Inevitable Fate [Indonesia]

Selamat!



Selamat!

0Torawareta kutsujoku wa hangeki no koushida Jouheki no sono kanata emono o hofuru Yegar (Penghinaan yang menjebak adalah isyarat kita untuk melakukan serangan balasan, di luar dinding kastil (pemburu) membunuh mangsanya)     
0

Hotobashiru shoudou ni sono mi o yakinagara tasogare ni hi wo ugatsu (Dengan dorongan (nafsu pembunuh) membakar tubuhnya, ia menembus senja merah)     

Guren no yumiya (Dengan busur dan panah merah)     

- Guren no Yumiya by Linked Horizon - OST. Attack on Titan -     

=============     

PLAKK!     

Lagi-lagi dia menerima tamparan pada keningnya.     

Jyuto memperkosa Akeno dengan brutal di jok belakang mobil, merobek depan blus tipisnya sehingga payudaranya terekspos sehingga Jyuto terkekeh senang melihat benda favoritnya lagi.     

Memang, dia akui, dada Akeno lebih besar dan padat dibandingkan Ayumi, dan itu poin lebih berikutnya dari Akeno selain kecakapan Akeno di tempat tidur untuk memuaskan dia.     

"Ayo, Akeno. Puaskan aku seperti biasanya. Ayo! Anggap saja ini seks perpisahan kita. Seks terakhir! Ayo kita lakukan sehebat mungkin, Akeno!"     

Plak! Plak! Plaakkk!     

Akeno terus berteriak meronta secara susah payah karena lehernya terus ditekan dengan cekikan tangan kiri Jyuto, sementara batang jantan Jyuto terus menggila di liangnya meski dia sudah berusaha menghindar dengan bergerak ke kanan atau kiri.     

Namun, dikarenakan mobil merupakan area sempit, Akeno susah menepis hujaman kejantanan mantan kekasihnya. Kakinya terus berusaha mendorong dan memberontak.     

Hingga akhirnya, langit memberikan kebaikan pada Akeno ketika dia berhasil melepaskan batang jantan Jyuto dari liangnya dan menendang perut Jyuto kuat-kuat sehingga dia berhasil keluar dari mobil itu dan berlari cepat ke perhentian bus di dekat sana dengan penampilan kacau.     

Akeno terus berlari meski harus terbatuk-batuk akibat cekikan tadi. Pokoknya, dia harus cepat mencapai area publik yang banyak orang! Dia tidak ingin tertangkap Jyuto. Tidak boleh!     

Jyuto berlari ingin mengejar, sayangnya ada cukup banyak orang di perhentian bus itu ketika dia tiba tak jauh dari sana. Dilihatnya, Akeno sudah bergabung dengan orang-orang di sana.     

Tidak lagi memiliki kesempatan, Jyuto pun mendecak kecewa dan kembali ke mobilnya yang diparkir tersembunyi di sudut sepi dan gelap, lalu mendadak merasa bersalah sendiri telah menyakiti Akeno.     

Astaga, kenapa dia malah melakukan itu pada gadis yang dia cintai? Kenapa dia segila itu melakukan hal keji demikian ke Akeno? Tersungkur di atas kemudinya, Jyuto pun menangis menyesali perbuatan brutalnya.     

Puas menangis, dia menulis banyak pesan minta maaf pada Akeno, lalu pulang ke rumahnya. Mungkin memang sudah menjadi takdirnya bahwa dia harus berpuas diri dengan memiliki istri seperti Ayumi.     

Sementara itu, di perhentian bus, Akeno begitu lega ketika dia melihat dari kejauhan, Jyuto berhenti mengejar dan balik badan menjauh dari darinya. Tanpa memerdulikan tatapan orang di situ, Akeno mengatupkan jaket tipisnya untuk menutupi blus robeknya dan masuk ke bus dengan semua orang di sana.     

-0-0-0-0-     

Di kantor Sortbank, Akeno berusaha menyembunyikan memar pada sudut mulut dan sudut luar alisnya dengan rambut yang terus dia majukan ke depan semaksimal yang dia bisa saat berjalan.     

Tentu saja itu terasa aneh dan konyol. Mungkin memar di alisnya bisa tertutupi geraian rambutnya, namun bagaimana dengan sudut mulutnya? Dia menyesal tidak membeli masker.     

Dan hal ini mendapatkan sorotan heran dari mata Itachi ketika lelaki itu memasuki ruangannya dan mendapati wajah lebam Akeno saat gadis itu hendak menghindari pandangannya.     

Akeno sangat malu dengan kondisinya saat ini di depan atasannya. Seorang perempuan akan terlihat begitu memalukan jika wajah mulus cantiknya berhiaskan lebam, ya kan?     

"Ke sini." Itachi memanggil Akeno.     

"Hah?" Akeno terkejut dan menoleh ke atasannya. Ternyata Itachi sudah berdiri di dekat meja besar itu. Tak punya pilihan, ia pun berjalan mendekat meski sangat enggan.     

