Inevitable Fate [Indonesia]

Pecahnya Pertengkaran



Pecahnya Pertengkaran

0Stressing over nothing baby relax     
0

While you gettin' angry Imma kick back     

Only thing I think about is big stacks     

- Love to Hate Me by BLACKPINK -     

=========     

Di hari kedua kembalinya Reiko ke Magnifico, akhirnya dia mengetahui bahwa manajer dia sebelum ini, Akeno, tidak bersedia untuk kembali ke Magnifico karena sudah terlalu malu sudah ditampar di depan karyawan lain.     

Bagi Akeno, itu sudah menorah dalam pada harga dirinya, sehingga dia menolak tegas rayuan Jyuto ketika meminta dia kembali bekerja di Magnifico.     

Reiko cukup sedih juga setelah tahu bahwa Akeno bersikeras tak ingin kembali ke Magnifico. Tapi mau bagaimana lagi jika memang si mantan manajer telah membuat keputusan bulat.     

Dan sebenarnya, pengembalian Reiko, Yuza dan Akeno (meski tidak berhasil untuk Akeno) ke Magnifico telah membuat pertengkaran besar di antara Jyuto dan Ayumi.     

Ayumi sangat berang ketika mengetahui bahwa suaminya memberikan keputusan untuk mempekerjakan lagi 3 orang yang sudah dia pecat. Bahkan pagi ini pun pertengkaran itu masih berlanjut tanpa mengindahkan putri kecil mereka.     

"Apa aku ini tidak berharga bagimu sampai kau harus mempekerjakan mereka kembali? Apa kau ingin mempermalukan aku?" teriak Ayumi dengan mata mendelik ketika dia tahu Reiko dan Yuza muncul lagi di Magnifico.     

"Bukankah kau yang telah mempermalukan aku?" balas Jyuto. Kali ini dia tidak ingin ditekan istrinya. Sudah bertahun-tahun lamanya dia diam dan membiarkan sang istri mengatur apapun termasuk Magnifico.     

"Bagaimana aku bisa mempermalukanmu?"     

"Kau seenaknya memecat pegawaiku!"     

"Seenaknya, katamu? Heh, Magnifico itu termasuk ide milikku!"     

"Lantas, apa itu membuatmu menjadi setingkat dengan bos di sana?"     

"Tentu saja!" Ayumi menaikkan dagunya, tak mau kalah. Dia yang memberi ide mengenai toko roti itu.     

"Tapi kau sama sekali tidak menyumbang apapun bahkan sepeser yen!" Harga diri Jyuto melonjak, tak ingin ditindas di ketiak istrinya lagi. Sudah cukup baginya mengalah selama tahun-tahun ini.     

"Ohh! Jadi aku harus ikut menyumbang uang meski sudah menyumbang ide, yah? Begitu? Semuanya kau nilai dari besarnya uang, hah? Kalau aku tidak beri uang berarti aku tak punya hak apapun pada Magnifico, begitu?"     

"Jelas! Tapi aku bahkan banyak memberimu uang dari hasil Magnifico, apakah kau tidak melihat itu? Apa matamu sudah buta mengenai itu? Kau sudah banyak mengambil uangku dari Magnifico, Yumi! Bahkan aku tak bisa memberi untuk orang tuaku karena semuanya kau ambil dan menyisakan sedikit saja untukku!" Ia sudah tak kuat lagi dan membeberkan yang ada di pikirannya sejak lama.     

"Apa? Kau berani menyinggung soal itu?" Mata Ayumi menyipit ketika suaminya menyentuh topik tersebut. Memang, dia selama ini selalu mengangkangi uang suaminya hasil dari Magnifico untuk dia dan keluarganya sendiri.     

Ayumi akan bersungut-sungut jika Jyuto ketahuan hendak memberikan uang untuk mertuanya. Dia akan mengomel sepanjang hari jika tahu sang suami sudah mentransfer uang ke ibu mertuanya dengan berkata kenapa harus memberi mereka uang padahal mereka sudah kaya raya.     

Dan sekarang itu disinggung oleh Jyuto. Bagaimana Ayumi tidak berang?     

"Ya, aku memang ingin menyinggung soal itu, kenapa? Apakah menurutmu yang boleh diberi uang hanya ayah dan ibumu saja? Ayah dan ibuku tak berhak atas uangku?"     

"Mereka sudah kaya raya, bahkan tanpa uangmu, mereka akan tetap bisa pelesiran keliling dunia setiap tahunnya!" seru Ayumi.     

"Terlepas mereka akan pelesiran setiap hari keliling dunia pun, aku masih ingin memberi orang tuaku sebagai tanda baktiku pada mereka, apa itu salah?" Jyuto masih bertahan.     

