Inevitable Fate [Indonesia]

Awal Dari Keruntuhan Lawan Reiko



Awal Dari Keruntuhan Lawan Reiko

0dwedolligien neomu keojin Damage (dan kerusakan terlalu besar untuk dicegah)     
0

You eopchigo tto deopchin eodum (kau mengacaukannya dan kegelapan pun jatuh lagi)     

- Damage by EXO -     

==========     

Pagi hari, Reiko merasakan tubuhnya susah digerakkan ketika dia terbangun. Sepertinya seluruh sendinya terlepas. Suaminya benar-benar menggila semalam suntuk bagai dia sedang dihukum keras saja.     

Namun, dia akui, itu memang luar biasa dan sungguh nikmat yang susah dijabarkan oleh Reiko. Dia menyesal telah menolaknya sebelum ini.     

Tak apa, sekarang dia sudah mengalami sendiri rasanya. Meski memang sakit pada awalnya, namun sang suami begitu pandai mempersingkat periode sakit itu dan menggantinya dengan sesuatu yang spektakuler bagi Reiko.     

Dengan ini, Reiko makin dan makin merasa beruntung luar biasa memiliki suami seperti Onodera Ryuu. Dan dengan itu pula, dia semakin takut kehilangan sang suami. Tentunya hanya dia seorang yang ada di hati suaminya, ya kan? Ya, kan? Cuma dia, kan? Tak ada wanita lainnya, kan?     

Ahh, sudahlah, Reiko percaya suaminya hanya memiliki dia di hatinya. Sekarang, yang terpenting, bagaimana cara agar dia bisa bangun dan berjalan ke kamar mandi.     

Jangankan menggerakkan kaki, menggerakkan jari tangan saja rasanya tak sanggup. Apakah dia harus berlaku seperti ulat untuk ke kamar mandi? Membayangkan dirinya menjadi ulat, Reiko merasa konyol sendiri.     

"Kenapa bergerak-gerak, hm?" Mendadak, terdengar suara suaminya yang ada di sampingnya, memeluk lagi dirinya ketika Reiko hendak melepaskan diri dari rengkuhan ketat sang suami.     

"A-aahh! Ryuu!" Reiko memekik ketika payudaranya diremas dari belakang. "Kau ini, ya ampun! Lihat, aku susah bangun, padahal aku ingin berkemih."     

Mendengar keluhan sang istri, mana mungkin Nathan Ryuu diam saja? Sebagai suami siaga, dia segera bangun dan membopong tubuh sang istri ke kamar mandi.     

Reiko hanya bisa pasrah tubuhnya diangkat begitu saja ke kamar mandi. Setelah tiba di sana, dia diturunkan pelan-pelan oleh suaminya. Keduanya saling diam dan saling tatap beberapa detik.     

Reiko menaikkan alisnya seolah berkata: ya, lalu?     

"Silahkan, sayank." Nathan Ryuu terlebih dahulu memecah keheningan antara mereka.     

Memutar bola matanya, Reiko menjawab, "Ryuu, kau tidak bermaksud ingin melihatku berkemih, kan?"     

Menahan tawanya, Nathan Ryuu menyahut, "Bagaimana kalau iya?"     

"Ryuu, please!"     

"Ha ha ha, iya, iya, baiklah." Tuan muda Onodera pun mengalah dan putar badan ke arah pintu. Sebelum dia menutup pintu untuk istrinya, dia berkata, "Kalau kau butuh bantuanku, segera panggil aku, yah!"     

"Tidak mau!" Reiko menjawab tegas, yang segera ditanggapi dengan kekehan tawa suaminya.     

Setelah yakin Nathan Ryuu menutup pintu kamar mandi dan dia kini sudah sendirian di sana, Reiko pun berjalan tertatih menuju toilet duduk dan ia menjerit kecil ketika air seninya mulai keluar dan menyentuh tepi liangnya. "Awghh! Ssshhh …." Rasa panas menyengat segera terasa di area tersebut.     

Wajar saja, karena suaminya menyetubuhi dia berulang kali semalaman sampai Reiko tak ingat hitungannya. Tentu karena itu, tepi liang intimnya akan terasa sakit ketika tersentuh air kemih yang hangat.     

Bahkan, ketika menyiram dengan air pun, Reiko harus menjerit kecil lagi. Padahal itu air dingin, tapi tetap saja terasa menyengat.     

Menghela napas beberapa kali, Reiko terus menyerukan di batinnya bahwa ini yang memang dia mau. Dia tak boleh menyesali ini. Beginilah resiko jika bercinta, apalagi bercinta semalaman disaat dia masih bagaikan perawan.     

Memang, suaminya benar-benar menggila tak menahan diri lagi gara-gara terpicu dirinya juga. Dia tak bisa menyalahkan Nathan Ryuu atas ini.     

