Inevitable Fate [Indonesia]

Menyantap Daging Termahal



Menyantap Daging Termahal

0I always knew after all these years     
0

There'd be laughter, there'd be tears     

But never thought that I'd walk away     

With so much joy but so much pain     

And it's so hard to say goodbye     

- I'll Always Remember You by Miley Cyrus - OST Hanah Montana -     

===========     

Sewaktu Reiko sudah duduk di restoran Schubert yang elit dan tampil nyata sebagai restoran kelas atas, matanya berkeliling karena dia sudah menyerahkan urusan pemesanan pada Nathan Ryuu saja yang pernah beberapa kali makan di tempat ini, tatapannya berhenti pada sebuah foto cukup besar terpampang di dinding dekat mejanya saat ini.     

"Nyonya Andrea?" Reiko secara refleks menyebut nama itu. Hatinya bertanya-tanya kenapa wajah Nyonya Andrea ada di foto tersebut.     

Yang lebih mengherankan, di foto tersebut, Nyonya Andrea berdiri dengan beberapa lelaki rambut pirang dan bermuka kaukasia dan ada juga wanita dewasa. Nyonya Andrea tampak memegang sesuatu dan setelah Reiko membaca keterangan di sana, itu adalah penghargaan Bintang Michelin atau Michelin Star.     

Jadi ... restoran ini mendapatkan pengakuan Bintang Michelin? Luar biasa sekali kalau begitu!     

Michelin Star adalah sebuah penghargaan bergengsi tingkat tinggi di bidang kuliner, dimana akan memberikan peringkat bintang pada restoran atau chef yang makanannya dianggap terbaik dan layak dikunjungi.     

Mendapatkan Bintang Michelin tentu bukan hal mudah. Penilaiannya juga ketat dari berbagai aspek, mulai dari kebersihan tempat, suasana, bahan makanan yang digunakan dan cara pengolahan. Yang terakhir adalah rasa dan penampilan. Begitu rumit dan kadang penilaian dilakukan secara diam-diam.     

Penghargaan Bintang Michelin ini seperti penghargaan Piala Oscar di dunia perfilman, jadi sudah kentara seberapa prestise-nya, kan?     

Nathan Ryuu sudah selesai memesan dan mengembalikan buku menu kepada pelayan yang langsung pamit pergi. Kemudian, dia menoleh ke Reiko dan bertanya, "Ada apa, sayank?"     

"Ini ... ternyata restoran ini milik Nyonya Andrea, bahkan mendapatkan bintang Michelin! Lihat, bintang 3. Pastinya bukan sesuatu yang remeh, kan Ryuu?" Ia sedikit banyak mengerti mengenai ini dari obrolan dengan teman-temannya dulu.     

"Ohh? Milik Nyonya Andrea? Siapa Nyonya Andrea itu, Rei? Kau mengenalnya?" Nathan Ryuu malah kurang paham dan berusaha mengingat-ingat apakah ada pengusaha besar bernama Andrea di Jepang ini.     

"Ahh, Ryuu, kau masih ingat Tropiza? Tempat kita pertama kali berkencan, kemarin lalu?" Reiko menyegarkan ingatan Nathan Ryuu.     

"Ohh, tentu saja aku takkan melupakan tempat itu sebagai tempat bersejarah kita, sayank."     

"Nah, Nyonya Andrea adalah pemilik Tropiza, iya, duo Tropiza yang bersebelahan itu."     

"Oke, aku ingat sepertinya kau pernah menyebut nama itu di sana. Dia ... orang Indonesia itu, kan?"     

"Ya! Dia orang Indonesia tulen. Tidak aku sangka ternyata dia punya banyak restoran! Benar-benar wanita yang mengagumkan ...." Ada nuansa pemujaan di wajah cantik Reiko ketika dia membicarakan Andrea.     

"Kau juga bisa punya banyak restoran, sayank, kalau kau ingin."     

Suara Nathan Ryuu bagaikan gemerincing bel di telinga Reiko, segera menyentak kesadaran dia untuk lekas menggeleng dan menggoyangkan telapak tangan sebagai tanda penolakan. "Tidak! Tidak! Aku tidak mau! Pokoknya tidak mau!" Ia harus lekas menolak dengan tegas mengenai itu karena dia kini sudah mengerti seberapa boros kekasihnya dalam membuang uang bagai uang tumbuh di halaman rumah saja!     

Kalau reiko tidak tegas menolaknya, dia tak mungkin lebih heran lagi ketika bangun keesokan harinya dan mendapati dirinya dinyatakan sebagai pemilik entah berapa banyak restoran yang diberikan oleh Nathan Ryuu padanya.     

Tidak! Dia tidak ingin memanfaatkan kekasihnya hingga sejauh itu. Diberikan rasa sayang, penjagaan dan perhatian sampai menghangatkan hati saja sudah merupakan kebahagiaan besar bagi Reiko. Tidak perlu sampai memberikan sesuatu sebesar restoran.     

Tidak perlu ... yah, untuk saat ini, tidak perlu. Mungkin nanti. Entahlah. Reiko belum menginginkan hal sebesar itu untuk dia hadapi.     