"Lalu maksudmu, orang tuaku tidak boleh pelesiran juga?"     

"Siapa yang bilang begitu? Aku hanya ingin agar aku juga bisa memberi orang tuaku! Apa hal seperti itu saja terlalu susah untuk otakmu?"     

"Ohh, jadi sekarang kau hendak mengkritik otakku, hah?"     

Dan putri mereka pun lekas dibawa ke tempat lain oleh sang babysitter daripada harus terus mendengarkan pertengkaran kedua orang tuanya yang sebenarnya jarang terjadi.     

Yang para pelayan rumah tangga itu ketahui, kedua majikan mereka jarang bertengkar karena tuan mereka lebih banyak diam dan mengalah pada apapun kata nyonya majikan yang lebih cerewet dan suka mengatur.     

Bahkan tukang kebun di sana pun berkata kalau dia memiliki istri seperti Ayumi, akan lekas menceraikan daripada sakit jantung setiap hari.     

Siapapun pekerja di rumah Takeda Jyuto sangat mengetahui perangai nyonya majikan mereka. Cerewet, bawel, bossy, senang mengatur segala hal yang bahkan bukan wewenang dia.     

Bahkan, dikarenakan itu, kedua orang tua tuan mereka jarang bertandang ke rumah itu karena sudah malas dengan peringai Ayumi.     

Ibu dari Jyuto pernah berbincang dengan salah satu asisten rumah tangga dan mengatakan dia tidak menyukai Ayumi sejak dulu, namun karena Jyuto sangat menyukai dan Ayumi terlanjur hamil lebih dulu, maka tak ada pilihan selain menikahkan keduanya.     

Mungkin tekanan dari sikap Ayumi inilah yang menyebabkan Jyuto menyerah akan cinta mereka dan mengalihkan cinta kepada Akeno.     

Bagaimana pun, suami butuh egonya tetap ada agar dia merasa dihargai sebagai lelaki. Tak ada lelaki yang tahan diperlakukan seperti bawahan oleh istrinya, kecuali lelaki itu seorang masokis hati.     

Hati lelaki itu rapuh, mudah beralih ketika merasa tidak ada lagi kenyamanan dalam sebuah hubungan. Jyuto bukanlah seorang playboy yang mudah mengalihkan hati dan cintanya. Jika Ayumi bisa menghargai dia sebagai lelaki dan suami, mana mungkin dia bisa jatuh cinta pada Akeno?     

Maka, pertengkaran malam itu dan juga pagi ini sungguh mengguncang rumah mereka, hingga akhirnya Ayumi secara emosional mengemasi baju-bajunya dan ingin angkat kaki dari rumah.     

"Kau! Hendak ke mana kau!" Jyuto menahan tangan istrinya.     

"Untuk apa aku di sini kalau tidak berharga untukmu?" Ayumi mendelik sambil mengibaskan tangannya agar terlepas dari tangan suaminya.     

"Kau ingin kabur? Hanya karena aku ingin mempekerjakan orang-orang itu lagi?"     

"Ya, aku ingin kabur karena itu, lalu kenapa?" tantang Ayumi.     

"Lalu Nakita?" Jyuto menyebut nama putri mereka.     

"Biar saja dia di sini dulu!" jawab Ayumi sambil lalu.     

"Kau! Kau hendak mengabaikan putrimu sendiri?" Jyuto terkejut ketika tahu istrinya hendak pergi tanpa membawa putri mereka. Bukankah biasanya perempuan akan mempertimbangkan anak?     

"Untuk saat ini aku tidak ingin diganggu siapapun!" teriak Ayumi sambil menyeret koper besarnya, bahkan dia tidak berniat menengok putrinya yang sedang dihibur babysitter dan pelayan lainnya di taman.     

Setelah itu, Ayumi pun memasukkan koper ke bagasi mobilnya, dan dia lekas duduk di kabin pengemudi mobil mahal itu.     

"Yu-Yumi, aku mohon, jangan pergi." Jyuto sudah mengiba di sisi jendela Ayumi. "Kasihan Naki, dia pasti sedih kalau kau tak ada."     

"Ini biar jadi pelajaran untukmu!" Ayumi mendelik ke suaminya sambil menaikkan kaca jendela dan membawa keluar mobil dari tempat parkir menuju ke jalan raya, memacu ke rumah orang tuanya.     

Sepertinya dia sangat percaya diri bahwa suaminya akan mengiba lagi nantinya dan akan merayu dia agar dia kembali. Dia yakin suaminya membutuhkan dia.     

=========     

lyrics source = Color Coded Lyrics     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.