Inevitable Fate [Indonesia]

Pertolongan pun Datang



Pertolongan pun Datang

0No alarms and no surprises     
0

Silent, silent     

- No Surprises by Radiohead -     

========     

Reiko bagai disambar petir ketika melihat raut wajah Bu Sayuki yang begitu tegas, lurus, dan suram ketika memerintah seperti tadi.     

Tidak ada senyum, tidak ada nada lembut, tidak ada semua itu. Ini seakan Bu Sayuki kembali seperti Beliau yang sebelumnya.     

Apakah ... selama seminggu ini Reiko hanya bermimpi? Dan inilah kenyataan yang sebenarnya? Dia terperanjat akan perubah sikap (lagi) dari Bu Sayuki.     

Dan seperti apa yang dipikirkan Reiko, semalam ini ... Reiko benar-benar seperti sapi perah. Jangan harap bisa santai saat beristirahat. Jangan harap bisa menikmati jus dingin. Apalagi acara jalan-jalan sejenak sambil membeli jajanan di lapak lain.     

Jangan harap!     

Bahkan, terkadang Reiko harus menangani dua kompor sekaligus karena Bu Sayuki duduk tenang sebagai kasir dan Tomoda meladeni pembeli. Hanya sesekali saja saat tak ada pembeli, barulah Tomoda membantu menggoreng ayam.     

Reiko kewalahan, dia merasa kacau dipontang-panting selama berjam-jam. Ingin protes, namun dia sudah berjanji pada dirinya untuk tidak membuat Runa cemas di asramanya. Apalagi ... ini baru hari pertama Runa kembali ke asrama!     

Mana mungkin Reiko mengganggu Runa dengan permasalahan seperti ini?     

Maka, dengan menahan diri dan juga menahan kelelahan, Reiko terus berjuang di depan kompor. Dia harus membumbui ayam, memasukkannya di tong wajan, dan memasak tanpa gosong atau Bu Sayuki akan memarahi habis-habisan.     

"Awas saja kalau ayamku ada yang gosong, maka itu akan aku anggap kau berhutang padaku, Reiko!" sungut Bu Sayuki ketika dia mendapati ada ayam yang terlalu matang, nyaris gosong.     

"Iya, Bu." Reiko menunduk sambil mengangguk patuh.     

"Ingat, Reiko, kau ini menumpang di rumahku, maka bertindaklah bijaksana dan tahu diri, kerjakan tugasmu dengan baik di sini, mengerti?" lanjut Bu Sayuki.     

"Baik, Bu." Reiko mengangguk lagi dan kembali berkutat dengan kompor dan ayam. Peluh sudah membanjiri kemeja yang dia pakai, tapi dia harus terus menggoreng karena stok di etalase hampir habis.     

Ia tak habis pikir, kenapa sikap Bu Sayuki menjadi seperti itu lagi? Rupanya Reiko terlalu lugu dan tidak mengetahui bahwa seminggu lalu Bu Sayuki bersikap baik dan penuh sayang padanya adalah agar Runa bisa tenang meninggalkan Reiko di rumahnya.     

Dengan begitu, Bu Sayuki sama saja mendapatkan pekerja secara gratis, tidak perlu membayar gaji dengan alasan gajinya sudah sama dengan uang sewa kamar yang ditempati Reiko. Dengan begitu, Beliau bisa bersantai dan untung besar.     

Sepertinya Reiko lagi-lagi menerima kemalangan tanpa dia sadari.     

-0-0-0-0-     

Ini sudah berhari-hari sejak akhirnya Reiko dijadikan pekerja tanpa upah oleh Bu Sayuki. Reiko tak berani mengatakan pada Runa mengenai perlakuan ibunya kepada dia di saat mereka sedang chat karena tak ingin mengganggu konsentrasi Runa di kampus.     

Reiko menahan semuanya sendiri.     

Malam ini pun sama seperti malam kemarin dan kemarinnya lagi, Reiko harus bekerja keras di bagian dapur untuk berkutat dengan kompor dan ayam. Waktu istirahatnya hanya bisa duduk di dekat kompor sambil meminum air putih biasa.     

