Inevitable Fate [Indonesia]

Geraman Mencurigakan dari Kamar Mandi



Geraman Mencurigakan dari Kamar Mandi

0Pretty woman won't you pardon me     
0

Pretty woman I couldn't help but see     

Pretty woman that you look lovely as can be     

- Oh, Pretty Woman by Roy Orbison - OST. Pretty Woman -     

===========     

Hanya dengan merunduk, akhirnya Nathan Ryuu berhasil menggapai pucuk dada Reiko dan mengurungnya di mulut dia.     

"Arrghh!" Reiko terpekik pelan ketika mulut Nathan Ryuu berhasil memanen pucuk dada dia. Sensasi aneh segera menerjang kesadarannya, membawa dia pada kondisi terhanyut. Terlebih ketika mulut pria itu begitu piawai memperlakukan pucuk mungil hingga Reiko tak berdaya.     

Kepalanya merasa pusing, berputar bagai dia sedang berada di wahana roller-coaster. Semuanya terasa berbintang-bintang. Terutama ketika ujung lidah Nathan Ryuu menggelitik menggoda pucuk tersebut hingga sang pucuk menjadi basah dan menegang, itu sungguh tak terkira rasanya.     

Reiko mencengkeramkan semua jarinya pada bahu lelaki Onodera, mencoba agar tidak sampai jatuh. Belaian Nathan Ryuu terasa bagai racun memabukkan bagi Reiko. Dia ... dia tidak boleh terlena!     

"R-Ryuu!" Reiko lekas tersadar dan mendorong dada Nathan Ryuu, mengakibatkan lelaki itu mau tak mau melepaskan pucuk ranum kenyal tadi dari kuasa mulutnya.     

Lekas saja Reiko menutupi dadanya menggunakan dua tangannya. "Ma-maaf, aku ... aku belum siap." Mukanya merah padam. Astaga, kenapa tadi dia sampai terbuai?     

Napas Nathan Ryuu memburu namun mencoba dia tenangkan sendiri sambil memandangi kekasihnya yang berdiri ketakutan dan gemetar. Kalau sudah begitu, mana bisa dia tega memaksa Reiko? Meski jenderal di bawah sana memberontak gila, dia masih harus mementingkan perasaan gadis itu.     

"Maaf. Maafkan aku, sayank." Nathan Ryuu meraih kepala Reiko. "Aku akan pakai kamar mandi ini dulu, oke?"     

"U-umhh, baiklah." Reiko pun menyingkir dari sana, keluar dari kamar mandi dan membiarkan kekasihnya menggunakan ruang lembap itu terlebih dahulu.     

Setelah pintu ditutup, hanya berselang lima menit saja, Reiko terkejut ketika dia mendengar seruan menggeram dari dalam ruangan, suara Nathan Ryuu. "Orrghh! Hoorrghhh! Aaarrkkhhh!"     

Lekas, Reiko berlari ke depan pintu untuk bertanya, "Ryuu! Ryuu! Kau kenapa? Kau baik-baik saja?"     

"Akuuhh ... baik-baik sajaahh, sayankkk ...." Napas Tuan muda Onodera tersengal-sengal dan dia agak kesusahan menyuarakan jawabannya. Dia berdiri di urinoir sambil menunduk menatap lelehan berwarna putih yang sudah tertumpah di sana, menghilang bercampur bersama air di urinoir.     

Setelah 'lega', pemuda Onodera itu menyisir rambut dengan satu tangannya dan menghembuskan napas berat sebelum napasnya kembali normal dan menyiram cairan putih pekat tadi dari urinoir, lalu berjalan ke bawah shower untuk benar-benar mandi.     

Di depan pintu, begitu Reiko mendengar suara kucuran air shower, dia pun lega dan kembali ke tempat duduk dengan tubuh sudah terbungkus mantel kamar. Dia bertanya-tanya, ada apa dengan kekasihnya? Apakah Nathan Ryuu sebal luar biasa karena dia menolak untuk dijamah lebih jauh?     

Ya ampun, apakah itu benar? Nathan Ryuu marah padanya, makanya menggeram seperti itu? Seperti geraman binatang yang sedang ganas-ganasnya. Reiko bergidik. Nanti dia musti meminta maaf lebih tulus mengenai penolakan dia.     

Tak berapa lama, pintu kamar mandi terbuka dan Nathan Ryuu sudah memakai handuk pada pinggangnya dan rambut basahnya dikibas sedikit. "Rei, giliranmu."     

"A-ahh, ya!" Reiko melonjak dari kursinya dan kemudian bergegas ke depan sang kekasih lalu membungkuk ojigi pada Nathan Ryuu. "Ma-maaf!"     

Tindakan Reiko itu mengejutkan Nathan Ryuu dan lelaki itu bingung sambil bertanya, "Kenapa, Rei? Ada apa? Kenapa begini?" Ia sambil menegakkan tubuh Reiko.     

