Inevitable Fate [Indonesia]

Mencoba Membahagiakan Sang Jenderal



Mencoba Membahagiakan Sang Jenderal

0neon geujeo geureoke amureochi anke, utgo inneunde deullineun ne mare (kau tersenyum seakan baik-baik saja. Itu yang aku dengar)     
0

You always say "I'm okay" hajiman da boyeo, neoye maeumsok weroi heuneukkineun neo (kau selalu berkata "aku baik-baik saja" tapi aku bisa melihat, kau menyeka kesepian di hatimu)     

- Silent Cry by Stray Kids -     

============     

Kini, gosip buruk mengenai Reiko sudah diketahui oleh Nathan Ryuu dari mulut Yuza. Gosip tentang Reiko dipelihara pria tua kaya, gosip tentang Reiko jual tubuh untuk bisa membeli baju-baju mahal, bahkan gosip Reiko sering berkencan dengan beberapa pria sekaligus untuk memuaskan hasrat birahi yang tidak didapatkan dari sugar daddy dia yang tua.     

Di kamar apato Reiko malam itu, Nathan Ryuu memeluk istrinya saat mereka berdiam diri di sofa kamar. Pria itu masih memikirkan mengenai gosip jahat mengenai sang istri dan tak habis pikir kenapa Reiko menyembunyikan ini darinya.     

"Kenapa kau tak mengatakan apapun sebelumnya mengenai ini menimpamu?" tanya tuan muda Onodera sambil menenggelamkan wajahnya pada tengkuk Reiko. Perasaannya antara kesal dan gemas.     

"Aku ... aku pikir, untuk apa repot-repot meladeni hal seperti itu, toh itu tidak benar dan jika aku tersulut dan marah, orang hanya akan diyakinkan kalau itu adalah benar dan akan semakin buruk." Reiko menoleh sedikit dan merasakan suaminya mulai menggesek-gesekkan hidung di tengkuk dia.     

"Tapi bukankah bila kau diam justru mereka berpikir itu benar juga, sayank?" Nathan Ryuu gemas, namun dia mulai memahami situasinya. Memang, saat ini Reiko serba salah. Marah salah, diam juga salah.     

"Ijinkan aku me-"     

"Tidak, Ryuu. Jangan. Jangan lakukan apapun. Aku belum siap membeberkan mengenai hubungan kita." Reiko lekas memotong ucapan suaminya karena sedikit banyak dia paham apa yang kira-kira akan diucapkan Nathan Ryuu.     

"Errghh ... sayank, kau ini ... hgh! Baiklah, aku akan diam dan menunggu. Jika itu semakin keterlaluan, maka aku tak akan tinggal diam saja, mengerti?" Mata tajam Nathan Ryuu seakan sedang menghukum Reiko.     

"Iya, cukup serahkan ini padaku, aku tak ingin selalu bergantung padamu." Reiko mengangguk yakin.     

"Baiklah, kalau begitu ... apakah ini juga bisa aku serahkan padamu malam ini?" Mata Nathan Ryuu melirik ke bawah sambil tangannya mengusap sang jenderal.     

"Ryuu!" Reiko menepuk dada suaminya dengan wajah tersipu malu. "Kau sungguh pria tua yang mesum!"     

"Ha ha, aku orang yang jujur dan rendah hati! Ini adalah salah satu bentuk kejujuranku." Ia menarik tangan istrinya ke arah jenderalnya. Sudah mulai mengeras di sana.     

Reiko patuh, memijat pusaka jantan suaminya meski matanya dialihkan ke arah lain, terlalu malu untuk menatap benda yang sudah mulai dikeluarkan dari sangkar kainnya.     

"Sayank, jenderal ingin bertatap muka denganmu," bisik Nathan Ryuu.     

"Tak mau ...." Dengan suara manja, Reiko menolak.     

"Kau akan mengecewakan penggemarmu ini, sayank." Lalu Nathan Ryuu mulai melumat bibir Reiko sambil tangannya bergerak ke payudara istrinya, meremas lembut untuk awal, sebelum mulai agresif dan akhirnya melucuti busana Reiko.     

"Ja-jangan! Aku ... aku bau keringat, mmrrghh ...." Reiko menolak ketika suaminya hendak menggapai payudaranya menggunakan mulut agresifnya.     

"Kalau begitu, ayo mandi bersamaku." Nathan Ryuu bangun dan segera mengangkat tubuh Reiko dengan mudah dan membopongnya ke kamar mandi.     

Hanya dalam waktu beberapa belas menit saja, keduanya sudah masuk ke dalam bathtub, berendam dalam air sabun.     

Mereka meneruskan cumbuan mereka, dengan Reiko duduk membelakangi suaminya. Ia membiarkan tangan Nathan Ryuu menjelajahi tubuh telanjang yang ada di dalam air.     

