhimpit antara pintu dan tubuh Runa. Jika ingin lepas, dia harus mendorong gadis itu kuat-kuat.     

Namun, tega kah dia melakukan itu? Apalagi jika mengingat perkataan Runa sebelum ini, gadis itu ingin mati, dan meminta pertolongan dia agar tidak ingin mati.     

Pertolongan? Pertolongan macam apa yang bisa dia berikan?     

Sentuhan? Sepertinya Runa menyebutkan itu tadi.     

"Arrghh … Ru…na …." Shingo tak bisa tidak mengakui bahwa sentuhan mulut Runa pada pucuk dadanya mengakibatkan otaknya mulai sesak oleh hasrat. Satu tangannya mengelus kepala Runa secara tak sadar.     

Ini diperparah ketika Runa malah melepas ikat pinggang Shingo dan membuka kait celana jinsnya.     

"Ru-Runa! Runa-chan, ini-" Shingo panik.     

"Selamatkan aku, Shingo." Runa sudah berlutut di depannya dan menatap Shingo dengan pandangan memohon.     

Tak tahu apa yang harus diperbuat, Shingo diam membeku, membiarkan Runa melanjutkan tindakannya, menurunkan zipper jins dia dan juga menurunkan celana dalam hingga … "Rrrnghhh …." Shingo mengerang ketika batang jantan dia sudah masuk ke mulut Runa.     

Selama 5 menit lebih, Shingo didera gelegak hasrat yang tumbuh dikarenakan batang jantan dia terus dikulum, dilumat dan dihisap-hisap oleh Runa.     

Meski hisapan itu masih terasa kaku dan gugup, namun mereka berdua sama-sama amatir dalam hal ini, sehingga tetap saja ini merupakan 5 menit lebih yang membuai hasrat Shingo.     

Tak yakin darimana Runa mendapatkan keberanian semacam itu memperlakukan seorang lelaki, mulai dari mencumbu terlebih dahulu bahkan mengerti bahwa pucuk dada merupakan salah satu tempat sensitif bagi banyak pria, apalagi melakukan felatio (blowjob).     

Shingo tidak bisa tidak terus bertanya-tanya mengenai itu. Apakah Runa sudah pernah memiliki pengalaman untuk hal ini? Tapi kuluman mulut Runa pada batang jantannya sungguh kaku dan menampakkan ketidakpandaiannya memanjakan benda tersebut.     

Baiklah, mungkin memang Runa hanya bertindak secara impulsif saja mengenai ini hanya karena … putus asa?     

"Ermmghh … hmmhh … Ru-Runa …." Shingo tak bisa menahan keinginannya untuk melihat ke bawah, di sana tampak Runa sedang berkutat dengan benda kebanggaannya.     

Menyaksikan cara Runa yang seolah sangat menikmati benda yang mulai menegang itu, sungguh memacu libido pada diri Shingo.     

Dia ini lelaki normal! Dia pasti akan terangsang apabila dipicu dan distimulasi di bagian paling peka dari tubuhnya. Jika dia ingin menolak perlakuan erotis ini, dia harus mendorong Runa dan mungkin berlari keluar.     

Tapi … bisakah dia melakukan itu? Kesampingkan saja mengenai ketidaktegaan dia mendorong Runa. Karena ini … ini mulai terasa sungguh enak, benar-benar nikmat, membuai Shingo.     

Benar-benar membuai hingga alih-alih mendorong Runa, tangan Shingo justru digunakan untuk menyeret Runa ke kamar dan hempaskan Runa pada tempat tidur di sana.     

Mendapati sosok polos Runa yang tergolek indah di atas kasur, mana bisa Shingo tidak tergerak?     

=============     

lyrics source = Vocaloid Lyrics Wiki     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.