Inevitable Fate [Indonesia]

Poor Zuko



Poor Zuko

0nani ka wo akirameteta (Give something up)     
0

kakaesugi na Tiny shoulder (You're holding too much on those tiny shoulders)     

hanbun boku ga motsu yo (I'll carry half)     

tayottemite ima koso (Now is the time for you to try and rely on me)     

- Run With Me by SHINee -     

===========     

Ketika Nathan Ryuu hampir saja mendapatkan pucuk ranum di puncak dada Reiko, tanpa disangka-sangka, bunyi bel membuat Reiko terbangun dan mendorong dia ke samping dan gadis itu bergegas ke pintu.     

Buyar sudah panen yang hendak dia dapatkan. Sepertinya dia harus menyesal karena tidak bergerak cepat sehingga keduluan bel. Arrghh!!!     

Geram karena gangguan itu, Nathan Ryuu mengutuk siapapun pelaku yang ada di balik pintu. Ia pun berjalan ke sana, ingin melihat sang pelaku.     

Wajah Nathan Ryuu makin menggelap ketika dia melihat ternyata oknum itu adalah Zuko.     

"Ahh! Bos! Aku membawakan baju ganti untukm-" Zuko yang ceria sambil melambaikan tangan ke sosok di belakang Reiko, mendadak dia surut, tidak melanjutkan kalimatnya setelah melihat penampilan bosnya saat ini.     

Wajah Zuko memerah karena menahan tawa sekuat tenaga. Bagaimana tidak? Bosnya yang digdaya memakai baju wanita warna pink dan apa pula itu telinga kucing di hoodie-nya? Ya ampun! Si bos seketika berubah menggemaskan.     

"B-Bos ...." Zuko sampai harus berjuang menggigit bibir dan lidahnya agar tidak menyemburkan tawa.     

"Kau! Gajimu aku potong bulan ini!" seru Nathan Ryuu karena kehilangan kendalinya dan lekas menutup pintu setelah Reiko menerima bungkusan berisi pakaian itu.     

Blamm!     

Pintu terhempas di depan hidung Zuko, sampai-sampai rambutnya sempat berkibar sekejap. Hidungnya bisa saja rata dengan pipinya jika dia berdiri satu inci lebih maju. "Astaga! Bos! Bos, kenapa?" Sadar akan ucapan mengenai pemotongan gaji tadi, Zuko ingin menangis darah. Apa salah dan dosaku, Bos? tanyanya dalam hati.     

Syok karena itu, Zuko pun menelepon Itachi, rival sekaligus orang yang suka ia tempel jika di kantor. Pada Itachi, Zuko menceritakan semuanya sambil berlagak terisak. "Hiks, Itachi-san ... kenapa aku diperlakukan seperti itu? Apa salahku? Hu huuu ...."     

"Karena kau bodoh." Itachi di seberang sana menjawab enteng.     

"Ba-bagaimana bisa aku bodoh! Itachi-san, kau seenaknya bicara!" Zuko tak terima dikatakan bodoh. Hanya karena mengantarkan pakaian yang sangat dibutuhkan bosnya saat ini? Bukankah harusnya si bos merasa berterima kasih karena dia sebagai asisten telah memilihkan satu stel pakaian yang pasti sesuai dengan selera si bos!     

Tapi malah hempasan pintu dan pemotongan gaji yang dia dapatkan. Padahal bulan kemarin dia baru saja mengambil kredit rumah yang cukup mahal.     

"Karena kau tidak menghubungi Tuan terlebih dahulu di ponselnya, dan malah langsung ke apartemen Nona Arata. Ya, kau memang bodoh."     

Jlebb! Bagai ada belati imajiner menusuk dada Zuko.     

"Kau bodoh yang tidak tertolong."     

Jlebb! Jlebb! Hujaman belati imajiner dari Itachi nyaris membuat jiwa Zuko pergi meninggalkan raganya.     

"Itachi-san ... kau kejam ... hu huuuu ...." Zuko masih saja tidak paham apa maksud dari perkataan Itachi tadi. Dia seharusnya menghubungi Nathan Ryuu melalui ponsel dulu ketimbang langsung ke apato? Maksudnya apa? Apa bedanya menghubungi ponsel bos dan langsung ke apato menyerahkan barang pesanan?     

Duh, jangan-jangan dia memang sebodoh yang dikatakan Itachi? Zuko menangis darah memikirkan ini.     

"Hghh ... dengar, dan jadilah cerdas mulai sekarang." Itachi masih ada di telepon.     

"Memangnya aku harus bagaimana agar tidak menderita pemotongan gaji lagi, hiks?" Zuko berlagak menangis meski tak ada satupun bulir air mata di sana.     

"Itu adalah apato Nona Arata dan Tuan sudah sejak semalam di sana, ya kan?"     

