Inevitable Fate [Indonesia]

Tawaran Reiko Kepada Runa



Tawaran Reiko Kepada Runa

0nae dwien sucheon gaeye uishim (ribuan keraguan di belakangku)     
0

nae dwien suman gaeye bulshin (lebih dari ribuan ketidakpercayaan di belakangku)     

But I go now kkumeul jocha (tapi aku pergi sekarang, mengikuti mimpiku)     

Drive through the question for life (melewati pertanyaan untuk kehidupan)     

- Given Taken by ENHYPEN -     

==========     

"Aku dipaksa menikah oleh ibuku." Itulah yang dikatakan Runa sebagai alasan kenapa sekarang dia ada di Tokyo dan bukannya kuliah.     

Alasan itu tentu saja membuat Reiko membelalakkan mata. "Di-dipaksa menikah …." Ia mengulang ucapan Runa dengan suara lirih, bahkan nyaris seperti bisikan.     

Mengaangguk, Runa pun menundukkan kepala, seperti malu telah mengungkap hal menyedihkan mengenai nasibnya.     

"Kenapa … kenapa begitu? Kenapa ibumu memaksa kau menikah? Dengan siapa?" Reiko bertanya dengan serentetan kalimat. "O-ohh, maafkan aku." Dia harus menahan diri, bukan? Kasihan Runa.     

"Itu … ibu sudah kehabisan akal dan juga tenaga untuk mencari uang, dia sudah tidak bisa terlalu banyak bekerja karena cidera punggungnya kerap kumat jika terlalu lama duduk." Runa mulai menceritakan. "Dan suatu hari, teman ibu melihatku saat aku pulang di suatu akhir pekan untuk membantu dia berjualan, dan bertanya apakah aku bisa menjadi istrinya, ibuku melihat lelaki itu cukup mapan dan langsung saja main bilang iya."     

"Astaga …." Reiko sampai tak tahu harus berkata apa lagi selain itu.     

"Ya, ketika ibu memanggilku pulang, aku pulang dan mendapati fakta bahwa ibu sudah mengatur pernikahan untukku. Padahal lelaki itu sudah memiliki istri! Aku hendak dijadikan istri muda, Rei! Betapa menyedihkan, bukan?" Runa tertunduk lagi.     

Reiko menggapai Runa dan memeluk sahabatnya yang mulai terisak, menepuk-nepuk ringan punggungnya untuk menenangkan Runa.     

"Aku … apakah aku hanya dipandang sebagai benda saja oleh ibu? Apa kau ini hanya sebatas properti sehingga bisa dengan mudah dipindahtangankan pada siapapun yang bisa membayar mahal?" Runa sambil menangis ketika mengatakan itu.     

"Karena itu, Rei-chan … aku memutuskan kabur malam itu juga kembali ke asrama dan aku mengemasi barang-barangku di asrama kampus pada paginya, menyatakan berhenti pada ketua asramaku dan segera kabur ke Tokyo. Aku tak mau lagi hidup dengan ibu seperti itu. Tidak mau. Rei-chan, jangan minta aku kembali ke rumah, oke!"     

Dengan wajah berlinang air mata, Runa menggelengkan kepalanya, memohon pada Reiko.     

Dua tangan Reiko mengusap air mata Runa dan menangkup pipinya. "Aku tidak berani berkomentar apapun, hanya ingin kau mendapatkan yang terbaik yang kau inginkan." Ia memeluk lagi Runa sambil mengusap-usap punggung sahabatnya.     

Dipaksa menikah dengan lelaki tua, dan bahkan dijadikan istri muda yang tentunya tidak akan sah terdaftar di negara, bukankah nasib Runa terlalu buruk jika dia menuruti ibunya?     

Meski jika Runa dan ibunya akan mendapatkan banyak uang jika menyetujui itu, namun rasanya itu sungguh menyakiti perasaan Runa, menghancurkan masa depan yang ingin digapai Runa, terlebih dia masih sangat muda!     

Setelah berbincang dengan Runa, Reiko keluar sebentar untuk menemui suaminya, menjelaskan singkat mengenai apa yang terjadi dengan Runa.     

"Hm, ibunya sungguh keterlaluan. Tapi aku bisa memahami keadaan Beliau. Anak sulungnya ada di penjara dan dia cidera punggung. Wajar jika dia putus asa dan mengambil jalan menjual anaknya seperti itu." Nathan Ryuu mengangguk paham.     

"Ryuu, jangan gunakan kata menjual anak, ahh! Itu terlalu kejam." Reiko mencubit pinggang suaminya.     

"Sayank, itu kan fakta. Memangnya sebutan apa yang pantas untuk diberikan atas tindakan ibunya Runa kalau bukan menjual anaknya sendiri, ya kan? Semuanya demi uang, kan?" Nathan Ryuu menangkap tangan istrinya yang mencubit pinggangnya dan mengecup tangan itu usai berkata.     