Ketika Reiko sedang sibuk memasak dengan peluh berlelehan di wajahnya, datang seorang pembeli, memborong semua ayam di etalase.     

Senyum Bu Sayuki melebar seketika sampai hampir menyentuh telinga mendapati ayamnya langsung diborong saat etalase sedang penuh-penuhnya. "Ohh, terima kasih, Tuan baik! Ini, silahkan, ayam Anda." Tangan Bu Sayuki menyodorkan beberapa bungkusan besar berisi belasan paket ayam ke pria itu.     

Mata pria itu melirik ke bagian belakang. "Bolehkah aku menyapa sebentar gadis yang di sana?"     

Bu Sayuki menengok arah yang ditunjuk pembeli royal itu dan mendapati bahwa Reiko lah yang dimaksud pria itu. "Dia?"     

"Ya, dia. Aku mengenalnya. Dia temanku. Boleh?" tanya pria itu dengan sopan pada Bu Sayuki.     

"Emm, maafkan saya, Tuan, tapi kurang pantas apabila- Tuan!" Bu Sayuki meneriaki pria yang malah menyelonong begitu saja masuk ke bagian belakang lapaknya. "Tuan, jangan ke sana, di sana kot-"     

"Reiko!" Pria itu menyapa Reiko yang sedang sibuk memasukkan potongan-potongan ayam ke tong wajan.     

Wajah Reiko seketika melongo, hatinya bagai dihantam palu raksasa ketika dia melihat siapa yang kini berdiri di dekatnya. "R-Ryuu?"     

"Ahh, syukurlah kau masih mengenali aku." Pria itu memang Nathan Ryuu.     

"Kenapa kau di-"     

"Aku kebetulan ada pertemuan dengan klien di kota ini dan mampir ke sini untuk sekedar jalan-jalan iseng membeli panganan ringan, dan tidak aku sangka, malah bertemu kau." Pria itu mengatakan kebohongannya dengan wajah lurus tanpa berkedip.     

Namun, mana mungkin Reiko mengetahui itu? Dia terlalu lugu untuk mengetahui alasan omong kosong dari Onodera muda itu. Ia menatap bingung ke pria yang masih mengenakan setelan jas kerjanya, menampilkan sosoknya yang agung dan tidak terbantahkan.     

"Tuan! Tuan! Jangan di sini. Di sini tempat yang kotor dan panas, banyak minyak pula. Nanti akan mengotori jasmu." Bu Sayuki lekas mendekati Nathan Ryuu, berusaha untuk menjauhkan pria itu dari tempat tersebut.     

Nathan Ryuu menoleh ke Bu Sayuki dan menjawab, "Kalau memang tempat ini kotor dan panas, maka kenapa temanku ditempatkan di sini?"     

Ucapan Nathan Ryuu sedikit banyak menohok Bu Sayuki sampai Beliau susah membalas perkataan sang Onodera muda. "Itu ... itu ...."     

"Apakah aku boleh meminta ke Ibu agar temanku ini di depan sana saja melayani pembeli?" Tanpa menghiraukan warna muka Bu Sayuki, Nathan Ryuu semakin melunjak dengan ucapannya.     

Tidak hanya Bu Sayuki yang terperanjat dan tercekat akan ucapan Nathan Ryuu, Reiko pun demikian. Dia terkejut saat mendengar pria Onodera itu berbicara untuk dirinya. Meminta pada Bu Sayuki agar memindahkan dirinya dari belakang sini ke depan yang lebih nyaman.     

Apakah Nathan Ryuu serius?     

"Itu ...." Bu Sayuki tak tahu bagaimana merespon permintaan Nathan Ryuu.     

"Aku jamin, jika dia meladeni pembeli, akan ada lebih banyak pembeli nantinya. Percayalah." Mengabaikan kegugupan Bu Sayuki, Nathan Ryuu terus bicara. "Kalau perlu, aku bisa merekomendasikan ayam Ibu ke teman dan kolega aku."     

Apakah Bu Sayuki masih bisa memberi bantahan?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.