Inevitable Fate [Indonesia]

Petang Itu .... [21+]



Petang Itu .... [21+]

0hareta asa mo ame mo yoru mo (Whether it's sunny morning or rainy night)     
0

itsumo tonari ni iru kara (I'll be by your side)     

bokura wa mata ano hi no you ni (We can laugh together)     

waraiaeru (just like that day)     

- Daijoubu by MBLAQ -     

============     

Memang, Takeda Jyuto dan Yamazuki Akeno sudah cukup lama menjalin hubungan rahasia. Sekitar setahun lebih mereka kerap bertemu diam-diam, kadang di hotel, kadang pula di apato Akeno.     

Ya, benar, keduanya adalah pemilik Magnifico dan Manajer Produksi Magnifico.     

Akeno adalah mantan teman satu fakultas di kampus sebuah universitas di Perancis, dipekerjakan di Magnifico dan mulai dekat dari sana hingga akhirnya menjadi teman ranjang selama setahun lebih.     

Akeno tidak menuntut apapun dari Jyuto, karena tahu Jyuto sudah beristri dan tidak berniat untuk merebut status apapun dari Ayumi.     

Jyuto dan Akeno mengetahui dengan jelas bahwa hubungan mereka memang salah dan pastinya keliru. Namun, masing-masing memiliki alasan dan latar belakang masing-masing ketika memutuskan untuk menjalin hubungan semacam ini.     

Bagi Jyuto, Ayumi memang wanita menarik yang pernah dia idamkan saat muda. Namun, semakin lama, Ayumi semakin menguasai dia dan makin susah dikendalikan, berkali-kali bertingkah seenaknya hingga kadang Jyuto merasa istrinya sudah berani menginjak kepalanya.     

Karena Ayumi yang mulai lepas kendali menjadi istri, membuat Jyuto seperti tercekik dan diremehkan. Makin lama, dia merasa dia hanya dianggap sebagai penghasil uang saja bagi Ayumi dan keluarga istrinya.     

Oleh karena tertekan akan sikap istrinya yang terus besar kepala, Jyuto mulai jatuh pada pesona Akeno, seorang teman lama yang dia pekerjakan di Magnifico. Apalagi Akeno kebalikan dari Ayumi. Walau Akeno lebih cantik dari istrinya, namun Akeno masih bersikap tenang, tidak berlebihan dalam berdandan.     

Kesederhanaan Akeno itulah yang membuat Jyuto goyah dan jatuh cinta. Terlebih, Akeno selalu menyajikan kopi setiap Jyuto datang ke Magnifico, sesuatu yang tidak pernah dilakukan Ayumi. Perhatian-perhatian kecil tersebut justru berdampak besar bagi Jyuto.     

Ia pun mulai mendekati dan merayu Akeno hingga akhirnya dia mendapatkan gadis lajang itu. Awalnya, mereka melakukan percintaan di ruangan Jyuto di Magnifico, namun karena khawatir dipergoki siapapun, Akeno menginginkan tempat lain seperti hotel atau apatonya.     

Apato Akeno ini adalah hasil dia membeli sendiri dari tabungannya meski Jyuto ingin sekali membelikan untuknya. Akeno menolak dengan tegas dan sepenuhnya menggunakan uang dia sendiri.     

Meski begitu, Jyuto masih akan membelikan ini dan itu yang kadang ditolak Akeno dan kadang diterima karena kadang lelaki itu begitu memaksa dia menerimanya. Akeno hanya tak mau terikat dan diikat melalui barang-barang pemberian tadi. Bagaimanapun, dia tidak memiliki status jelas dengan Jyuto.     

Walaupun Jyuto kerap sesumbar dia akan menikahi Akeno suatu hari nanti, atau mengucap hal-hal berlebihan seperti Akeno lebih baik dari Ayumi, Akeno tidak besar kepala dan terbuai karena itu. Wanita 39 tahun itu tetap berpikir sewaras mungkin dan hanya menikmati hubungan ini apa adanya saja tanpa memaksakan arahnya.     

Ketika Jyuto membuka pintu kamar mandi, dia berjalan penuh senyum ke Akeno, meraih tubuh sintal Akeno untuk dia peluk sambil rebah santai di sisi perempuan yang masih merokok itu.     

"Jangan katakan kau masih marah, sayank. Aku pasti akan mengembalikan jabatanmu, tenang saja." Jyuto membelai payudara telanjang Akeno yang bulat dan kencang meski dia bukan lagi gadis belia. Dua bongkah montok itu selalu menjadi kesukaan Jyuto untuk selalu disentuh kapanpun ada kesempatan.     