"Kemarikan wajahmu, biarkan aku melihatnya." Itachi menjepit rahang halus Akeno dengan dua jarinya seraya mengamati memar keunguan di sudut bibir Akeno dan di ujung alisnya.     

Ini sungguh situasi yang sangat canggung dan memalukan untuk Akeno. Rasanya ia ingin amblas saja ke dalam bumi. Ditatap lekat luka-lukanya oleh sang atasan, siapa yang tidak gelisah?     

"Hm." Itachi melepaskan jepitan tangannya di rahang Akeno dan menghubungi bawahannya. Akeno pun balik badan dan dengan canggung kembali ke mejanya sendiri.     

Tak berapa lama, seorang karyawan wanita mengetuk pintu dan masuk membawa sesuatu. "Ini, Pak."     

"Ya, terima kasih." Itachi menerima benda di tangan wanita itu dan si wanita pun pergi. Lalu, Itachi berjalan ke meja Akeno. "Sini." Dia berucap sembari membuka benda yang ada di tangannya.     

Akeno tak tahu apa yang hendak dilakukan Itachi, maka dia diam saja di kursi ketika Itachi berdiri di depan kursinya dan merunduk sambil sekali lagi menjepitkan dua jari kurus panjang namun kokoh itu ke rahang halus Akeno.     

Setelah menatap lekat memar di wajah Akeno, Itachi segera mengoleskan sesuatu di sana, di luka lebam itu.     

Akeno terkejut. Ternyata itu obat oles untuk lebam! Jadi, lelaki dingin itu memerintahkan bawahannya untuk membeli obat itu untuknya. Pipi Akeno terasa menghangat, entah karena terharu atau malu karena jarak mereka cukup dekat saat ini. Bahkan dia bisa mencium harum maskulin parfum Itachi, beserta wangi mint pada hembusan napas pria itu.     

Menatap fitur wajah lelaki itu, Itachi memang merupakan sosok lelaki tampan dengan wajah tegas dan dingin, namun membawa pesona tersendiri yang membuat dia malah berdebar-debar.     

Ada apa ini? Kenapa malah berdebar-debar? Akeno bingung dengan yang dia rasakan saat ini.     

Belum puas Akeno memandang wajah tampan Itachi, lelaki itu sudah melepaskan jarinya dari rahang dia dan menjauh dengan cepat.     

Pelan, Itachi berucap, "Lain kali, pilih lelaki yang baik," katanya sambil berjalan menjauh dari meja Akeno, tanpa melirik gadis itu.     

Akeno mematung di kursinya mendengar ucapan Itachi. Apakah lelaki itu mengetahui bahwa luka memar ini akibat kekerasan seksual? Mendadak, dia merinding. Lelaki ini begitu menyeramkan jika bisa mengetahui hal-hal detil seperti itu.     

-0-0-0-0-     

Malam harinya, Reiko selesai mandi ketika suaminya masuk ke apato dan memeluk dia sambil membenamkan hidungnya di leher wanita itu dengan sikap manja.     

"Aku belum mandi. Kau harus temani aku mandi, sayank," rengek Nathan Ryuu sambil terus menghirup aroma segar Reiko.     

"Kau ini. Sudah, sana lekas mandi! Jangan menunda!" Reiko menjauhkan wajah suaminya dengan pelan lalu mengecup pipi sang suami.     

Saat Nathan Ryuu hendak meraih tubuh Reiko, ponsel istrinya berbunyi sehingga dia urung membopong Reiko masuk ke kamar mandi.     

Reiko menyambar ponsel tak jauh darinya dan melihat di layar. Itu panggilan dari U-Q. "Ya, Yuki."     

Di seberang sana, U-Q menyahut, "ReA, kita lolos babak pertama!"     

"Hah? Benarkah? Waahh! Asyik sekali!" Reiko ikut senang dan berseru gembira. Submit mereka ke lomba Chorus Battle untuk utaite ternyata berhasil lolos di babak pertama.     

Nathan Ryuu mendekat dan memeluk dari belakang sembari Reiko terus berbicara dengan U-Q.     

"ReA, Silver dan MK memilihkan lagu untuk babak dua kita."     

"Oh? Apa itu?"     

"Karena tema babak dua itu perjuangan umat manusia, maka dipilih lagu dari anime Attack on Titan, Guren no Yumiya."     

"Oh tidak … itu lagu panjang!"     

"Benar!"     

"Lalu, siapa yang akan menyanyikan bagian bahasa Jermannya? Aku tak bisa bahasa Jerman, Yuki!"     

"Sepertinya nanti itu akan diambil Silver."     

"Hm, baiklah." Reiko menyudahi telepon. Memakai lagu dari Attack on Titan? Ketua grup utaite-nya sudah gila! Ia mendesah tak berdaya.     

========     

lyrics source = Furihasekai     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.