Usai berjuang menahan perih saat membilas daerah itu, Reiko akhirnya keluar dari kamar mandi dengan berjalan perlahan. Ternyata, di luar, suaminya sudah selesai membuatkan sarapan pagi untuknya.     

"Hm, baunya harum, apa ini?" Reiko berjalan ke meja makan kecilnya dan mendapati tumpukan pancake hangat.     

"Maaf, yah! Aku cuma membuat sarapan begini saja." Nathan Ryuu menutup freezer pada lemari es sambil membawa sekotak es krim cokelat, dan kemudian dia mengorek es krim itu menggunakan scoop khusus dan menaruh di atas salah satu pancake yang dia berikan di piring untuk istrinya.     

Melihat perbuatan suaminya, Reiko hanya bisa bersyukur memiliki suami yang baik, pengertian dan penuh sayang padanya. Lagi-lagi dia dimanjakan begitu rupa. "Arigato, Ryuu."     

"Douita, sayank." Dia juga menaruh satu scoop es krim tadi di atas pancake miliknya sendiri, dan mengembalikan es krim ke freezer, sebelum duduk di depan sang istri untuk sarapan bersama.     

Usai makan pagi dengan pancake buatan Nathan Ryuu yang ternyata sangat enak dan gurih menurut Reiko, wanita itu pun berujar, "Hari ini aku hampir saja mandi untuk bekerja."     

"Sayank, tak perlu memikirkan itu lagi." Nathan Ryuu tak ingin istrinya teringat kejadian buruk itu lagi.     

"Aku tak mungkin menghindari topik ini selamanya, kan Ryuu? Aku, bagaimana pun harus menghadapinya, terlepas apakah itu menyakitkan jika mengingat lagi atau tidak." Reiko menggeleng.     

"Hm, tadi pagi aku sudah mendapatkan semua rekaman cctv di lantai 2 dan sudah mendapatkan nama-nama pelakunya." Nathan Ryuu kini tidak ingin menutupi lagi mengenai apapun dari Reiko.     

Mencoba mengerti bagaimana hebatnya jaringan informasi milik suaminya, Reiko berkata tenang dan menatap lurus ke mata suaminya, "Ryuu, berjanjilah padaku …."     

"Berjanji apa, sayank?"     

"Berjanji kau tidak menyakiti mereka."     

"Hghh … sayank-"     

"Aku tahu kau pasti ingin melakukan sesuatu pada mereka, tapi aku mohon, jangan sakiti mereka, jangan lakukan tindakan anarkis macam apapun. Selain aku tak ingin kau terlibat kekerasan apapun yang bisa diusut polisi nantinya, aku juga tidak ingin mereka celaka karena aku."     

Sedikit banyak, Reiko mulai paham apa yang bisa dilakukan suaminya terhadap siapapun yang membuatnya marah. Dan Reiko tidak ingin sang suami berubah menjadi monster kejam yang menakutkan.     

"Apa kau tak ingin menghukum mereka?" tanya Nathan Ryuu sambil menyipitkan matanya, heran dengan sang istri yang masih saja begitu baik.     

"Ya, aku ingin menghukum mereka, ingin membalas mereka, namun aku tidak ingin menyakiti mereka secara fisik." Reiko sudah pernah berikrar bahwa dia tidak akan tinggal diam saja ketika ada orang yang ingin menindasnya. Namun dia tidak ingin melakukan tindakan fisik mengenai itu, kecuali sudah sangat keterlaluan dalam upaya pembelaan diri.     

"Lalu, Rei, kau ingin mereka aku hukum dengan cara apa?"     

"Cukup buat jera saja."     

"Baiklah." Dalam benak Nathan Ryuu, dia sudah menyusun rencana untuk orang-orang yang sudah menyakiti istrinya. Mungkin memang harus mengurungkan niat hukuman fisik sesuai keinginan istrinya, tapi tentu saja dia akan membuat para pelakunya akan menyesal pernah hidup dan berkomplot pada istrinya.     

.     

.     

"Kau yang memprovokasi dan menyuruh mereka merundung Reiko? Kamu, Yumi? Kau pelakunya?" teriak Jyuto pagi ini setelah dia mendengar dari salah satu manajernya mengenai apa yang terjadi kemarin di Magnifico ketika dia baru saja tiba dari luar negeri.     

"Memangnya kenapa? Kau ingin membela dia lagi, hah? Kau terlalu sayang pada dia, yah!" Ayumi tidak ingin dikalahkan, apalagi dimarahi. Orang tuanya saja tidak pernah memarahi dia, lalu kenapa suaminya bertindak melebihi orang tuanya?     

"Kita sudahi saja, Yumi." Suara Jyuto lemah sambil menggeleng. "Kita cerai!"     

==========     

lyrics source = Color Coded Lyrics     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.