"Tapi, sayank, sepertinya bukan Nyonya Andrea yang menjadi pemilik di sini." Nathan Ryuu sedikit ragu mengenai ucapan Reiko sebelumnya.     

"Bukan? Bagaimana bisa? Potret Nyonya Andrea ada di sana dan memegang buku simbol Michelin, tentunya pemilik yang paling berhak memegang itu, kan?" Reiko masih bingung. Meski dia belum pernah mendengar (mungkin karena kurang update hal-hal di luar sana), tapi dengan melihat wajah Andrea di foto itu saja sudah meyakinkan dirinya.     

"Sepertinya bukan, tapi ... sebentar, sayank!" Usai mengatakan itu, Nathan Ryuu memanggil pelayan terdekat yang sedang berjalan sebelum Reiko sempat bereaksi akan kelakuannya yang tidak terduga itu.     

Pelayan segera menghampiri meja mereka dan membungkuk sopan menyapa sebelum Nathan Ryuu bertanya, "Permisi, saya ingin bertanya, siapa pemilik restoran ini?"     

Si pelayan yang berwajah tampan dan berambut pirang gelap itu menjawab, "Menjawab Tuan, pemilik restoran ini adalah Nyonya Andrea, namun restoran dikelola oleh Tuan Zado dan akan dikembalikan ke Nyonya Andrea untuk diwariskan kepada salah satu dari anak Nyonya Andrea." Sebuah jawaban yang jelas.     

"Ohh, ternyata demikian. Terima kasih." Nathan Ryuu tersenyum pada pelayan tersebut dan sang pelayan kembali melanjutkan langkahnya. Kemudian, dia menoleh ke Reiko. "Ternyata kau benar, sayank. Tempat ini memang milik Nyonya Andrea."     

Reiko mengangguk sembari mengulum senyum sebelum dia menyahut, "Umh, memang Nyonya Andrea hebat sekali. Wanita luar biasa! Dia punya banyak restoran yang terkenal dan baik, dan juga memiliki sanggar kesenian pula!"     

"Sayank, kau juga bisa seperti dia-"     

"Tidak mau, Ryuu! Berhenti memikirkan itu! Ayo, kita makan saja." Reiko mengambil langkah aman saja daripada dia dibuat jantungan jika tiba-tiba esok dia menerima pemberitahuan bahwa dia memiliki tempat ini dan itu.     

Dan dikarenakan makanan juga mulai berdatangan di meja mereka, Reiko benar-benar bisa mengalihkan topik pembicaraan ke makan saja.     

Melihat piringnya, Reiko tertegun. "Ini ...."     

"Ya, itu steak wagyu." Enteng sekali Nathan Ryuu ketika mengatakan itu.     

"Wa-wa-wagyu?" Suara Reiko bergetar saat kekasihnya menyebut nama itu sebagai makanan yang dipesan untuk Reiko. Memangnya siapa di dunia ini yang tidak mengetahui daging wagyu? Itu adalah daging sapi termahal di dunia! Kisaran harganya saat mentah saja bisa mencapai 250 USD sampai 300 USD per ons-nya. Bayangkan ketika menjadi steak!     

Apalagi Reiko yakin daging wagyu yang di hadapannya ini ada pada grade yang tinggi, bukan kelas rendahan. Semakin banyak marble di dagingnya, maka makin tinggi grade-nya.     

Grade tertinggi dari daging wagyu adalah grade 12 dimana marble-nya banyak, dan tersebar dengan cantiknya. Marble adalah garis-garis putih pada daging.     

Kualitas suatu daging bisa dilihat dari banyaknya marbling alias guratan-guratan putih yang tersebar pada daging. Makin banyak marbling-nya, makin bagus kualitas daging tersebut.     

Marbling pada daging adalah lemak yang bila sampai di mulut akan terasa lumer, gurih dan juicy. Tapi, marbling pada daging premium seperti wagyu berbeda karena lebih sehat dan steril dibandingkan di daging sapi biasa.     

Kini ... daging termahal itu tersaji dengan indahnya di piring dia menjadi steak tebal menggiurkan. Reiko bahkan mematung, tak berani menyentuh steak itu, seakan-akan jika dia sampai menggores steak tersebut, adalah sebuah dosa.     

"Rei, segera makanlah." Kekasihnya sudah mulai mengiris steak dia sendiri dan melahap bagai itu hanya sebuah wortel saja. Mungkin Reiko harus mengumpulkan uang gaji dia selama beberapa bulan dulu di Magnifico untuk bisa menikmati steak wagyu ini. Astaga ....     

"Sini aku potongkan." Nathan Ryuu pun mengambil piring Reiko dan memotong-motong daging tersebut sedangkan Reiko gemetar. Dia memang terlalu miskin sampai-sampai tak tega daging semahal itu hanya untuk sekali makan saja.     

Oh semesta, beginikah derita makhluk jelata yang miskin di depan makanan mahal? Reiko menekan perasaannya.     

"Ini, sayank. Kau bisa makan dengan mudah." Nathan Ryuu sudah selesai memotong kecil-kecil daging itu dan menyerahkan kembali ke Reiko.     

Gadis itu memandangi piringnya dengan perasaan berkecamuk.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.