Inevitable Fate [Indonesia]

Menjadi Sasaran Kedengkian Azuka



Menjadi Sasaran Kedengkian Azuka

0In this dangerous land of hateful hate     
0

Curiosity filled the heads of these     

- Hateful Hate by 10.000 Maniacs -     

===========     

Selesai bertelepon dengan Reiko, Nathan Ryuu pun tersenyum sendiri saat dia membayangkan wajah cantik kekasihnya. Dia masih duduk di kursinya sambil menatap langit di balik kaca balkon kamarnya.     

Ponselnya berbunyi lagi, ternyata dari Itachi. "Tuan, semua sudah dilaksanakan dan Tuan Takagi sudah dibawa ke kantor polisi."     

"Hm, bagus. Terima kasih, Itachi." Senyum lelaki itu makin lebar usai mendengar laporan dari anak buah kepercayaannya yang paling dia andalkan.     

"Sudah menjadi tugas saya melaksanakan perintah Tuan dengan sebaik mungkin." Itachi menjawab di seberang sebelum bosnya menyudahi telepon tersebut.     

Dia tidak merasa bersalah atas tindakan yang dia ambil. Lagipula, dia justru membantu pemerintah membersihkan tikus-tikus merugikan negara, kan?     

Sebagai seorang Onodera, dia memiliki jaringan intelijen terkuat di Jepang berkat ayahnya. Dari situ, dia mengetahui semua aib petinggi di negara itu, namun dia tetap diam dan hanya akan menonton saja.     

Baginya, aib-aib mereka yang digenggaman tangannya adalah kartu terbaik ketika diperlukan. Lalu, ketika dia memiliki semua bukti aib para petinggi dan orang penting di negara ini, kenapa dia hanya diam saja?     

Well, dia bukan penegak keadilan yang harus membasmi para penjahat, kan?     

Sedangkan bagi Itachi, ia sendiri tak tahu kenapa tiba-tiba saja bosnya membidikkan meriam ke seorang bankir. Namun, jawaban dari pertanyaan di hatinya itu terjawab keesokan paginya ketika dia mendengar dari salah satu pengawal majikannya menceritakan mengenai insiden di sebuah butik yang berkaitan dengan Arata Reiko.     

Kini semuanya jelas dan terang seperti matahari di tengah hari bagi Itachi. "Tsk! Mereka terlalu naif."     

.     

.     

Di tempat Reiko, gadis itu baru saja mandi dan kini masih berada dalam semangat penuh untuk bekerja. Mendapatkan rekan yang baik di tempat kerja, mana mungkin dia tidak makin bersemangat?     

Kali ini, Reiko kembali memakai pakaian yang dibelikan kekasihnya. Namun untuk kaosnya, itu masih bajunya sendiri sejak lama. Hanya kaos tipis lengan pendek berwarna krem tua.     

Sedangkan jins dengan hiasan bordir di sepanjang bagian depan, mantel pendek dari wol asli dan sepatu warna biru merupakan kebaikan hati dari kekasihnya kemarin. Ini sudah masuk ke musim gugur meski belum terlalu dingin, namun Reiko belum ingin memakai sarung tangan.     

"Oh, tas!" Ia tak berpikir panjang dan menyambar tasnya sendiri yang berwarna biru dari bahan denim, terlihat sudah agak lusuh. Lalu membereskan rambutnya untuk terakhir kalinya di depan cermin sebelum benar-benar melangkah keluar dari apato-nya.     

Sampai di Magnifico, dia menyapa semua pekerja yang ditemuinya. Di kejauhan, trio Erina, Yukio dan Azuka memandangi Reiko.     

"Sepertinya dia lagi-lagi memakai barang mahal. Ya, kan Azu-chan?" Yukio menoleh ke Azuka.     

Azuka mengangguk. "Ya, lihat saja mantel birunya. Aku yakin itu setidaknya berharga sekian ratus dolar. Atau bisa juga ribuan dolar. Dari melihat saja aku sudah tahu itu mahal atau murah, jangan remehkan mataku ini."     

"Dia benar-benar kaya, yah!" Yukio masih berbicara. Nadanya terdengar biasa saja, berbeda dengan suara Azuka yang menyiratkan kebencian.     

"Huh! Dia lagi-lagi sedang pamer! Menjijikkan!" Azuka mencibir. Dia terlupa bahwa dia sendiri senang memamerkan barang-barang mahalnya seperti baju atau jam tangan setiap ada kesempatan.     

"Hei, hei, kenapa sih kalian selalu meributkan pakaian yang dipakai Reirei?" Erina terkikik geli melihat sahabatnya terlihat sangat sengit mengenai Reiko.     

"Eri-cchi, apa kau tidak jijik melihat dia?" Azuka bertanya ke Erina.     

"Kenapa aku harus begitu?" Erina tersenyum.     

"Yah ... karena dia merebut Yu-cchi kamu dan juga dia itu wanita simpanan pria tua kaya!" Azuka bicara bagai tak ada saringan di mulutnya.     

"Hei! Kenapa malah membawa-bawa Yu-kun?" Erina mencubit gemas pinggang Azuka.     