"Aku ... aku tadi ... aku menolak ... Ryuu, maafkan aku ... aku ... aku belum siap." Reiko terbata-bata mengatakannya karena ini memang cukup memalukan untuk dikatakan secara verbal.     

"Oh? Ha ha ha, kupikir apa, ternyata hal itu." Tawa tak bisa ditahan dari pria Onodera ketika mengetahui alasan perbuatan kekasihnya. "Aku tidak menyalahkanmu, Rei sayank." Ia mengusap lembut pipi Reiko sambil menampilkan senyum tulusnya.     

"Ta-tapi tadi ... tadi kau ... kau sepertinya menggeram marah." Reiko menyebut mengenai adegan yang itu.     

Nathan Ryuu termangu dan merasa dilema. Haruskah dia menjelaskan secara terbuka mengenai kenapa tadi dia menggeram? Atau lebih tepatnya, apa yang membuat dia menggeram? Gadis ini benar-benar masih lugu dan hijau untuk urusan asmara dan pernak-perniknya.     

Entah Nathan Ryuu harus bersyukur atau geli. Maka ia pun memeluk Reiko sambil menenangkan gadis itu. "Aku tidak menggeram karena marah, bukan itu."     

"Lalu ... kenapa?" Muka Reiko mendongak mencari wajah kekasihnya.     

Nathan Ryuu beku, tak tahu apakah harus jujur atau ... "Aku mengalami konstipasi."     

Mendengar seucap alasan dari kekasihnya, Reiko langsung paham. Yah, kadang memang konstipasi bisa membuat frustrasi dan saat menekan sesuatu agar turun lepas itu kadang memang bisa menimbulkan geraman saat berjuang. Ya, dia kini paham. "Jadi, bukan karena marah padaku?"     

"Tentu saja bukan." Hati Nathan Ryuu menangis ketika dia harus memberikan alasan memalukan seperti itu pada gadisnya. Tapi rasanya akan lebih memalukan jika dia berterus terang jika dia tadi harus membuang libidonya di urinoir untuk melegakan tubuhnya dan menjinakkan sang jenderal.     

Ya, sepertinya alasan konstipasi tidak buruk.     

Sementara itu, Reiko menatap iba pada pantat Nathan Ryuu. Pasti saat ini masih sakit di sana. Dia bisa berempati mengenai itu. Lalu, dia pun pamit untuk mandi.     

"Jangan lupa pakai air hangat, sayank, ini sudah terlalu malam." Tak lupa, pria Onodera mengingatkan kekasihnya.     

"Iya, Ryuu." Reiko pun menutup pintu kamar mandi, sementara Nathan Ryuu mulai memakai bajunya. Untung saja Zuko memberikan dua stel pakaian atau dia akan memerlukan seseorang untuk mengantarkan pakaian lagi.     

Pada larut malam di hampir tengah malam, Nathan Ryuu pamit pergi meski sebenarnya dia enggan. "Terima kasih untuk hari ini, sayank. Aku sangat menikmatinya."     

"Ahh! Justru aku yang harus banyak-banyak berterima kasih padamu, Ryuu! Aku bagaikan tokoh utama di film Pretty Woman[1]. Ahh! Maksudku ... aku tidak ...."     

"Ha ha ha, iya, aku paham, tenang saja." Lalu Nathan Ryuu mengecup kening Reiko sebelum dia berlalu dari apato itu.     

Setelah kepergian Nathan Ryuu, Reiko berjalan masuk ke kamarnya dan merebahkan diri di kasurnya. Senyumnya mengembang ketika mengingat apa saja yang sudah mereka lakukan seharian ini.     

Dan kembali, perasaan tak enak menyusup ke hatinya ketika mengingat dia menolak kekasihnya untuk berintim-intim lebih jauh. Dia tahu Nathan Ryuu telah memanjakan dia begitu rupa hari ini, namun ... itu tidak berarti dia harus menyerahkan dirinya begitu saja, kan? Dia tidak perlu menjual dirinya hanya karena sudah dimanjakan lelaki itu dengan pakaian-pakaian mahal dan semua yang menumpuk di lemarinya saat ini, kan?     

Maka, berlandaskan pikiran itu, dia pun sedikit tenang, berharap di sana, Nathan Ryuu juga memiliki pikiran sama seperti dia dan mau mengerti penolakan Reiko.     

--------------------     

[1] Pretty Woman, sebuah film romantic comedy dari Amrik di tahun 90-an yang dibintangi Julia Roberts ama Richard Gere, bercerita mengenai pria kaya yang mengontrak seorang wanita PSK miskin untuk menemani dia sebagai pendamping di berbagai acara sosial, dan akhirnya si pria jatuh cinta betulan. Di film itu ada adegan pria kayanya belanjain ceweknya secara gila-gilaan, terutama belanja baju mahal. Dan dikatakan, gara-gara film ini sukses berat, mulai bermunculan plot-plot cerita serupa mengenai pria kaya yang royal ke ceweknya yang miskin. Sindrome Cinderella pun mulai jadi plot kesayangan banyak orang, sampai sekarang, ya kan?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.