Inevitable Fate [Indonesia]

Hilang!



Hilang!

0I've been livin' on my great expectations, what good is it when I'm stranded here     
0

And the world just passes by?     

- Goin' With The Wind Blows by Mr. Big -     

==============     

Reiko meminta bantuan pada teman-teman sesama utaite agar mau bersedia menampung dia dua atau tiga hari sembari dia mencari apartemen baru, karena namanya mencari tempat hunian itu tidak bisa instan sehari dapat, ya kan?     

"Duh, maaf yah Re, aku sudah tinggal dengan pacarku." Begini jawaban Miyoshi Sayoko yang memiliki nama panggung Yoko.     

Reiko memiliki nama panggung ReA di kalangan utaite. Itu dari penggalan nama dia: Reiko Arata.     

"Maaf, Re. Aku masih tinggal dengan orang tuaku." Ini alasan dari Minegawa Yukina yang biasa disebut U-Q di komunitas utaite mereka.     

"ReA, bukannya tidak ingin membantu, tapi apartemenku sudah sesak dengan teman-teman yang lain. Sungguh, aku tidak bohong! Aku bisa memotretnya untukmu." Ini datang dari Kitada Miyuki yang bernama panggung Tear ketika Reiko menghubungi dia.     

"Re, aku saja menumpang di tempat pacarku, jadi ... kau bisa mengerti, kan?" Hanaoka Azumi atau Zephir memberikan alasan.     

Reiko harus menelan kecewa ketika satu demi satu teman perempuan sesama utaite dia menolak secara halus permintaan dia untuk menumpang beberapa hari saja.     

Yah, mungkin saja mereka tidak memberikan bantuan tumpangan hunian karena mereka tidak ingin wajah asli dan jati diri mereka terungkap meski sesama teman satu grup sekalipun.     

Sepertinya mereka memegang teguh kerahasiaan identitas mereka meski ada teman se-grup yang sangat membutuhkan bantuan. Baiklah, Reiko tidak akan memaksa dan berbesar hati menerima keputusan mereka.     

Kalau sudah begini ... tak mungkin Reiko menghubungi teman utaite lelaki, kan? Itu sungguh tidak mungkin dilakukan Reiko meski dia harus jadi gelandangan sekalipun!     

Karena tidak mendapatkan bantuan dari sesama utaite satu grupnya, maka Reiko mencoba menghubungi teman sesama yutuber, siapa tahu masih ada yang bisa berbelas kasihan terhadapnya.     

Namun, lagi-lagi dia hanya mendapatkan penolakan dari mereka dengan berbagai macam alasan yang kurang lebih sama seperti yang diucapkan teman utaite dia.     

Menghembuskan napas kecewa, Reiko pun hanya mengangkat bahu dan dia harus mencari tempat baru secepatnya.     

Tapi, lebih baik malam ini dia beristirahat dulu saja karena ini sudah malam dan dia juga terlalu lelah setelah berlari menuruni bukit.     

Maka, malam itu dia pun tertidur pulas meski dengan luka yang masih menyisakan perih dan ngilu. Barang-barangnya sudah aman berada di 3 tas ransel yang telah teronggok di sudut kamarnya.     

Reiko begitu pulas hingga dia tidak menyadari ada bayangan di depan jendela apartemennya.     

Bayangan itu tinggi dan kokoh, menampilkan fitur sosok yang gagah. Sosok itu hanya diam saja di tempatnya berdiri dan sesekali menghela napas lirih tanpa bisa didengar Reiko.     

Kemudian, sosok gagah itu pun berjalan menjauh dari unit apartemen Reiko dan kembali ke tempat dimana mobilnya sudah menunggu.     

"Ke vila." Sosok itu memberikan perintah pada sopirnya.     

"Ya, Tuan." Sopir mengangguk dan patuh melajukan mobil kembali ke vila sebelumnya.     

Dia memang Nathan Ryuu yang telah berhasil menemukan di mana Reiko saat ini berada. Meski ingin membawa gadis itu kembali ke vila, namun Onodera muda ini seperti bisa mengerti cara berpikir Reiko.     

Kalau dia memang teguh ingin membawa pulang Reiko yang dia ketahui belum sembuh sempurna dari luka-lukanya, pasti dia sudah mengetuk pintu apartemen itu dan mungkin memaksa gadis itu untuk ikut pulang bersamanya ke vila.     

