Inevitable Fate [Indonesia]

Penyerangan Kedua Kalinya Kepada Reiko di Magnifico



Penyerangan Kedua Kalinya Kepada Reiko di Magnifico

0Kizutsuitatte heiki da yo mou itami wa nai kara ne (Tak masalah jika aku terluka dan tidak merasa sakit lagi)     
0

Sono ashi wo hikizuri nagara mo (Aku akan berlari meski jika harus menyeret kakiku)     

- Sign by FLOW - OST. Naruto -     

===========     

Setelah kembali ke apatonya sendiri, Reiko merasa penat pada tubuhnya, selain pada pikirannya. Mereka sudah makan malam berdua di restoran sesudah dari apato Shingo.     

"Capek?" tanya Nathan Ryuu ketika melihat istrinya mendesahkan napas panjang ketika melepas mantelnya.     

"Hu-um." Reiko mengangguk, jujur. Begitu banyak hal yang melelahkan hati terjadi hari ini. Selain itu, dia juga bekerja lebih banyak hari ini untuk memenuhi target grup dengan tidak hadirnya Shingo di paruh akhir jam kerja.     

"Aku siapkan bathtub dulu untukmu berendam, yah!" Nathan Ryuu melangkah ke kamar mandi. Reiko membiarkan saja suaminya, sedangkan dia duduk hempaskan diri di sofa kamar dengan sikap letih.     

Nathan Ryuu tidak hanya menyiapkan air hangat di bathtub, namun juga menuangkan beberapa tetes minyak mandi dengan wangi lavender yang menenangkan. "Sayank, sudah siap."     

"Oke." Reiko bangkit dari duduknya. "Terima kasih, Ryuu. Kau memang terbaik." Ia mengecup pipi suaminya. Bayangkan saja … seorang suami bersedia menyiapkan air mandi untuk istrinya. Seberapa mewah itu terasa di sebuah dunia yang sudah terbiasa dengan sistem patriarki yang menempatkan lelaki sebagai pihak yang biasa dilayani?     

Sangat mewah.     

Reiko berjalan ke kamar mandi, namun dia heran ketika suaminya juga ikut di belakangnya. "Ehh? Ryuu?" Ia heran sambil menengok ke belakang. "Bukankah ini air mandiku?"     

"Siapa bilang? Aku tidak mengatakan itu air mandimu saja. Aku hanya bilang hendak menyiapkan bathtub untukmu berendam, berarti kalau aku juga ikut, tak menyalahi aturan, kan?" kilah tuan muda Onodera sambil mengerling jenaka.     

Reiko memutar matanya. Harusnya dia sudah paham dengan kelakukan suaminya ini. Masih saja dia terjebak dengan permainan kata-kata dari Nathan Ryuu.     

Beberapa menit berikutnya, keduanya sudah berada di dalam bathtub dan Reiko merebahkan punggungnya dengan santai pada dada suaminya.     

Ia hendak mengisi ulang semangatnya dengan bermanja pada sang suami, meski tahu bahwa hal begini akan berujung pada kemesuman suaminya.     

"Bagaimana kalau kau keluar saja dari Magnifico, sayank?" Nathan Ryuu meremas payudara Reiko dengan tangan kanan dan tangan kirinya sibuk membelai sesuatu di selangkangan sang istri. Keduanya masih berendam tenang.     

"Hmm … aku tidak akan menyerah, Ryuu." Reiko memiringkan kepalanya yang bersandar di bahu suaminya.     

"Tapi nyawamu bisa terancam jika kau tak waspada." Nathan Ryuu berjanji dalam hatinya, nanti akan menghubungi kedua mata-mata dia agar lebih ketat menjaga dan melindungi Reiko selama di Magnifico.     

Tuan muda tak ingin kecolongan seperti insiden dulu dengan Bu Sayuki.     

"Maka aku akan dua kali lebih waspada kalau begitu." Lalu, Reiko menoleh ke belakang untuk berkata, "Ryuu, aku sudah pandai membuat croissant loh! A-mmffhh!" Mendadak, bibirnya sudah disumpal ciuman sang suami. Ia paham, sebentar lagi pasti akan ada adegan intim. Suaminya ini memang terlalu 'bersemangat' sebagai lelaki normal.     

-0-0-0-0-     

Sepertinya kecemasan Nathan Ryuu sangat beralasan. Hari ini, Reiko hendak ditusuk menggunakan pisau kecil oleh seorang pekerja perempuan dari belakang ketika dia berjalan hendak membawa hasil kerjanya ke lemari penyimpanan.     

"Arghh!" Perempuan itu menjerit ketika mendadak saja dari arah belakang, ada pekerja baru yang sudah mencekal tangannya dan memuntir sampai berbunyi 'klek'. "Tanganku! Tanganku patah! Hu hu huuu!"     

Reiko sangat terkejut sampai menengok ke belakang dan mendapati seorang rekan pekerja sudah terduduk di lantai dengan pergelangan tangan patah dan ada pisau di dekatnya.     