"Um, iya sih. Tapi … um, lalu enaknya bagaimana, yah? Aku bingung." Reiko menatap suaminya, dia tidak berdaya, dan dia hanya bisa berharap sang suami bisa membantu.     

"Serahkan itu padaku." Nathan Ryuu paham makna tatapan istrinya yang penuh memohon. Sebagai suami, dia merasa sangat bahagia apabila dibutuhkan istrinya.     

Sejatinya, lelaki adalah makhluk yang selalu ingin dibutuhkan, dan perempuan adalah makhluk yang berharap agar terus diinginkan.     

Lelaki … ingin dibutuhkan. Perempuan … berharap diinginkan. Oleh karena itu, maka timbullah hubungan keterkaitan antara dua jenis kelamin ini, muncul hubungan timbal balik, take and give. Dengan begitu, manusia tidak punah, terus lestari. Ini adalah hukum alam.     

Maka dari itu, Nathan Ryuu sama sekali tidak keberatan apabila istrinya memiliki permintaan apapun selama dia bisa mengabulkan dan sesuai dengan kemampuannya.     

"Terima kasih, Ryuu. Aku tahu kau pasti bisa aku andalkan untuk hal apapun." Reiko mengecup bibir suaminya.     

"Ah, tunjukkan terima kasihmu nanti malam saja, sayank." Nathan Ryuu mengelus garis wajah sang istri dengan ujung pungung jarinya.     

Reiko mengernyit. Lalu, dia teringat sesuatu. "Ah! Ryuu! Ano … bolehkan apato lama aku dipakai Runa sementara waktu ini?"     

"Ha ha, itu yang hendak aku tanyakan padamu. Tapi ternyata kau sudah memikirkan itu sendiri. Tentu saja boleh. Itu milikmu, ya kan?" Memeluk istrinya dengan damai, Nathan Ryuu tertawa ringan.     

Setelah yakin dengan apa yang dipikirkan, Reiko masuk lagi ke kamar tamu dan menemui Runa yang masih sibuk dengan ponselnya sambil duduk di tepi tempat tidur. "Ru-chan. Bolehkah aku mengusulkan sesuatu?"     

"Ya?" Runa mendongak ke Reiko. "Katakan saja."     

"Sebelumnya, apa kau sudah memiliki rencana setelah ini?" tanya Reiko terlebih dahulu. Dia duduk menyebelahi Runa di tepi kasur.     

Menggeleng, Runa menjawab, "Tidak, aku belum punya rencana apapun. Aku semalam langsung saja lari ke asrama dan pada paginya segera ke Tokyo, dan terpaksa datang ke tempat Yuza karena apatomu kosong."     

Runa akui, dirinya begitu nekat dan berpikir pendek gara-gara tidak ingin dijadikan istri muda lelaki gaek. Itu sungguh mengerikan untuknya. Ia sama sekali tidak memiliki persiapan apapun untuk rencana setelah ini.     

"Um, begini … bagaimana kalau kau tinggal di apato lamaku itu?" Reiko pun memberanikan diri menawarkan bekas huniannya ke Runa. Apato itu sudah dibeli suaminya, maka tidak masalah dipakai siapapun.     

"Ehh?" Runa melongo mendengar usul sahabatnya. "Tinggal … di apato lamamu?" Ia berusaha mencerna.     

Menganggukkan kepala, Reiko menjawab, "Umh! Karena itu kan sudah kosong, dan juga sudah jadi hak milik Ryuu juga, jadi tak masalah jika ditinggali olehmu. Kau mau?"     

"Ta-tapi, bagaimana dengan Tuan Ryuu?" Runa gugup memikirkan itu adalah milik suami Reiko, bukan milik Reiko sendiri.     

"Ryuu sudah setuju, bahkan dia juga menyarankan ini, kok!"     

"Heh? Benarkah? Dia tidak mempermasalahkannya?"     

"Hi hi, jangan khawatir, dia sungguh tidak mempermasalahkannya dan berharap kau tinggal di sana sampai sebosanmu."     

"Astaga, suamimu memang luar biasa melebihi ibu peri, Rei-chan!"     

"Kyaa … jangan katakan itu di depan Ryuu atau dia bisa besar kepala, hi hi hi!"     

Maka, setelah memutuskan hal demikian, Reiko membawa Runa ke apato lamanya diantar Benio. Tak lupa, Runa pamit dan sekaligus berterima kasih pada Nathan Ryuu yang masih duduk santai menonton televisi di ruang tengah.     

Tiba di apato lama itu, Reiko meninggalkan Runa. "Istirahatlah dengan baik malam ini. Besok kita bisa berbelanja untuk mengisi lemari esnya, yah!"     

Runa mengangguk. Dia bersyukur memiliki Reiko sebagai sahabatnya.     

=========     

lyrics source = Color Coded Lyrics     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.