Namun, sedikit banyak Nathan Ryuu bisa memahami alur pikrian Reiko. Mungkin Reiko kabur dari vila karena kurang merasa nyaman. Wajar saja begitu karena Nathan Ryuu hanyalah orang asing bagi gadis itu, bukan?     

Oleh karena memahami pikiran Reiko, maka Onodera muda itu pun urung menemui Reiko di apartemennya dan memilih untuk menghormati keputusan Reiko.     

Esok harinya, Reiko terbangun dengan rasa ngilu di sekujur tubuhnya. Selain dari luka yang dia derita akibat perbuatan Tuan Yamada, kakinya juga sakit karena semalam berlari jauh menuruni bukit.     

Tapi dia tak bisa berlama-lama mengeluh kesakitan dan akan mencari apartemen baru. Mungkin dia akan menaruh tas-tas ranselnya dulu di tempat ini karena toh masih ada beberapa hari lagi sebelum tenggat waktu yang diberikan pihak pengelola apato (kependekan dari kata apartemen dalam bahasa Jepang).     

Yosh! Baiklah! Dia akan berjuang hari ini!     

Reiko akan memprioritaskan mencari hunian dulu dan setelah menemukannya, maka dia bisa mencari pekerjaan. Yang terpenting memang mendapatkan tempat berteduh dulu, ya kan?     

Seharian itu, Reiko berkeliling kota mencari apato sederhana yang tidak terlalu mahal dan terkadang dia bertanya sana dan sini, berkunjung ke sana kemari dan tidak juga menemukan apato seperti yang dia inginkan.     

Dia terus menerus mendapatkan apato yang menurut dia mahal dan terlalu berlebihan untuk dia yang hanya lajang hidup sendirian dan tidak terlalu membutuhkan banyak fasilitas tingkat tinggi seperti pendingin udara ataupun lemari es atau hal-hal yang tidak dia butuhkan.     

Gadis ini hanya berjalan kaki dan hanya menggunakan taksi saja apabila ingin melihat apato yang agak jauh dan direkomendasikan orang yang dia tanya.     

Kelelahan, dia pun pergi ke apato lamanya masih berjalan kaki seperti sebelumnya. Ia tidak ingin boros uang pada taksi. Kalau kakinya masih bisa digerakkan, kenapa harus menghamburkan uang dengan naik taksi?     

Tidak, Reiko bukannya tipe pelit bagai Paman Gober, tapi dia mencoba realistis menghitung biaya hidup dan uang yang saat ini dia miliki. Ia harus menghemat jika ingin tetap hidup beberapa bulan lagi.     

Ketika hampir mencapai apato-nya, Reiko ditabrak seorang lelaki yang berlari meski tidak kencang, namun tetap saja membuat dia terjatuh karena dia sudah terlalu lelah seharian mengelilingi separuh lebih kota.     

"Ohh, maaf! Maaf!" Lelaki itu lekas meminta maaf pada Reiko sambil melakukan ojigi singkat lalu kembali melanjutkan berlari. Reiko tidak bisa apa-apa selain mengangguk saja agar tidak berkepanjangan.     

Ia pun bangkit dan kembali berjalan ke apato lamanya. Sungguh lelah, badan remuk bagai dipukuli preman seluruh kota.     

Gadis itu pun masuk apato dan mandi agar tubuhnya sedikit merasa segar. Yah, dia membutuhkan itu.     

Usai mandi, dia duduk di kasur lantainya dan menghela napas karena belum juga mendapatkan apato. Apakah lebih baik baginya untuk keluar dari kota ini dan pindah ke daerah lain yang siapa tahu lebih terjangkau harga apato-nya?     

Tokyo memang terlalu mencekik untuk orang miskin seperti dia.     

Baiklah, mungkin memang sebaiknya dia pindah kota saja daripada memaksakan diri tetap di Tokyo dan malah mati kelaparan dan mungkin juga tak mendapatkan hunian.     

Ketika dia merogoh tas kecilnya, jantungnya serasa berhenti berdetak. Uangnya di kantong kertas hilang! Iya! Dia tidak salah, dan memang ternyata tas itu sudah berlubang di bagian sampingnya. Bahkan dompetnya juga hilang!     

Ya ampun!     

Reiko rasanya ingin menangis keras-keras saat tubuhnya gemetar karena terlalu marah dan bingung. Ia panik. Itu adalah uang harapan terakhir dia!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.