"Iya."     

"Mereka berdua saja, benar?"     

"Iya."     

"Lalu Tuan meminta baju ganti, ya kan?"     

"Ya."     

"Kau masih belum bisa menghubungkannya?"     

Zuko terdiam sejenak untuk merenungkan kalimat-kalimat pertanyaan retoris dari Itachi tadi. Lalu, matanya menyala. "Ohh! Astaga!"     

"Hm, bagus kalau kau sudah tahu."     

"A-aku sudah mengganggu mereka ... begituan?" Suara Zuko mencicit lirih di bagian akhir, seakan dia tak begitu yakin dengan yang dia katakan sendiri.     

"Apa perlu ditanyakan ke tuan agar kau puas?"     

"O-ohh! Tidak! Tidak perlu! Tapi ... benarkah?" Zuko masih bebal dan ingin menyangkal apa yang dipikirkan otaknya.     

"Hghh!" Itachi terdengar menghela napas berat di seberang. "Apa kau tidak melihat sesuatu yang aneh dari mereka? Misalkan ... baju mereka yang terasa tidak tepat atau apa?"     

"Ohh!" Baru kini Zuko menyadari sesuatu. "Ya, ya! Aku melihatnya! Tadi waktu Nona Reiko membuka pintu, wajahnya merah padam seperti orang baru lari maraton! Dan ... dan ... astaga ... sepertinya bercak merah di leher dan dekat dada atas itu ... itu dari bos." Zuko membekap mulutnya sambil matanya membola.     

"Bagus. Level kecerdasanmu naik 0,1. Selamat!" Lalu Itachi menutup telepon secara sepihak.     

"Itachi? Itachi-san? Oi, Itachi-san?! Tsk, pria itu sangat kurang ajar, menutup telepon begitu saja tanpa pamit! Huh! Orang macam apa dia? Huh!" Zuko pun mengomel sepanjang lorong sebelum mencapai lift.     

Di dalam lift, Zuko teringat dengan penampilan Reiko ketika membukakan pintu untuknya. Ya, wajah gadis itu merah padam aneh dan meski kemejanya terkancing rapi, tapi di kancing bagian teratas, menyembul samar bercak kemerahan.     

"Astaga! Bosku sudah mendapatkan kebahagiaan batin lagi!" Zuko tersenyum lebar. "Tapi ... gajiku dipotong. Hu hu huuu ...." Senyum itu langsung lenyap dan diganti dengan tangis palsu saat menuruni lantai.     

.     

.     

Di apato, Reiko memberikan bungkusan berisi baju ke Nathan Ryuu. "Silahkan."     

"Terima kasih, sayank." Dikarenakan kekesalannya tadi, imbas masih terasa, wajahnya masih keruh meski sebenarnya ini bukan untuk Reiko.     

"Ryuu ... kau ... marah?" Reiko teringat kejadian pintu dihempas tadi dan pemotongan gaji Zuko. Meski dia tidak yakin apa yang sebenarnya membuat kekasihnya marah, tapi wajah lelaki Onodera menunjukkan aura gelap saat ini.     

Mendengar ucapan Reiko dan juga mimik wajah takut kekasihnya, mana bisa Nathan Ryuu tidak luluh seketika? Senyumnya muncul seketika sambil dia memeluk Reiko, mengecup puncak kepala gadis itu dengan muda karena perbedaan tinggi mereka. "Gomen ne[1] ... aku membuatmu takut. Tapi, aku tidak marah padamu, sayank."     

Reiko mengangguk pelan sambil bergumam, "Umh!" Lalu dia mendongak sambil berucap, "Ayo kita makan, sebelum dingin."     

"Baiklah." Nathan Ryuu meletakkan sekecup ciuman pada kening kekasihnya sebelum mereka berjalan bersama ke ruang makan yang menyatu dengan dapur.     

Keduanya makan dengan tenang. Reiko mengambilkan semangkuk nasi untuk Nathan Ryuu dan menyerahkan ke pemuda itu, sementara tuan muda Onodera mengambilkan sayuran dan daging untuk diberikan ke mangkuk Reiko.     

"Rasanya kita sudah layak menjadi suami istri kalau begini, kau setuju, calon nyonya muda Onodera?" Ia secara riang memakan hidangan dari masakan Reiko. Ini benar-benar terasa bagai mereka sedang menjalani kehidupan rumah tangga, sesuai yang dia impikan.     

Reiko tersenyum, namun dia teringat sesuatu berkat ucapan Nathan Ryuu baru saja. "Ano ... Ryuu ... nama keluargamu Onodera?"     

-----------------------     

[1] gomen ne ... gomen (bentuk pendek dari 'gomennasai') = 'maaf'. Jadi ... 'gomen ne' bisa diartikan: 'maaf yah'.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.