Inevitable Fate [Indonesia]

Wajar, Orang Kaya!



Wajar, Orang Kaya!

0Just take one step closer     
0

Put one foot in front of the other     

You'll get through this     

- You're Gonna Be OK by Brian & Jenn Johnson -     

=========     

"Apakah kau sudah makan tadi pagi?" tanya lelaki Ryuu masih menatap lekat pada Reiko.     

"Aku ... sepertinya sudah." Reiko menjawab. Namun, segera terdengar bunyi 'krruuukk' yang jelas berasal dari perutnya. Sialan! Reiko mengumpat ke perutnya yang membuat dia malu berat.     

Tanpa merespon penyangkalan Reiko, lelaki itu memberikan perintah ke asistennya, "Zuko, pergi belikan sesuatu yang pantas untuk makan pagi Nona ini."     

Walaupun Zuko sangat enggan melakukan sesuatu untuk gadis di kabin belakang mobil tuannya, tapi karena sang bos telah memberikan titah, mana berani dia menolak? "Baik, Tuan!" Ia pun lekas keluar dari mobil dan masuk kembali ke konbini tadi.     

Di dalam mobil, tanpa menghiraukan sikap canggung Reiko, lelaki Ryuu bertanya lagi, "Siapa namamu?"     

"Aku ... namaku Arata Nanako." Reiko tidak bersedia memberikan nama aslinya kepada orang asing yang baru dikenal. Memangnya ada keharusan berkenalan dengan nama asli?     

"Aku Onodera Ryuzaki, kau bisa memanggilku Ryuu." Ternyata dia adalah Onodera muda, sang pewaris sebuah perusahaan raksasa terbesar di Jepang, Sortbank Group. Dia juga biasa dikenal dengan nama Nathan Ryuu, lelaki yang memiliki darah campuran Jepang dan Perancis, putra kesayangan dari Onodera Shigeru.     

Tapi Reiko yang sama sekali tidak merambah dunia ekonomi dan bisnis, dia kurang paham mengenai siapa itu Onodera Ryuzaki. Bahkan dia sedikitpun tidak menghubungkan nama marga Ryuu dengan marga konglomerat terbesar di Jepang.     

Memangnya yang bermarga Onodera di Jepang hanya si konglomerat itu saja? Reiko terlalu berpikir sederhana.     

"Mungkin ini kurang pantas jika aku tanyakan, tapi kenapa kau sampai lupa makan pagi?" Nathan Ryuu kembali bertanya.     

Mendengar suaranya yang berat namun entah mengapa terdengar menenangkan di telinga Reiko, gadis itu yang awalnya tidak ingin membuka apapun ke lelaki itu, dia malah menjawab jujur, "Aku sedang melamar pekerjaan di konbini itu. Aku ... aku terlalu bersemangat mencarinya sampai tak sempat makan."     

"Lain kali, jangan memperlakukan tubuhmu secara sembarangan, Nona Arata." Nathan Ryuu terdengar menasehati gadis di sampingnya.     

Kemudian, Zuko sang asisten sudah kembali dari konbini dan menyerahkan bungkusan kepada Reiko. Ketika gadis itu membuka, ada onigiri (nasi kepal), roti isi daging, mie goreng seafood, sebotol kecil susu coklat dan sebotol air mineral.     

Banyak sekali! Apakah Zuko mengira Reiko itu kudanil?     

"I-ini banyak sekali, Tuan." Reiko menatap tak berdaya ke Zuko dan Nathan Ryuu.     

Zuko mengangkat bahunya dan menjawab, "Aku tak tahu apa makanan dan minuman favoritmu, maka aku beli saja jenis yang berbeda-beda."     

Nathan Ryuu mengangguk pelan, tanda puas dengan tindakan asistennya. Tidak sia-sia dia mengajari sang asisten bersikap dan mengambil keputusan.     

Reiko pun segera merogoh tas kecil cangklongnya hendak mengambil dompetnya.     

Namun, Nathan Ryuu sudah mendahului seolah paham apa yang hendak dilakukan oleh Reiko. "Tidak perlu membayar apapun."     

"Ehh?" Reiko menatap heran ke Nathan Ryuu. Apakah lelaki itu bisa memiliki kemampuan membaca pikiran orang lain? "Tapi ini ...."     

"Nona, apa menurutmu tuanku akan meminta uang ganti rugi dengan penampilan dia seperti itu?" Zuko tak tahan untuk berkata sedikit pedas.     

