Inevitable Fate [Indonesia]

Menghilang



Menghilang

0And I was runnin' far away     
0

Would I run off the world someday?     

- Runaway by Aurora -     

==============     

"Ini ... siapa yang melaporkan tuan Yamada, yah?" Reiko bertanya sendiri di kamarnya ketika dia menemukan berita tertangkapnya tuan Yamada oleh polisi atas kasus pelecehan dan penganiayaan. "Haruskah aku mencari siapa orangnya dan berterima kasih padanya?"     

"Hatchiimm!" Mendadak, di dalam mobilnya sore itu, Nathan Ryuu bersin tanpa diduga.     

"Tuan, apa kau demam? Flu?" Zuko, sang asisten, menatap bosnya penuh rasa cemas. "Bagaimana kalau kita berhenti di apotik dulu?"     

"Tidak usah. Ini hanya hidung yang mendadak gatal. Langsung ke vila saja." Nathan Ryuu menolak saran Zuko dan menginginkan segera tiba di vilanya.     

"Tuan, sekarang kau sungguh lebih sering berada di vila ketimbang di apartemenmu." Zuko tak bisa menahan pertanyaan itu.     

"Ya, aku memang sedang bosan di apartemen." Nathan Ryuu tidak ingin menguak adanya Reiko di vila karena si asisten tidak mengetahui itu.     

Begitu tiba di vila, dan mobil pergi untuk mengantar pulang Zuko, Nathan Ryuu malah mendapatkan berita tidak menyenangkan.     

"Tuan ... Nona Arata ...." Bu Meguro bertutur dengan gugup, tangannya meremas-remas ujung blusnya.     

"Kenapa dengan Nanako?" tanya Nathan Ryuu agak curiga. "Apakah dia terluka?" Merasa was-was apabila Reiko celaka, pandangan Nathan Ryuu tak sabar ke Bu Meguro.     

"Ti-tidak, Tuan. Tapi ... nona ... nona ... menghilang." Suara Bu Meguro melirih ketika di ujung.     

"Apa? Menghilang?" Nathan Ryuu sampai harus menunduk menyejajarkan wajahnya dengan Bu Meguro sambil mengernyitkan kening, seolah dia mungkin saja salah dengar.     

"Iya, Tuan. Nona menghilang, tidak ada di kamarnya atau di manapun di vila ini." Bu Meguro memberanikan diri menatap mata majikannya.     

Nathan Ryuu menegakkan kembali tubuhnya sambil menyisir rambut menggunakan jemari dengan sikap gusar. "Baiklah, baiklah. Sudah hubungi pengawal di sini untuk mencari?"     

"Sudah, Tuan. Mereka langsung saya perintahkan mencari ke sekeliling vila." Bu Meguro mengangguk, masih merasa takut mendapatkan murka tuannya.     

"Kenapa Ibu tidak melaporkan padaku begitu dia diketahui menghilang?" Hal ini cukup disayangkan oleh Nathan Ryuu, kenapa Bu Meguro tidak segera melaporkan hilangnya Reiko.     

"Maaf, Tuan. Tadi saya terlalu gugup sampai tak tahu apakah tepat jika mengganggu pekerjaan Tuan di kantor dengan laporan saya ini. Saya pikir, jika para pengawal di sini bisa lekas bergerak dan menemukan nona, maka tak perlu mengganggu Tuan." Bu Meguro mengakui secara jujur.     

Dengan kata lain, Beliau terlalu takut dan khawatir laporannya justru akan mengganggu konsentrasi majikannya pada pekerjaan, maka dari itu dia merahasiakan pada Nathan Ryuu dan hanya bisa menyuruh semua pengawal vila untuk mencari ke sekitar vila.     

"Kapan Ibu tahu dia tak ada lagi di sini?" tanya Nathan Ryuu seraya menekan kemarahannya. Tak mungkin dia memarahi Bu Meguro. Wanita paruh baya itu sudah mengurus dia sejak kecil dan ia tak tega melampiaskan amarah pada Beliau yang telah begitu setia padanya.     

"Itu ... sepertinya menjelang petang. Siang menjelang sore, Nona Arata masih ada di kamarnya tapi ketika petang saya hendak menaruh handuk bersih di kamar mandinya, nona sudah tidak ada. Dan saya cari ke seluruh vila, tidak ada." Bu Meguro menjelaskan seraya menundukkan kepala karena merasa bersalah telah lengah dan teledor menjaga Reiko yang dipasrahkan padanya oleh Nathan Ryuu ketika pria itu keluar rumah.     

