Inevitable Fate [Indonesia]

Dewa Penuh Kuasa



Dewa Penuh Kuasa

0i jeroye segye sok (di dunia kosong ini)     
0

I know you're my 1 & only (aku tahu kau milikku satu-satunya)     

i kkeuchi eoptteon eodum sok (dalam kegelapan tak berujung)     

Like oh my god, so holy (seperti, oh Tuhanku, begitu sucinya)     

- 0X1=LoveSong: I Know I Love You by TXT ft. Seori -     

============     

Nathan Ryuu dan Reiko berdiri berdampingan di depan nisan makam orang tua Reiko, menangkupkan dua tangan mereka sambil diam berdoa pada masing-masing hatinya.     

Setelah itu, Reiko membuka matanya dan menatap nisan di depannya.     

Nathan Ryuu juga membuka mata dan menatap makam mertuanya, berkata, "Sepertinya mereka menyukaiku, sayank. Tapi apa kau yakin bahwa mereka menyukai Gyudon?"     

Reiko mengangguk ke suaminya, menjawab, "Ya, mereka menyukai Gyudon meski itu hanya akan disajikan ketika ada hari-hari istimewa saja sebagai perayaan di rumah kami."     

Gyudon atau nasi daging di Jepang, termasuk makanan yang tidak terlalu menguras dompet, tapi itu bahkan menjadi makanan spesial di rumah Reiko.     

Seberapa miskinnya kehidupan Reiko kala itu? Nathan Ryuu mendesah dalam hatinya dan ini semakin menguatkan niatnya untuk memberikan seluruh dunia untuk Reiko agar wanitanya merasakan kebahagiaan yang mungkin dulu tak sempat dicicipi.     

"Ayo sekarang kita ke rumah Baa-chan." Reiko teringat dengan Bu Chiyo dan Pak Ebizou yang tinggal tak jauh dari pemakaman ini.     

Di rumah sederhana pasangan lanjut usia itu, Reiko melepaskan kangennya pada dua orang yang dulu begitu baik menampung dan menyayangi dia.     

"Baa-chan, ayolah, ikut ke kota bersamaku." Reiko membujuk nenek Chiyo.     

"Ahh, aku sudah bahagia di sini, Rei-chan sayank. Tidak perlu harus ke kota untuk mencari kebahagiaan, ya kan?" Nenek Chiyo menjawab sambil terkekeh, menegaskan keriput yang banyak menghiasi wajahnya.     

"Tapi, kami bisa membuatkan lahan perkebunan untuk kalian di pinggiran Tokyo jika kalian ingin." Nathan Ryuu ikut bicara.     

"Tidak perlu." Kakek Ebizou menggeleng sambil mengelus janggut yang memutih. "Di sini sudah tentram dan sangat menyenangkan."     

"Benar," timpal nenek Chiyo sambil mengelus lengan Reiko. "Cukuplah kalian saja yang muda yang tinggal di kota. Kami lebih senang di tempat damai begini menikmati hari tua kami."     

Rasanya Reiko tidak bisa membujuk kedua pasangan tua itu. Maka, dia tak bisa melakukan apa-apa untuk membalas budi pada dua orang renta itu.     

Dalam perjalanan pulang, Reiko menyusupkan kepalanya ke dada suaminya sambil berkata, "Aku ingin sekali membalas budi ke baa-chan dan jii-chan."     

"Nanti akan aku pikirkan cara yang tepat untuk itu. Yang penting, sekarang kita sudah berhasil mengunjungi ayah dan ibu serta mengetahui keadaan nenek Chiyo dan kakek Ebizou."     

"Ya, syukurlah mereka baik-baik saja." Reiko mengangguk senang.     

Dulu, ketika dia bekerja di Magnifico, karena tidak adanya hari libur, maka tak akan ada kesempatan bagi dia untuk berkunjung ke makam orang tuanya. Kini, semua telah berubah.     

"Tapi, sayank … sepertinya yang di sini kurang baik-baik saja karena merasa diabaikan." Nathan Ryuu meraih tangan Reiko dan meletakkannya pada sesuatu yang menggunduk di balik celananya.     

"Ya ampun, Ryuu! Semalam kan sudah!" Reiko memekik tertahan sambil menjauhkan tubuh dari suaminya, bangkit dari pelukan lelaki itu.     

"Ini sudah berganti hari, sayank." Wajah Nathan Ryuu diatur sedemikian rupa begitu memelas menatap istrinya.     

Dan dalam beberapa menit berikutnya, penyekat kabin telah diturunkan agar sopir di depan tak bisa melihat meski bisa mendengar samar-samar.     

Namun, Nathan Ryuu tidak begitu ambil perduli mengenai itu. Dia menempatkan istrinya di atas pangkuannya sementara dia bisa menghentak tegas liang intim sang istri dari bawah.     