Reiko segera terdiam dan berpikir, benar juga ucapan Zuko. Dengan setelan jas mewah dan mobil yang merupakan keluaran terbatas di dunia ini, mana mungkin Nathan Ryuu masih bersedia menerima uang kecil darinya?     

Yah, Reiko meski bukan orang kaya, dia bisa menilai berapa saja harga benda yang menempel di sekitar Nathan Ryuu. Matanya cukup jeli mengenali barang mahal.     

Hm, kalau memang lelaki kaya di sampingnya ini sungguh tidak menginginkan dia membayar apa yang sudah dikeluarkan untuk membeli banyak makanan dan minuman itu, ya sudah. Anggaplah Reiko beruntung bisa menyimpan uangnya.     

"Makanlah." Nathan Ryuu berkata ke Reiko.     

"Ehh? Di sini?" Gadis itu bingung. Haruskah dia makan di dalam mobil itu? "Etto ... lebih baik aku pulang dulu ke tempatku dan makan di sana."     

"Makan di sini." Nada suara Nathan Ryuu terasa dalam dan bermuatan perintah. Sosok bagai kaisar itu seolah tidak ingin ditentang.     

Kharisma pekat yang membungkus Nathan Ryuu menjadikan Reiko limbung dan secara naluriah tidak berani protes lagi. Maka, sedikit menggeser tubuhnya nyaris membelakangi Tuan Onodera, Reiko mulai mengambil roti isi daging dan memakannya pelan-pelan sembari pandangannya diarahkan ke luar jendela.     

Bagaimana dia tidak merasa canggung dan malu makan di hadapan lelaki asing seperti ini? Maka, dengan menahan kecanggungan karena malu, Reiko terus memakan rotinya, berharap dia bisa lekas menghabiskan itu dan keluar dari mobil ini.     

Sayang sekali, mulut dan tenggorokan Reiko tidak cukup mau bekerja sama dengannya. Ketika benaknya ingin secepatnya menghabiskan roti itu, dia malah berakhir dengan mengunyah lama dan menelan susah payah roti empuk tersebut.     

Bukan karena roti itu kasar dan keras, tapi kegugupan hati Reiko yang mengakibatkan dia jadi lama menghabiskan 1 roti saja. Ini makin memalukan, menyiksa dia, karena tanpa dia perlu menoleh pun dia yakin Nathan Ryuu sedang menatap lekat ke dirinya.     

Ya ampun, bisa tidak sih lelaki itu menatap keluar jendela saja? Punggung Reiko rasanya tergerus diakibatkan tatapan Nathan Ryuu. Jika tatapan lelaki itu bisa membakarnya, maka Reiko sudah mendapati punggungnya gosong.     

Setelah perjuangan setengah jam hanya untuk memakan 1 roti saja dan keadaan di mobil juga hening tanpa ada satupun yang berbicara, Reiko pun terbebas dari siksaan situasinya. Tangannya sedikit gemetar ketika mengangkat botol mineral dan dia kesusahan memutar tutupnya.     

Tangan berjari panjang dan kokoh Nathan Ryuu secara tiba-tiba sudah terjulur dan meraih botol di tangan Reiko dan memutar tutupnya dengan sangat mudah bagai sedang memutar kertas.     

"Te-terima kasih, Tuan Ryuu." Reiko menerima botol mineralnya kembali dari tangan Nathan Ryuu dan meneguknya susah payah di bawah tatapan lelaki itu. Hei, kau! Apakah kau tidak pernah diajari orang tuamu untuk tidak menatap orang yang sedang makan dan minum? Reiko rasanya ingin meneriakkan itu jika tidak ingat pertolongan Nathan Ryuu.     

Hanya 3 tegukan saja dan Reiko kembali menutup botol itu. Ketika dia hendak menaikkan tangannya untuk mengusap mulutnya, tidak dia sangka, Nathan Ryuu sudah menyodorkan sapu tangan untuknya.     

Melihat kode dari pandangan Nathan Ryuu, Reiko mau tak mau menerima sapu tangan itu dan dia gunakan untuk mengelap mulutnya. "Aku ... aku akan mencucinya untukmu." Ini hal yang wajar sebagai bentuk tanggung jawab, ya kan?     

"Ambillah saja." Nathan Ryuu tidak ingin merepotkan Reiko hanya untuk urusan sapu tangan.     

Tapi, Reiko justru berpikir, yah dia mana mungkin sudi menerima sapu tangan yang sudah digunakan orang lain? Pastinya sebagai orang kaya, dia akan jijik, kan? Walau sudah dicucikan juga pasti dia jijik. Ya, pasti begitu. Wajar, orang kaya!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.