Inevitable Fate [Indonesia]

Sebuah Keputusan Akhir



Sebuah Keputusan Akhir

0Sasageyo! sasageyo! shinzou wo sasageyo! (Persembahkan! Persembahkan! Persembahkan jantung ini!)     
0

Subete no doryoku wa ima, kono toki no tame ni! (Segala pengorbanan itu adalah untuk saat-saat sekarang ini)     

Sasageyo! sasageyo! shinzou wo sasageyo! (Persembahkan! Persembahkan! Persembahkan jantung ini!)     

Utau beki shouri wo sono te de tsukamitore! (Mari membuka masa depan yang harus dituju dengan tangan ini)     

- Shinzou wo Sasageyo by Linked Horizon - OST. Attack on Titan -     

============     

Sudah dua hari lebih, Ayumi menunggu dengan gusar kedatangan suaminya di rumah orang tua dia, namun masih saja yang ditunggu tidak muncul juga. Dia bertanya-tanya dengan geram, apa yang membuat suaminya tidak lekas mendatanginya?     

Selama ini Ayumi begitu yakin akan kepatuhan sang suami, Takeda Jyuto, pada dirinya. Semenjak mereka berpacaran, Jyuto selalu bagaikan anak anjing yang manis dan patuh akan segala keinginan dia.     

Hingga akhirnya dia saking gusarnya, mengatakan keheranannya pada ibunya di suatu siang. Sang ibu, Nyonya Yamamura pun berang putrinya diabaikan suaminya.     

"Mana telepon? Akan aku hubungi lelaki tidak tahu diri itu! Enak saja dia memperlakukan putri berhargaku! Kemarikan nomor dia, sayank!" Bu Yamamura bersikeras ke Ayumi.     

Setelah itu, nomor ponsel Jyuto pun dihubungi siang itu. Begitu tersambung, segera saja Beliau berkata keras, "Jyuto! Apa kau sudah gila?"     

"E-ehh! Bu!" Jyuto kaget mendadak mendengar seruan ibu mertuanya di ponselnya.     

"Kau sudah menelantarkan istrimu sedemikian buruk!"     

"Ma-maafkan saya, Bu!"     

"Lekas kemari, dan jemput dia! Kau ingin dikutuk dewa, hah?"     

"Ba-baik, Bu. Nanti sore akan aku jemput!"     

"Huh! Lihat saja jika kau tidak datang nanti!" Dan pembicaraan pun disudahi Bu Yamamura. Lalu dia menatap bangga ke putrinya.     

Ayumi juga senang dan mengacungkan ibu jari kepada ibunya sembari tersenyum lebar.     

"Biar tahu rasa dia, sayank!" Bu Yamamura sambil mendecih. "Jangan kira dia bisa meremehkan anak keluarga Yamamura!"     

Pada sore harinya, Jyuto benar-benar datang ke rumah mertuanya. Sudah pasti itu dilakukan dengan sangat terpaksa. Dan sudah pasti pula dia mendapat omelan panjang lebar tidak hanya dari ibu mertuanya, namun juga dari bapak mertua juga. Sementara itu, Ayumi tersenyum senang dan menang ketika suaminya tertunduk menerima amarah dari kedua orang tuanya.     

Setelah berjanji untuk tidak mengecewakan Ayumi lagi di hadapan pasangan Yamamura, maka Jyuto pun membawa Ayumi ke mobilnya. Namun, sejak itu, perasaan dia terhadap istrinya semakin getir dan hambar.     

Mungkin jika dia tadi tidak menerima amarah dan omelan menyakitkan telinga dari kedua orang tua sang istri, Jyuto akan mulai memperbaiki sikapnya ke Ayumi dan mungkin juga dia akan menjadwalkan berlibur bersama ke luar negeri untuk mengompensasi tindakan dia beberapa hari lalu.     

Namun, karena perbuatan kedua mertuanya, Jyuto pun melenyapkan semua rencana indah dia bersama Ayumi dan hatinya kembali getir.     

Sementara Ayumi terus mengoceh di sampingnya, Jyuto tetap fokus menyetir mobil tanpa berniat menjawab apapun ocehan istrinya, sedangkan mobil dia yang kemarin dibawa Ayumi sedang dikendarai sopirnya di belakang sana.     

Terkadang, hati seseorang kembali pahit ketika dia lagi-lagi dihempaskan dengan kekecewaan. Semua niat indah langsung musnah menguap begitu kecewa menyergap, mendorong hingga ke jurang kematian perasaan.     

"Pokoknya, Jyuto, aku tak mau lagi kau berani memarahiku, apalagi hanya karena pengaturan aku ke Magnifico. Bagaimana pun juga, itu merupakan ideku dari awal, maka secara otomatis, aku pun memiliki hak untuk mengelolanya."     

"Dan Jyuto, aku tak ingin usahaku untuk melestarikan Magnifico malah kau tentang. Hei, aku ini juga ikut memiliki tanggung jawab atas kesejahteraan Magnifico, kau harus tahu itu!"     