Menatap heran pada pekerja baru yang baru saja melumpuhkan penyerangnya, Reiko tak bisa berkata apa-apa, bahkan dia saking kagetnya sampai lupa berterima kasih dan membeku di tempatnya, menyaksikan pekerja baru itu menyeret paksa penyerang dia ke kantor manajer.     

Insiden ini menghebohkan Magnifico. Terjadi dua kali percobaan penyerangan ke Reiko selama dua hari berturut-turut. Dan dari cctv pun sudah bisa diidentifikasi siapa yang bersalah.     

Pada sore harinya, Reiko buru-buru menemui pekerja baru itu dan membungkukkan tubuhnya dalam-dalam seraya berkata, "Terima kasih atas pertolongan Anda."     

"Bukan hal besar." Perempuan mata-mata itu hanya menanggapi Reiko dengan wajah dinginnya dan pergi.     

"Heh?" Reiko tertegun di tempatnya. Aneh sekali sikap rekannya itu! Mengingatkan Reiko pada robot semacam di film Terminator yang pernah dia tonton waktu kecil dengan ayahnya.     

Pada petang harinya, dia menceritakan ini pada suaminya dengan penuh semangat. "Sungguh! Dia keren sekali waktu aku melihat rekamannya dari cctv. Dia persis hero perempuan dan keren sekali!"     

Nathan Ryuu mendengarkan dengan senyum tak lenyap dari wajahnya. Ia lega anak buahnya bekerja dengan baik. Tak sia-sia dia menyewa mahal petarung profesional untuk menjadi penjaga istrinya.     

Di tempat lain, kelompok Erina makin kesal dan panas dengan gagalnya insiden hari ini.     

"Kenapa sih dia tidak mati-mati? Apa dia sebenarnya siluman rubah yang sakti? Atau dia Bakeneko (siluman kucing di Jepang) yang memiliki banyak nyawa?" Azuka geram. Padahal dia berharap Reiko celaka pada penyerangan kedua ini. Dia memang bukan dalang di balik semua itu.     

Bukan dia.     

"Doamu kurang manjur, Azu-chan. Hi hi hi!" Yukio terkekeh mengejek Azuka.     

"Huh! Aku harus berganti kuil kalau begitu!" Azuka bersungut-sungut.     

Sementara itu, Erina tersenyum saja mendengarkan kedua temannya asyik berceloteh mengenai Reiko.     

Pada malam harinya, Erina menghubungi Takeda Ayumi, si nyonya bos. Ia menceritakan mengenai kejadian beberapa hari ini ke Ayumi, sekaligus bertanya kenapa Reiko bisa kembali ke Magnifico meski sudah dipecat.     

Ayumi pernah berkata padanya untuk menghubungi si nyonya bos jika terjadi sesuatu di Magnifico.     

"Huh! Suamiku yang tolol itu yang sudah memasukkan jalang itu kembali ke Magnifico!" Ayumi menjawab sambil memoles wajahnya dengan krim malam dan ponsel dia geletakkan dengan mode loud speaker.     

"Nyonya … jangan-jangan … ahh, tidak. Sepertinya ini tidak mungkin." Erina sengaja menggantung ucapannya.     

"Hei, ada apa? Apa yang kau ketahui? Ayo bicara! Bicara saja! Lekas katakan!" Ayumi menghentikan tangannya dan menatap ke ponsel.     

"Tidak, tidak, aku tidak berani menyampaikan pemikiran gilaku ini, Nyonya. Aku tak sanggup." Erina makin mengorek rasa penasaran nyonya bosnya. Dia memang sengaja melakukan itu.     

"Hei, kalau aku bilang katakan, ya cepat katakan!" Ayumi kian tak sabar.     

Erina tersenyum menang. Taktiknya berhasil. Orang seperti Ayumi memang sungguh mudah dimanipulasi. "Ini … hmhh … ini hanya pemikiran liarku saja, Nyonya. Tapi … jika menilik dari berbagai rangkaian peristiwanya … jangan-jangan … Reiko sudah … memikat suami Nyonya? Maksudku … Tuan bos."     

Mata Ayumi membola hingga hampir keluar dari rongganya. "Apa?! Dia terpikat dengan jalang sialan itu?!" jerit Ayumi. "Bagaimana bisa?!"     

"Umh … ini hanya dugaan liarku saja, Nyonya. Tolong tenang." Dan Erina secara pandai menyuntikkan sugestinya ke Ayumi dengan berbekal Reiko tidak jadi dipecat, atau Reiko yang dijemput mobil hitam mewah, yang kebetulan hampir sama dengan yang dimiliki Jyuto, menurut Erina.     

"Grrhhh! Jalang itu!" Ayumi pun melempar wadah krim malamnya ke lantai dan lekas keluar kamar mencari suaminya.     

========     

lyrics source = Kazelyrics     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.