"Anghh ... Reiko terpekik ketika jari suaminya sudah mengusap-usap butir mutiara spesialnya di selatan sana. Secara refleks, dia mengatupkan kedua pahanya, namun Nathan Ryuu membuka paha itu lagi sebelum kembali mengusap-usap pada selangkangan Reiko dan intensitasnya mulai dipercepat.     

Di saat Reiko sibuk melenguh, dia tak sadar ketika tangannya digiring ke batang kokoh Nathan Ryuu dan mengocok pelan di sana sambil dia terus menyuarakan erangan sensualnya sembari matanya terpejam.     

Hingga akhirnya Reiko menyerah dan mendapatkan pelepasannya. Tubuhnya kejang-kejang kecil sebelum akhirnya tenang kembali dengan sisa napas masih tersengal.     

"Duduk di sana, sayank." Nathan Ryuu menunjuk ke tepi bathtub yang agak lebar di bagian ujung. Reiko patuh, duduk di sana, dan pasrah ketika pahanya dilebarkan lagi agar Nathan Ryuu bisa menggunakan lidahnya untuk memanjakan sang istri.     

Namun sebelum itu dilakukan, tuan muda Onodera menyemprotkan air di selang shower ke area intim Reiko.     

"Angh!" Reiko melonjak kecil ketika semburan air menimpa daerah intim yang baru saja orgasme.     

"He he, rasanya mengagetkan, yah sayank?" Sekali lagi, Nathan Ryuu menyemprot area yang penuh dengan busa sabun sampai bersih, diiringi erangan Reiko yang kegelian namun wajahnya memerah.     

Setelah area itu bersih dari sabun, Nathan Ryuu membungkuk ke selangkangan istrinya.     

"Aanghh ... Ryuu ... mmgghh ...." Reiko memejamkan mata ketika lidah suaminya mulai bekerja giat di selatan tubuhnya, mengusap-usapkan lidah kenyal itu secara agresif pada mutiara mungil Reiko, mengakibatkan wanita muda itu menaruh punggung pada dinding di belakangnya dan sibuk mengerang.     

Sekali lagi, Reiko mendapatkan pelepasan dia dan napasnya kembali terengah-engah setelah mengalami kejang-kejang kecil dan menatap sayu ke suaminya. Jantungnya berdebar kencang. Ia iba pada sang suami yang terus memberikan kenikmatan padanya tanpa dia bisa melakukan sebaliknya.     

Sebagai istri, dia merasa gagal, namun dia juga tak berdaya akan belum siapnya dia menerima rasa sakit ketika merasakan benda jantan suaminya masuk ke dirinya.     

"Ryuu, biarkan aku ... aku ... menghisap itu." Reiko secara mengejutkan memiliki pemikiran ini. Wajahnya merah pada ketika dia melirik malu-malu pada benda tegang yang menggantung di selangkangan suaminya.     

Nathan Ryuu terkejut dan bertanya, "Ini? Maksudmu kau ingin ... mengulum ini?" Matanya menyala sambil mengusap pusaka jantannya. Sang pusaka berkedut-kedut seolah kegirangan.     

"I-iya, boleh?" Reiko memalingkan wajah ke arah lain karena terlalu malu.     

"Aku lebih dari memperbolehkanmu, sayank." Nathan Ryuu berdiri di depan Reiko yang masih duduk di ujung bathtub. "Coba, berkenalan dengan baik dulu dengan tuan jenderal. Pandang dia agar dia tahu kau ingin membahagiakan dia."     

Mata Reiko melirik malu ke sesuatu yang sudah tegak lurus di selangkangan suaminya. I-itu ... besar! Reiko menjerit di hatinya. Meski dia belum pernah melihat secara nyata batang kemaluan lelaki lain, namun menatap milik suaminya, dia langsung bergidik dan yakin itu pasti tergolong besar.     

Dia segera ingat bahwa Nathan Ryuu berdarah campuran, Jepang dan Perancis. Apakah itu yang memengaruhi ukuran sang jenderal? Entah. Dia belum ahli dalam aspek menilai itu. Tapi, yang pasti, benda di depan matanya ini sungguh menantang dan sombong mendongak padanya.     

Pelan dan sedikit ragu, Reiko memegang batang itu. Kemarin dia sudah pernah melakukan ini namun matanya terpejam. Kini, dia harus melakukan dengan mata terbuka. Ayo, Reiko! Kuatkan tekadmu untuk membahagiakan suami! Bertahan dan tatap benda itu!     

Menelan saliva, Reiko menatap lekat batang jantan suaminya. Dia elus naik dan turun, melakukan gerakan berputar hingga menyentuh bagian kepalanya yang ternyata sensitif. Terbukti dengan munculnya erangan rendah dari suaminya.     

"Sekarang, coba masukkan itu ke mulutmu, sayank."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.