"Jyuto, aku benci kau bentak. Aku tak suka jika kau seenaknya marah-marah padaku. Aku ini kurang apa sebagai istri? Aku sudah berusaha sebaik mungkin melayanimu, aku terus bersabar padamu, tampil sesempurna mungkin untukmu, bukankah kau harusnya bersyukur memiliki istri sepertiku?"     

Dan Jyuto berharap dia memiliki tombol untuk mematikan saraf pendengaran dia saat ini.     

-0-0-0-0-0-     

Kemalangan Jyuto sepertinya tidak hanya di situ saja, karena ketika dia pergi di malam harinya hendak mencari kedamaian di pelukan Akeno, ternyata apato Akeno sudah kosong.     

"Ohh, Nona Yamazuki yang menyewa di sini? Dia sudah pindah tadi sore." Demikian ujar pengelola apato ketika ditanya Jyuto mengenai Akeno.     

Mata Jyuto bagai hampa, dia linglung seketika. Akeno pindah? Kenapa?     

Lekas saja dia menghubungi kekasihnya, berharap Akeno segera menjawab. Ketika tersambung, Jyuto lekas bertanya, "A-Akeno, sayank … kau di mana?"     

"Ohh, aku ada di apato baruku yang dibelikan ayahku." Akeno menjawab di seberang.     

Jawaban itu bagai sambaran kilat bagi Jyuto. "Ke-kenapa kau tidak bicara mengenai itu padaku?"     

"Hm, apa itu penting? Sepertinya tidak, ya kan? Jyuto, ada sa-"     

"Aku ingin bertemu! Akeno, aku ingin bertemu denganmu! Aku harus bertemu denganmu!" Jyuto menyambar cepat.     

"Hghh … baiklah." Akeno menyanggupi. "Tapi di tempat lain, tempat umum!"     

"Baiklah." Jyuto tak punya pilihan demi bisa bertemu Akeno.     

Akeno pun menetapkan sebuah kafe kecil tak jauh dari apato lama dia. Jyuto menyanggupi meski keberatan itu benar-benar ruang publik. Bagaimana dia bisa bebas meluapkan rindunya?     

Tak berapa lama kemudian, Akeno benar-benar muncul di kafe itu setelah Jyuto menunggu sekitar 10 menit.     

"Ada apa, Jyuto?" Akeno duduk di depan Jyuto dengan sikap enggan. Jika bukan karena menghargai kebersamaan mereka yang manis setahun ini, dia malas sekali menemui Jyuto.     

Tadi dari pagi hingga, ketika Akeno memiliki waktu luang dan sedang terdiam di mejanya, dia terus memikirkan hubungan dia dan Jyuto. Otaknya terus saja menyerukan agar dia melepaskan Jyuto.     

Ayolah, Akeno, lepaskan saja dia. Lepaskan! Dia sudah beristri. Dia sudah memiliki keluarga sendiri, untuk apa terlibat dengannya? Itu sungguh sebuah sia-sia saja bagimu yang muda dan memiliki pesona. Jangan habiskan waktu berhargamu hanya untuk lelaki beristri. Stop membuat kesalahan semacam ini!     

Otaknya terus mengirimkan seruan itu ke hatinya dan hatinya memproses dengan tekun dan perlahan akan apa yang disampaikan otaknya. Ya, selama setahun terakhir ini dia memang sudah terlalu menyia-nyiakan waktunya. Sungguh membuang masa mudanya yang berharga hanya demi Jyuto.     

Terutama, dia mulai bisa menilai dan melihat bahwa tidak akan ada masa depan indah untuk dia dan Jyuto. Apakah dia perlu mengharapkan Jyuto menceraikan Ayumi? Hghh … tidak, dia tidak menginginkan itu. Bahkan, rasanya dia juga takkan bahagia jika alasan Jyuto bercerai hanya karena dirinya. Tidak ada kebanggaan mengenai itu sama sekali, ya kan?     

Jikalau Jyuto lajang pun, rasanya Akeno juga akan melepaskan Jyuto jika lelaki itu tidak juga secara tegas menarik garis akhir untuk ujung dari penantian dan hubungan ini.     

Akeno merasa, Jyuto selama ini hanya melampiaskan emosi mentalnya yang ditekan Ayumi ke dirinya saja. Jyuto hanya mencari pelarian dari kekecewaan dia ke istrinya. Dan semakin memikirkan ini, semakin kesal Akeno. Dia ingin dicintai hanya karena dirinya saja, bukan karena kekecewaan pihak lain!     

Mencapai kesadaran bahwa hubungan dia dan Jyuto sudah tidak sehat dan seharusnya lekas dipotong sebelum menjadi kanker ganas yang akan menggerogoti seluruh jiwa, Akeno pun membuat keputusan besar secara cepat. Keluar dari apatonya dan memutuskan hubungan dengan Jyuto.     

Dan karena memiliki misi ini, ia bersedia diajak bertemu lelaki itu di sebuah kafe temaram namun cozy di pinggir kota.     

==========     

lyrics source = Kazelyrics     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.