Mengambil napas dalam-dalam, Nathan Ryuu kemudian mengangguk dan berkata, "Ya sudah, kita tunggu saja apa laporan dari para pengawal." Lalu, dia beranjak dari sana dan melangkah masuk ke kamarnya sendiri.     

Menaruh tas kerjanya ke sofa kamarnya, Nathan Ryuu melepas jas yang melekat di tubuhnya dan mulai duduk sembari melepas dasi juga membuka kancing lengan serta mengurai kemeja putihnya setelahnya. Ia sambil berpikir mengenai menghilangnya Reiko dari vila.     

Dari pemikiran Nathan Ryuu, tidak mungkin Reiko diculik. Memangnya siapa gadis itu sampai harus menerima tindakan penculikan?     

Maka dari itu, sisa dari perkiraan Nathan Ryuu adalah ... Reiko kabur dari vila. Ya, gadis itu melarikan diri dari tempat ini.     

Tapi ... kenapa? Kenapa Reiko harus lari dan kabur dari sini? Apakah di sini tidak nyaman untuk si gadis? Apakah tempat ini menyeramkan untuk Reiko? Apakah dia mendapatkan tekanan di sini?     

Pertanyaan itu terus berputar-putar di pikiran Nathan Ryuu, menduga-duga alasan di balik kaburnya Reiko.     

Atau ... apakah gadis itu melarikan diri karena takut padanya? Begitu kah?     

Di tempat lain, jauh dari vila, Reiko terengah-engah dan nyaris putus napasnya karena terus berlari sejak tadi berhasil keluar dari vila tanpa diketahui penjaga.     

Vila itu berada di bukit, terletak cukup jauh dari pemukiman warga pada umumnya dan mengharuskan dia menempuh jalan panjang untuk sampai di bawah dan menemukan jalan besar yang lazim dilewati banyak kendaraan.     

Begitu dia sudah berhasil mencapai pangkal jalan setelah berpuluh menit berlari turun bukit, dia menyetop taksi dan menyebutkan apartemen dia. Taksi pun melaju ke arah yang diinginkan Reiko.     

Di dalam taksi, dia bersandar nyaman sambil tengadahkan kepala dan pejamkan mata seraya mengatur napasnya. Peluh masih membanjiri tubuh bahkan dia merasa perih dan ngilu di sana-sini karena lukanya belum sembuh sepenuhnya.     

Membayangkan betapa tindakannya sore tadi begitu gila dan nekat saat menaiki tembok belakang vila yang tidak dijaga, Reiko merasa dirinya bagai agen rahasia saja melakukan itu.     

Dia agak menyesal untuk Bu Meguro yang mungkin saja mendapatkan teguran keras dari majikannya karena dia menghilang dari vila, namun Reiko sudah teguh ingin keluar dari sana dan tidak mau banyak terlibat dengan lelaki itu.     

Reiko tidak ingin banyak berhutang budi pada siapapun yang tidak dia kenal baik, apalagi lawan jenis. Dia tidak ingin terjerat pada hutang budi yang akan berujung pada sesuatu yang tak enak nantinya.     

"Nona, sudah sampai." Suara sopir taksi membangunkan Reiko dari ketenangannya.     

Reiko lekas membuka mata dan tegakkan punggung, ketika dia melihat gerbang gedung apartemennya yang sederhana, ia merasa sangat lega.     

Ia membayar taksi menggunakan uang yang ada di tas kecilnya. Uang itu cukup banyak untuk biaya hidup beberapa bulan. Mungkin dia akan cari apartemen baru menggunakan uang itu saja sembari dia akan cari pekerjaan baru.     

Masuk ke apartemennya, Reiko mulai mengemasi barang-barangnya. Dia tak ingin tinggal lagi di tempat dimana manajer apartemennya begitu tak menyenangkan dan pemiliknya terus saja menaikkan harga sewa saban tahunnya. Itu terlalu mencekik Reiko yang masih lajang dan belum mandiri secara finansial.     

Usai mengemasi barang-barang, Reiko menghubungi beberapa teman sesama utaite di Yutub, siapa tahu mereka bisa menampung dia sehari atau dua hari dulu sambil dia mencari apartemen baru.     

Ia berharap bisa mendapatkan bantuan sedikit dari teman-temannya. Yah, meski sebagai sesama utaite, mereka tidak pernah saling bertemu muka dan hanya saling mengobrol di chat saja. Itu karena sebagai seorang utaite memang ada peraturan non-baku, bahwa tidak boleh mengungkap wajah asli mereka.     

Apakah Reiko bisa berhasil meminta bantuan pada teman grupnya?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.