"Anghh! Ryuu! Pelan! Astaga, kau ini!" Reiko terlonjak-lonjak sampai dia harus menumpukan satu tangannya pada atap mobil, khawatir kepalanya akan sampai di atap itu.     

Setelah puas dengan gaya itu, belasan menit berikutnya, Nathan Ryuu mengganti dengan merebahkan Reiko pada jok dan ia menggunakan gaya misionari biasa untuk memberikan kenikmatan pada sang istri.     

Reiko tidak berkutik dan sudah terbuai sejak tadi, sibuk menggigit bibirnya agar tidak perlu ada suara keras hingga terdengar ke kabin depan sana. Ia akan malu jika sopir bisa mendengar suaranya.     

Sementara itu, Nathan Ryuu malah terkekeh sembari menyeringai melihat upaya keras Reiko menahan suara. Ia semakin mempertegas hentakannya dan mempercepat ritmenya pula, membuat Reiko makin kesulitan menahan suara meski sudah mengatupkan mulut erat-erat, bahkan membekap dengan tangan pula.     

Onodera satu ini memang sengaja menggoda istrinya.     

-0-0-0-0-0-     

Hari berikutnya, Nathan Ryuu menerima panggilan telepon dari Jyuto. "Kau yakin, Jyuto?"     

"Ya, Ryuu-san. Aku yakin." Jyuto mengangguk di seberang sana meski tidak terlihat oleh lawan bicaranya.     

"Baiklah, kau bisa menemuiku di kantor nanti siang dan kita bisa membuat perjanjian mengenai itu." Nathan Ryuu tersenyum penuh kemenangan ketika dia menyelesaikan bicaranya di telepon.     

Lalu, ketika dia bertemu dengan Reiko yang sedang sibuk di dapur, pemuda Onodera itu merangkul pinggang sang istri dari belakang. "Sebentar lagi aku akan ke kantor. Cuma sebentar. Kau ingin kubelikan sesuatu, mungkin? Makanan yang kau suka atau perusahaan? Gedung?"     

Reiko lekas memutar tubuhnya dengan wajah melongo usai mendengar ucapan suaminya. "Ryuu, jangan main-main!" Ia menepuk dada suaminya.     

"Aku tidak main-main, kok! Aku bisa membelikanmu sebuah perusahaan ataupun gedung." Nathan Ryuu mengerling jenaka.     

Namun, Reiko tidak pernah menduga bahwa itu sungguh akan dilakukan oleh Nathan Ryuu. Ia mengira suaminya hanya berkelakar karena memang Onodera Ryu merupakan sosok yang gemar bercanda pada Reiko.     

Setelah mengecup kening istrinya, Nathan Ryuu pun keluar dari apato itu dan masuk ke mobilnya untuk ke kantornya.     

Di kantor pusat SortBank, Jyuto sudah menunggu di ruangan pribadi Nathan Ryuu. Dia lekas berdiri dan melakukan ojigi ketika Onodera Ryuzaki muncul dari balik pintu bersama dengan Itachi.     

Dalam sekejap, tidak membutuhkan waktu lama, Jyuto pun menandatangani penyerahan Magnifico seluruhnya ke Nathan Ryuu, menjual pada tuan muda itu dengan harga yang diminta pria Onodera.     

Ini adalah jenis hukuman yang diberikan Nathan Ryuu pada Jyuto. Mengguncang saham Magnifico, memerintahkan banyak instansi dan pihak lain untuk berhenti berlangganan secara serempak, hingga akhirnya membeli Magnifico cukup murah.     

Siapa suruh Jyuto begitu tidak tegas dari awal terhadap pihak-pihak yang menyakiti istri tercinta dari Onodera Ryuzaki!     

Sedangkan untuk orang-orang lain yang telah menyakiti Reiko, Nathan Ryuu sudah memiliki rencana tersendiri untuk mereka.     

Salah satunya … memiskinkan mereka. Setelah itu … jaringan kuat Nathan Ryuu akan membuat orang-orang itu tidak bisa bekerja di manapun.     

Reiko memang tidak memperbolehkan Nathan Ryuu menghukum secara fisik pada mereka. Tapi … hukuman lain dari tuan muda yang tidak berkaitan dengan fisik, ternyata jauh lebih buruk.     

Mereka dipaksa tersudut dalam kehidupan mereka. Mungkin bahkan mereka berharap mereka mati saja daripada hidupnya mengenaskan setelah ini.     

Yah, menurut Nathan Ryuu, membuat lawannya merasa 'hidup tak ingin, mati tak hendak', adalah sesuatu yang menyenangkan. Dia bagaikan dewa penuh kuasa yang bisa bebas memainkan takdir siapapun di telapak tangannya.     

============     

lyrics source = Color Coded Lyrics     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.