"Oh lihat, dia ke sini!" Yukio berteriak tertahan melihat Reiko memang sedang berjalan ke arah mereka.     

"Selamat pagi, Erina-sana, Yukio-san dan Azuka-san." Reiko menyapa ketiganya dengan senyum ramah.     

"Reirei! Selamat pagi!" Erina menerjang ke Reiko dan memeluk gadis itu tanpa ragu-ragu. Azuka mendecih melihat kelakukan sahabatnya. Yukio terkekeh geli.     

"A-aha ha ha, Erina-sana sepertinya bersemangat pagi ini." Reiko secara perlahan membebaskan dirinya dari belitan lengan Erina.     

"Setiap hari adalah hari yang menyenangkan! Kau setuju kan, Reirei?" Erina masih mempertahankan senyum lebarnya sampai matanya menyipit.     

"Ehe he he, ya." Lalu Reiko mengalihkan perhatian ke sekitar Erina dan bertanya, "Sepertinya Yuza-kun belum datang, yah!"     

"Yu-kun? Belum. Apakah kau ada kepentingan mendesak dengannya?" Erina balik bertanya.     

"Ahh, tidak, hanya sekedar bertanya saja. Baiklah kalau begitu, aku akan ganti baju dulu. Sampai ketemu lagi." Reiko pamit dan Erina mengangguk.     

Setelah Reiko pergi, Azuka langsung berkomentar, "Eri-cchi, kenapa sih kau masih saja beramah-ramah padanya? Untuk apa?"     

Dilirik tajam oleh Azuka, Erina malah tertawa kecil. "Habisnya ... hi hi hi!"     

Sementara itu, ketika Reiko hendak masuk ke ruang loker perempuan, dia bertemu Shingo yang baru datang dan hendak menuju ke lantai dua, tempat kerja dia minggu ini. "Ehh, Shingo-san!"     

"Reiko." Shingo mengangguk. "Kau hendak ganti baju?"     

"Ya. Shingo-san tumben baru datang." Reiko menahan keinginannya untuk berganti baju. Mengobrol sebentar dengan Shingo tak ada salahnya, kan?     

"Ohh, itu ... itu karena si tolol itu." Wajah Shingo berubah muram.     

"Si tolol?" Reiko bingung.     

"Tunggu, hei Ossan jelek!" Tak lama, muncul Yuza masuk ke ruangan karyawan dengan tergesa-gesa. "Kenapa kau seenaknya meninggalkanku?"     

"Nah, itu dia si tolol." Shingo melirik ke Yuza.     

"Oh! Hi hi hi!" Reiko pun terkikik melihat hubungan frenemi antara Yuza dan Shingo.     

"Si tolol ini semalam mabuk dan seenaknya mengetuk pintuku, membuat repot aku saja, cih!"     

"Ossan! Apa salahnya membantu teman?"     

"Teman? Siapa temanmu? Bukan aku!"     

"Kau! Ossan, kau semakin keriput hari demi hari, sepertinya kau mengalami penuaan dini!"     

"Bocah tolol! Awas lagi kalau datang padaku saat mabuk! Aku buang kau ke jalanan!"     

Reiko terus tertawa kecil melihat tingkah keduanya.     

Sedangkan di tempat trio berdiri, Azuka mendengus sengit. "Lihat kelakuan jalang itu. Dia terlalu rakus! Sudah punya sugar daddy bangkotan, masih juga menggoda Yu-cchi dan Shingo." Karena Azuka tak terlalu kenal dekat dengan Shingo, dia menyebut dengan nama normal.     

"Sepertinya Azz-Azz yang cemburu, nih!" timpal Erina sambil cekikikan disusul dengan Yukio.     

"Kuso[1]! Kalian semua memang payah!" Azuka makin geram.     

Pada sore harinya setelah banyak karyawan Magnifico yang pulang, Reiko sudah melangkah mencapai pintu ketika Erina menghampirinya. "Reirei ..."     

"Ehh, Erina-san?" Reiko urung membuka pintu karena Erina menyapanya. Lalu tangannya sudah ditarik Erina agar mereka bisa bicara berdua saja di sudut ruangan. "Ada apa, Erina-san?"     

"Ano ... etto ... aku tak tahu apakah Reirei masih marah padaku soal dulu itu."     

"Ahh, aku tidak marah! Aku justru merasa bersalah karena pergi dan tidak mengucapkan terima kasih padamu."     

"Um ... Reirei, hari ini aku berulang tahun."     

"Iya kah? Wah ... tanjoubi omedetou (selamat ulang tahun)!"     

"Umh! Nah, makanya ... aku ingin mengajak Reirei merayakan ulang tahunku. Tenang saja, hanya aku, Yuki dan Azz-Azz saja. Dan hanya di tempat karaoke, tidak di bar. Kau mau kan ikut?"     

---------------     

[1] 'kuso' adalah kata umpatan di Jepang, seperti 'shit' atau 'dammit'. Bisa diartikan: 'sial!' atau 'sialan!' kalau di bahasa Indonesia.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.