Akeno menyingkirkan tangan nakal Jyuto ketika dia hendak menaruh batang rokok yang hampir habis di asbak pada meja nakas tak jauh darinya, sambil menyahut, "Aku tidak masalah mengenai pemecatan itu. Aku bisa mencari pekerjaan lain. Hanya yang membuatku kesal, aku sudah hampir 2 tahun menjalani kerja di sana dengan harus terus menekan perasaanku atas berbagai tingkah laku istrimu. Rela diperlakukan bagai babu dan pelayannya, namun akhirnya aku hanya dapat tamparan dan pemecatan di depan semua karyawan. Sungguh, itu menyebalkan, Jyuto!"     

"Iya, iya, tadi aku sudah memarahi dia, kok!" Jyuto teringat pertengkaran hebat dia dengan Ayumi pada petang sebelum dia datang ke apato ini.     

"Aku tidak menyuruhmu untuk memarahi dia. Aku hanya kesal saja pada sikap sewenang-wenang dia dan mempermalukan orang lain sesuka hati. Aku tak suka arogansi semacam itu, kau tahu sendiri bagaimana sifatku, kan Jyuto?" Akeno menatap tajam kekasih gelapnya.     

"Iya, aku sangat paham karaktermu, itulah kenapa aku jatuh cinta padamu, sayank ...." Jyuto membenamkan wajahnya pada lekuk leher Akeno sambil kembali meremas-remas payudara penuh kekasihnya.     

"Dan yang lebih penting, dia seenaknya merundung Reiko! Aku sudah katakan padanya secara tegas bahwa kehidupan pribadi karyawan tidak perlu dijadikan pemikiran dalam oleh para atasan karena yang terpenting adalah kinerjanya! Eh, dia ternyata masih nekat mendatangi Reiko dan kau tahu ... dia benar-benar seperti perundung level anak SMA! Sungguh memalukan!"     

"Iya, aku minta maaf mengenai itu, sayank. Sudah, jangan marah lagi, yah!" Jyuto kini mulai bergerak ke atas Akeno dan menindih perempuan itu, memaksakan cumbuan pada bibir Akeno sambil berkata, "Besok ... ummcchh ... kembalilah ke Magnifico ... urmmchh ... ambil lagi jabatanmu ... hrrmmpphg ...."     

Akeno membalas cumbuan Jyuto sambil menjawab, "Ummffhh ... tidak mau ... aku tak mau di sana lagi ... urmmfh ... ummcchh ... aahh! Jyuto!" Ia melepas cumbuan mereka ketika merasakan Jyuto sudah menyelipkan batang jantannya kembali ke liang dia. "Kau belum memakai pengaman!"     

"Biar saja! Biar kau hamil dan takkan bisa lari dariku! Ergghh! Hrghh!" Jyuto menyeringai sambil menghentak-hentakkan miliknya pada liang intim Akeno.     

"Tidak mau, erghh! Jyuto! Aku tak mau kalau kau belum pakai ... erghh! Pengaman! Arghh! Jangan, Jyuto! Aku tak mau hamil! Arghh! Kau sialan! Lelaki brengsek!" Akeno ingin melepaskan diri dari Jyuto tapi lelaki itu malah menahan kedua tangan Akeno dan terus hentakkan miliknya kuat-kuat pada Akeno.     

.     

.     

Di apato lain, Nathan Ryuu sudah mendengar dari kedua mata-matanya mengenai insiden di Magnifico. Dia tiba di apato pada petang hari dan mendapati Reiko meringkuk di sudut ranjang, tertidur.     

Di wajah Reiko, ada bekas air mata yang baru mengering. Gadis itu menangis sampai terlelap begini, batin Nathan Ryuu. Ia pun melepas mantel dan jasnya, juga kaos kakinya dan hanya berkemeja putih dan celana kain, mendekat ke istrinya.     

Perlahan, dia mengecup pipi dan mata Reiko sehingga gadis itu terlonjak kaget saat membuka matanya.     

"Ryuu!" Reiko terbangun dengan sikap kaget.     

"Iya, ini aku, sayank. Siapa lagi yang kau harapkan selain aku, hm?" Ia tersenyum selembut mungkin dengan suara tak kalah lembut di dekat wajah istrinya.     

"A-aku akan siapkan makan malam." Reiko mengusap matanya dengan cepat, siapa tahu di sana masih ada sisa air mata. Dia tak ingin suaminya tahu. Lalu bergerak hendak bangkit, namun sang suami menahan dia tetap di ranjang.     

"Kenapa, sayank? Sepertinya kau lelah?" tanya Nathan Ryuu sambil merebahkan tubuh di samping Reiko, memeluk wanita itu ke dadanya. "Atau baru menangis?"     

=========     

lyrics source: Color Coded Lyrics     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.